Sebelum mengambil keputusan tentang kepergiannya ke desa dan membuka lembaran hidup baru di sana. Yuna menghubungi kepala rumah sakit untuk mengkonfirmasi surat tugas yang ia terima sekaligus untuk mencari tahu apakah ia memang benar-benar di kirim ke daerah terpencil itu atau hanya karena strategi ibu angkatnya.
Setelah mendapat jawaban yang diinginkan dan itu merupakan keputusan pihak rumah sakit tempatnya bekerja, akhirnya Yuna pun menyetujui dan melaksanakan tugas yang diberikan. Yaitu mengabdikan diri disebuah desa yang belum pernah Yuna datangi sebelumnya.
Kabar persetujuan Yuna pun sampai ditelinga Yeon dan seluruh keluarga angkat Yuna. Semua orang sangatlah senang terutama Larasati, sebab apa yang ia inginkan sudah tercapai. Tanpa perlu bersusah payah, Larasati telah berhasil menyingkirkan Yuna dari hidupnya untuk selama-lamanya. Tidak akan ada sosok Yuna lagi dikeluarganya, yang ada hanyalah nama Yuna, dimana nama tersebut akan digunakan Viola untuk mengelabuhi keluarga Pyordova.
Sedangkan Yeon jangan ditanya, inilah yang memang diinginkan Yeon. Yuna akan pergi ke desa yang sudah ia pilih untuk menguji seberapa kuat dan besar cinta Yuna untuknya. Tentu saja apa yang dilakukan ini tanpa sepengetahuan keluarganya. Kalau saja kedua orangtua Yeon tahu, mereka pasti tidak akan setuju.
Sebelum berangkat, Yuna menyempatkan diri pergi kepemakaman ayah angkatnya untuk berpamitan terakhir kalinya. Sebab, Yuna tidak tahu apakah ia akan kembali ke desa ini lagi atau tidak. Bisa jadi, Yuna akan menetap selamanya di desa tempat ia ditugaskan karena ia sudah tak punya tempat lagi di sini.
“Apa kau ingin ibu temani, Yuna?” tanya Larasati sok baik. Ia berpura-pura sok sedih melihat Yuna walau dalam hati ia sangat bahagia.
“Tidak Ibu, aku ingin ke makam ayah sendiri. Mungkin agak lama dan jika ibu ikut bersamaku, pasti bakal bosan.” Ucapan Yuna mengandung sedikit Ironi. Namun karena ibunya ini bukan orang yang berpendidikan, maka ia tak tahu makna dari kata-kata yang diucapkan Yuna.
“Ya sudah, makanlah dulu sebelum kau pergi kesana.”
“Tidak perlu Ibu, aku tidak lapar. Aku akan langsung pergi ke desa setelah dari pemakaman ayah. Selamat tinggal ibu, sampaikan maafku untuk Viola dan Viona. Serta terimakasih karena sudah membiarkanku tinggal disini meskipun dengan terpaksa. Aku pergi,” ujar Yuna tanpa ekspresi dan keluar rumah sambil menyeret satu koper besar serta tas yang ia tautkan dipundak Yuna.
Tak lupa ia juga membawa jaket pemberian pria bertopi yang dulu pernah menolongnya. Siapa tahu nanti Yuna bertemu dengan pria itu di jalan dan bisa mengembelikan jaketnya.
***
Setibanya di pemakaman, Yuna terkejut karena ia melihat ada seorang pria sudah berdiri di samping makam ayah angkat Yuna, pria itu sepertinya membawa banyak sekali bunga dan meletakkannya di atas makam hingga penuh dan tanahnya tak terlihat. Sedangkan Yuna, hanya membawa sebuket bunga saja, itupun tidak besar. Sebagai anak angkat, Yuna jadi minder dengan sosok pria yang ada didepannya meskipun Yuna tidak tau siapakah pria itu sebenarnya dan bagaimana bisa ia tahu letak makam ayah angkatnya. Sebab sebelumnya ia tidak pernah melihat pria ini.
“Maaf, anda siapa ya? Apakah anda mengenal almarhum ayah saya?” tanya Yuna sopan dari balik punggung pria itu.
Pria yang berdiri tegak ini tidak menjawab dan langsung balik badan menatap Yuna. Sungguh, Yuna langsung terkesima begitu melihat ketampanan pria yang ada dihadapannya. Tubuh yang tinggi, warna kulit putih mulus, rambut hitam legam dan wajah super duper tampan mirip aktor Korea, membuat siapa saja pasti bakal terpesona melihat keindahan ciptaan Tuhan yang begitu sempurna ini.
Saking terkesimanya, Yuna sampai lupa mengedipkan mata. Bahkan bunga yang ia bawa ikut terjatuh di atas kakinya. Sontak, Yuna tersentak dan buru-buru mengambil bunga itu bersamaan dengan pria yang juga hendak mengambilkan bunga yang terjatuh untuk Yuna.
Semakin guguplah Yuna karena tangannya tak sengaja menyentuh pria asing itu dan keduanya saling bertatapan. “Hai, kita ketemu lagi,” ujar pria tampan itu sambil tersenyum manis pada Yuna. Suaranya juga terdengar merdu sekali.
“Maaf, saya belum pernah melihat anda. Mungkin anda salah orang,” ujar Yuna sambil berusaha menguasai diri agar tidak terhanyut oleh pria asing ini.
“Ah, sebentar.” Pria asing yang tak lain dan tak bukan adalah Yeon, mengambil sesuatu dari tas hitam yang ia selempangkan dibahunya. Sesuatu itu adalah sebuah masker dan Yeon langsug memakainya. “Sekarang kau ingat aku?” tanya Yeon.
Semakin terbelalaklah Yuna melihat pria yang ternyata adalah pria yang ia cari-cari. “Ahhh … mana mungkin saya lupa? Anda pemilik jaket ini. Maaf tidak bisa langsung mengenali wajah anda karena dulu tertutup masker. Syukurlah kita ketemu disini. Ini jaket anda, terimakasih banyak. Sudah ku cuci dan kubersihkan.” Yuna menyerahkan jaket hitam Yeon pada pemiliknya.
“Sudah kubilang, itu untukmu saja. Kenapa kau kembalikan padaku?” Yeon melepas kembali maskernya dan memaskukkannya ke dalam tas. “Jaket itu milikmu sekarang, pakailah! Udara di tempat ini sangat dingin. Apa kau ingin aku yang memakaikannya?” tawar Yeon ramah.
“Tidak perlu, tapi … aku tida bisa memakainya,” ujar Yuna lirih.
“Kenapa? Apa karena bukan pacarmu yang memakaikannya? Atau … apa karena jaket itu bukan jaket termahal di dunia?”
“Bukan begitu, maaf jika menyinggung perasaanmu, aku hanya … tak terbiasa menerima pemberian dari orang lain apalagi dari seorang pria. Itu saja, sungguh!” Yuna berkata jujur.
“Aku kira pacarmu marah kalau kau menerima jaket pemberian pria lain selain darinya.” Benar-benar bengek si Yeon ini, bisa-bisanya ia berkata seperti itu, padahal tunangan Yuna kan dia sendiri.
Tak disangka, ucapan Yeon membuat Yuna seduh. Ia langsung menangis mendengar Yeon menyinggung soal kekasihnya. Tentu saja Yeon jadi bingung melihat Yuna tiba-tiba menangis sesenggukan.
“Ada apa? Kenapa kau menangis? Aku hanya bercanda, kau mau kubelikan balon?” goda Yeon agar Yuna berhenti menangis.
“Memangnya aku anak kecil, yang langsung diam begitu kau belikan balon?” isak Yuna sambil mengusap air matanya. Tapi ia terlalu sedih bila mengingat dirinya sudah bukan tunangan Yeon lagi sekarang. Sayangnya, Yuna tidak tahu kalau orang yang ada dihadapannya ini adalah orang yang ia cintai.
“Kalau begitu, berhentilah menangis.” Yeon membantu mengusap air mata Yuna yang membasahi pipi lembutnya. “Kau jelek kalau menangis. Jadi, jangan menangis lagi.” Mata Yeon menatap lembut Yuna dan gadis itu jadi salah tingkah sendiri.
Entah kenapa, Yuna menjadi tenang berada di dekat pria asing ini. Ini aneh sebenarnya, tapi Yuna berusaha mengesampingkan perasaannya dan kembali bersikap biasa. Menangis di depan orang asing yang tidak ia kenal benar-benar memalukan.
Namun, ekspresi Yuna berubah ketika ia menatap makam ayah angkatnya. Yuna ingin mengusir pria asing ini agar ia punya privasi bersama dengan almarhum ayah angkatnya sebelum ia berangkat ke desa. Tapi Yuna tidak enak hati mengatakannya.
“Baiklah, aku rasa kau butuh privasi.” Seakan tahu apa yang ada dalam hati Yuna, Yeon pun pergi menjauh dari Yuna yang memang ingin berada dimakam ayah angkatnya untuk berpamitan. “Jangan menangis, kau lebih cantik kalau tersenyum, “ ujar Yeon sebelum pergi dan Yuna langsung terpaku melihat kepergian pria yang sampai detik ini belum Yuna ketahui namanya.
“Tunggu!” teriak Yuna. “Aku belum tahu siapa namamu?” tanya Yuna sambil kembali mengusap sisa bulir air matanya.
“Aku akan memberitahumu, kalau kita bertemu lagi,” jawab Yeon. Di hari pernikahan kita, batin Yeon dan pergi meninggalkan Yuna begitu saja.
BERSAMBUNG
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Teh Yen
waduh pasti sesudah ini Yuna keinget trus deh smaa yeon
2025-01-23
0
Kastini
dasar bengeeek yeoon anak orang dibikin mewek....drama dimulai 😊😊
2023-02-03
0
Bambang Setyo
Tenang yuna yeon selalu ada di sisimu kok..
2022-12-19
0