Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 00.00, tetapi Vania tidak juga nampak batang hidungnya. Raja sudah beberapa kali mencoba memejamkan matanya, tetapi sama sekali tidak berhasil.
Selama beberapa bulan terakhir, jadwal wanita itu memang sangat padat dan ini bukanlah yang pertama kalinya bagi Raja harus ditinggal oleh Vania.
Raja bangkit dari tempat tidur kemudian duduk di tepiannya sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ia meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas sambil bergumam.
"Sialan, dia bilang hanya sebentar! Sampai saat ini batang hidungnya pun tidak kelihatan!" kesal Raja sembari meletakkan ponsel di samping telinganya.
Sudah berkali-kali Raja mencoba menghubungi nomor ponsel Vania, tetapi tidak juga diangkat oleh wanita itu.
"Angkat, Vania!" ucap Raja dengan setengah berteriak di ruangan megah itu.
Karena saking kesalnya, Raja bahkan sampai melemparkan ponselnya ke lantai. Ponsel itu hancur tiada rupa karena berbenturan dengan lantai kamarnya dengan sangat keras.
"Arrhgg!"
Keesokan paginya.
Raut wajah Raja terlihat kacau. Hampir semalaman ia tidak bisa tidur karena kesal Vania tidak juga kembali. Bahkan sampai saat ini pun, Vania masih belum menampakkan batang hidungnya.
"Ivan, gantikan ponselku dengan yang baru," titah Raja kepada sang Assisten yang begitu setia berdiri di sampingnya. Saat itu Raja masih menikmati sarapan paginya seorang diri, di ruangan yang sangat luas tersebut.
"Baik, Tuan."
Ivan tidak tahu apa yang terjadi pada ponsel baru majikannya tersebut. Padahal baru beberapa minggu yang lalu ponsel milik Raja ia ganti dan sekarang lelaki itu meminta dirinya untuk menggantinya lagi.
"Baby, maafkan aku!"
Tiba-tiba saja dari arah pintu, Vania muncul dengan raut wajah sendu. Ia menghampiri kursi yang diduduki oleh Raja kemudian memeluk lelaki itu dari belakang sembari menciumi wajahnya.
"Dari mana saja kamu, Vania?" tanya Raja dengan ekspresi dinginnya.
"Tadi malam aku harus menyelesaikan pekerjaanku, Beb. Karena saking sibuknya, aku bahkan tidak sempat memegang ponselku. Aku tidak tahu bahwa kamu telah menghubungiku berkali-kali," lirih Vania.
"Baiklah, ini terakhir kalinya aku menghubungi nomor ponselmu. Setelah ini aku tidak akan pernah menghubungi ataupun mengganggu pekerjaanmu lagi," sahut Raja masih dengan wajah dinginnya menatap Vania.
"Oh ayolah, Baby! Jangan seperti itu," rengek Vania.
"Duduklah, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu."
Raja mempersilakan Vania untuk duduk tepat di hadapannya dan wanita itupun bergegas duduk disana sambil melemparkan sebuah senyuman hangatnya.
"Ada apa, Beb?"
"Aku ingin menikah lagi, Vania."
Ucapan yang dilontarkan oleh Raja saat itu benar-benar membuat Vania shok. Ia tidak percaya kata-kata itu akan keluar dari bibir seorang Raja. Lelaki yang selalu tunduk pada perintahnya.
"Me-menikah? Kamu pasti bercanda 'kan, Sayang?" tanya Vania dengan terbata-bata.
"Aku tidak bercanda, Vania. Aku serius dengan ucapan ku."
"Ta-tapi kenapa?!" tanya Vania yang telihat panik.
. . .
Sementara itu di kediaman Nurmala.
"Aksa, yuk! Nanti kamu terlambat," ucap Farra kepada Aksa yang sedang memasang sepatunya.
"Iya, Kak Farra. Ini sudah hampir selesai, kok."
Dengan sabar, Farra menunggu Aksa yang masih sedang mengikat tali sepatunya dan setelah beberapa saat, Aksa pun selesai. Ia berdiri kemudian menghampiri Farra sambil tersenyum hangat.
"Ayo, Kak."
Aksa meraih jari telunjuk Farra kemudian menggenggamnya. Farra pun segera menuntun sang Adik ke sekolahnya, sama seperti biasa.
"Aksa, boleh Kakak tanya sesuatu?" ucap Farra di saat mereka masih di perjalanan menuju sekolah Aksa.
"Ya, Kak. Boleh," sahut Aksa sambil tersenyum hangat.
"Aksa tau celengan plastik Kak Farra yang terletak di atas lemari pakaian kita, 'kan?" tanya Farra.
Aksa menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Ya, Kak. Aksa tau. Memangnya kenapa? Bukankah itu uang tabungan untuk masuk sekolah Aksa nanti?" celoteh Aksa.
"Ya, Dek. Tapi sekarang--" Farra terdiam. Ia tidak bisa melanjutkan ucapannya.
"Kenapa, Kak? Coba ceritakan, Aksa 'kan jadi penasaran," ucap Aksa sambil memperhatikan wajah sedih Farra saat itu.
"Bukan apa-apa, Dek. Tidak jadi," sahut Farra.
Aksa tahu ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Namun, Kakak perempuannya itu tidak ingin membicarakan masalah itu kepadanya. Dengan terpaksa, Aksa pun diam dan terus melanjutkan langkah kaki mungilnya menuju sekolah.
Akhirnya Kakak-beradik itupun tiba di depan halaman sekolah Aksa. Farra ikut masuk ke dalam sekolah untuk membayarkan uang sekolah Aksa yang tertunggak. Setelah Aksa pamit dan memasuki kelasnya, Farra segera menghampiri guru Aksa kemudian menyerahkan uang bulanan tersebut.
"Ini, Bu. Uang sekolah Aksa yang tertunggak. Maaf, baru sekarang saya bisa melunasinya," lirih Farra dengan wajah sendu menatap Bu Guru yang mengajar di kelas Aksa.
"Tidak apa-apa, yang penting dibayarkan. Terima kasih ya, Nak Farra."
Setelah selesai melakukan pembayaran uang sekolah Aksa, Farra pun segera pamit kemudian bergegas menuju tempat mangkalnya, dimana ia biasa menjual kue-kuenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Erny Manangkari
lanjut thor ceritanya makin seruuh
2023-01-17
0
Zifa Zifa
sedih banget 🙄🙄🙄🙄🙄🙄🙄🙄🙄🙄🙄hidup farra😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-04-10
1
Supi
di buat bucin aja thoor si raja ny sama Farra☺️
2022-03-30
1