Tanpa terasa, hari sudah malam dan Yuna sangat terlambat pulang. Alamat ia bakal kena omel habis-habisan. Namun, Yuna sudah terbiasa diomeli, dighibah, disindir, bahkan dituduh dan diftnah yang bukan-bukan. Semua itu adalah makanan sehari-hari Yuna. Gadis itu tidak peduli dan tetap bertahan menghadapi cobaan hidupnya yang sulit dan rumit.
Semua ini Yuna lakukan agar menjadi wanita hebat dan kuat seperti calon ibu mertuanya. Dengan begitu, Yuna yang kini sudah menter dengan segala macam bentuk kebencian dari keluarga angkatnya, bisa menegakkan kepalanya saat bertemu dengan Shena, nanti. Calon ibu mertuanya.
Beberapa ibu-ibu yang tadi satu bis dengan Yuna, mendadak datang mengerumuni bidan cantik itu dan mendorong paksa pria asing yang berdiri disebelah Yuna agar menjauh dari mereka. Para ibu-ibu tersebut berebut menyalami tangan gadis cantik itu dengan penuh bangga.
“Kau hebat sekali bu Bidan, kau masih muda tapi tindakanmu tepat dan cekatan dalam menangani pasien darurat tadi. Kau mau jadi menantuku, tidak?” tanya ibu-ibu asal jeplak dan langsung membuat Yuna mengerutkan alisnya.
“Eh enak saja, aku juga ingin dia menjadi menantuku,” senggol ibu-ibu yang lain menggeser paksa posisi ibu-ibu sebelumnya. “Eh, bu bidan, anakku baru saja lulus kuliah dari luar negeri. Dia tampan dan juga pintar. Aku rasa, dia belum punya pacar, bagaimana kalau kau kukenalkan padanya,” tawar ibu-ibu itu.
Yuna hanya meringis kuda, kalau ibu-ibu ini benar punya anak tampan dan kuliah diluar negeri, ngapain dia repot-repot naik bis dan terjebak kemacetan bersamanya di sini? Mending ikut anaknya saja keluar negeri.
Bagaimana ini? Aku harus bilang apa? batin Yuna.
Gerombolan emak-amak itu benar-benar mengelilingi Yuna dan saling berebut agar Yuna mau menjadi menantu mereka tanpa peduli apakah Yuna setuju atau tidak dengan tawaran ibu-ibu yang mempromosikan putra-putra mereka pada Yuna. Tidak mungkin juga, Yuna langsung bilang tidak mau, bisa-bisa emak-emak yang ada dihadapannya ini sakit hati dan kecewa berat padanya. The power of emak-emak, sama sekali tak bisa dilawan.
“Maaf ibu-ibu … terimakasih atas bantuan kalian semua. Kalian juga hebat dan luar biasa, tanpa kalian, aku tak mungkin bisa membantu ibu tadi melahirkan dengan lancar. Kalianlah yang hebat, bukan aku. Sungguh! Daan … mengenai tawaran kalian … ehm maaf, sepertinya aku tidak bisa …” Yuna ragu antara melanjutkan kalimatnya atau tidak.
“Kenapa?” tanya ibu-ibu itu jadi langsung kepo berjamaah.
“Putra-putra kalian sangat luar biasa karena memiliki ibu hebat seperti kalian. Aku yakin, mereka akan mendapat pasangan yang jauh lebih baik dariku.” Penolakan yang elegan dari seorang Yuna.
“Tapi aku menginginkan kamu bu Bidan, kau menantu idamanku,” ujar salah satu ibu-ibu itu.
“Ehm, aku juga ingin punya mantu sepertimu. Udah cantik, baik, rendah hati pula.” Ibu-ibu yang lainnya juga tak mau kalah.
“Aku juga,” sahut yang lainnya.
“Aku juga, kok.” Yang lainnya ikut-ikutan. Mereka semua berebut sendiri tentang siapakah yang berhak menjadi ibu mertua Yuna.
Saat ibu-ibu itu sibuk berdebat sendiri, tiba-tiba saja, sebuah tangan terulur dan langsung menarik tangan Yuna keluar dari kerumunan. Dengan cepat, Yuna diajak pergi dari tempat itu tanpa ada yang sadar kalau bidan yang diperebutkan sudah raib dari pandangan. Yuna dan yang menarik tangannya berlari kencang menjauh agar gadis cantik itu tak lagi dibikin pusing oleh emak-emak nggak jelas.
Awalnya Yuna tersentak kaget melihat tangannya ditarik paksa oleh orang yang ternyata, tidak lain dan tidak bukan adalah pria yang memberinya jaket hitam ini alias Yeon. Untunglah Yuna cepat dibawa keluar dari kerumunan sehingga ia tak perlu bingung harus bagaimana menghadapi sikap anarkis emak-emak tadi.
Mereka berdua akhirnya sampai disebuah taman kota di mana dipenuhi banyak sekali muda mudi seperti Yuna dan pria asing ini tapi tidak terasa asing. Ya jelaslah, orang yang menyelamatkan Yuna dari kerumunan ibu-ibu tadi adalah Yeon, calon suami Yuna. Keduanya sama-sama memerhatikan sekeliling. Semua orang yang ada di sini sepertinya sedang menikmati indahnya pemandangan malam di tengah perkotaan yang padat merayap.
“Kau mau minum?” tawar pria asing itu. Napas keduanya tersengal-sengal karena terlalu jauh berlari.
“Tidak, aku ingin pulang secepatnya,” ujar Yuna cepat dan melihat arlojinya. Ia berdiri di pinggir jalan, mencoba mencari taksi.
“Aku akan mengantarmu,” ujar pria asing itu lagi.
“Tidak perlu, terimakasih banyak. Tapi aku tak terbiasa diantar oleh orang lain. Aku bisa pulang sendiri. Terimaksih untuk semuanya dan juga jaketnya. Lain kali pasti akan aku kembalikan. Maaf, aku sangat buru-buru. Permisi.” Yuna menghentikan sebuah taksi dan meninggalkan pria asing itu begitu saja tanpa bertanya dulu siapa namanya. Yeon sendiri tak bisa mencegah kepergian Yuna.
“Aduh, bodohnya aku, setidaknya aku … tanya dulu siapa nama orang itu. Bagaimana caraku mengembalikan jaket ini?” gumam Yuna pada dirinya sendiri saat ia sudah ada di dalam taksi yang sedang melesat membawanya pergi.
Sedangkan pria asing yang tak lain dalah Yeon, hanya diam menatap kepergian Yuna kerena ia terlihat sangat buru-buru. Padahal, Yeon ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama dengan tunangannya yang ternyata berparas cantik sekali, tapi apa daya … sang target telah kabur duluan. Setidaknya, Yeon lega kerena bisa melihat dan sedikit melindungi Yuna meskipun gadis itu belum sadar kalau ia adalah orang yang Yuna rindukan.
“Kita akan bertemu lagi nanti, nona Yuna Yeon Leon Pyordova. Secepatnya, di hari pernikahan kita,” ujar Yeon dan ia berjalan berlawanan arah dengan arah Yuna pergi sambil tersenyum bahagia.
Yeon menghubungi seseorang melalui ponselnya. “Ceritakan padaku apa saja yang sudah terjadi pada Yuna selama beberapa bulan terakhir ini. Kalian semua temui aku di kafe dekat rumah Yuna. Kita buat rencana selanjutnya.” Yeon menutup panggilannya dan masuk ke sebuah halaman parkir.
Baru juga beberapa langkah, tiba-tiba Yeon disambut oleh pria paruh baya berjas hitam dan menyodorkan sebuah kunci mobil mewah untuk Yeon.
“Selamat datang kembali Tuan muda, mobil anda ada di sebelah sana,” ujar pria ber jas hitam itu sambil menunjukkan mobil Ferrari merah milik keluarga Pyordova yang dititipkan di tempat ini.
Tentu saja penitipan mobil ini hanya dikhususkan untuk keluarga Leo saja, yang lainnya pastilah dilarang keras. Sebab, tak ada yang berani melawan atau cari gara-gara dengan keluarga Pyordova. Lebih baik cari aman daripada nyawa melayang. Yeon pun berjalan mengikuti orang itu.
“Eeee … Tuan muda, bagaimana dengan kemacetannya? Sampai kapan anda memblakclist jalan? Saya sudah di protes banyak orang. Bagaimana kalau saya dipecat kalau sampai ketahuan.”
Yeon menatap pria yang ternyata adalah seorang kepala dinas perhubungan dengan senyum mengembang.
“Kerja yang bagus. Tidak akan ada yang berani memecatmu selagi ada aku. Lancarkan lagi jalannya, oh iya … jangan beritahukan semua ini pada ayahku atau aku akan pisahkan kepalamu dari badanmu,” ancam Yeon sambil membuka pintu mobil lalu masuk ke dalamnya.
BERSAMBUNG
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Teh Yen
waah horang kaya mah bebas yah bisa bikin jalanna macet Berjam jam jg hahaa
2025-01-23
0
devaloka
lo punya uang lo punya kuasa 😂
2023-09-23
0
🍾⃝⃡ ⃯sͩᴀᷝʙͧɴᷠᴀͣ•᭄͜͡
Masya allah ternyata kemacetan di ciptakan oleh yeon toh🤣🤣🤣
Modusmu yon yon biar bisa lama² sama yuna🤦♀️🤦♀️🤣🤣
2023-05-08
0