Sudah lama sekali Dira berdiri di depan pintu kamar Erick. Pintu itu masih tertutup.
Dira mencoba untuk memberanikan diri. Dia ingin sekali masuk. Tapi untuk membuka gagang pintu nya saja sangat berat.
"Duh, masuk jangan ya."
Tekadnya terus menjadi labil.
"Udah masuk. Pasti kamu bisa Dir."
Dengan sangat hati hati, Dira membuka gagang pintu. Dilihatnya Erick masih tertidur pulas. Di atas kasur dia tidur dengan setengah telanjang.
Dengan posisi terlentang, dada nya berbentuk bidang sempurna. Otot otot nya yang kekar membuat Dira semakin takut untuk menjalankan misi nya.
Dira dengan langkah pelan, mulai mencari di setiap rak atau meja. Dengan cepat dia membuka semua laci.
Tapi tidak apa apa disana. Dira ingin sekali menemukan alat komunikasi. Apapun itu, dia harus bisa menemukan semacam handphone.
Dira masih belum menyerah. Dia melihat ada meja kecil terletak di dekat kasur. Tapi meja itu sangat dekat sekali dengan tubuh Erick.
Dira nekat saja. Dia lalu mencari di antara tiga susun laci. Namun masih tidak menemukan handphone sekali pun.
Hanya saja di laci terakhir, dia menemukan satu bingkai foto kecil. Dimana ada anak remaja tampan sedang berpelukan dengan wanita anggun paruh baya.
Mereka tampak sangat bahagia. Apakah ini potret anak dan seorang ibu?
Entahlah. Tapi Erick menyimpan ini. Ini pasti barang yang sangat berharga.
"Ngapain kamu," ucap Erick dengan nada yang tidak biasa.
Dira terkejut dengan suara itu. Ya ampun Erick ternyata sudah bangun. Ia tertangkap basah, sungguh memalukan.
Dira tidak bisa menjawab apa apa. Mulutnya yang biasanya cerewet kini malah menutup rapat.
Erick lalu mengambil bingkai foto dan kembali memasukan ke dalam laci. Erick menatap tajam, sebuah pandangan penuh peringatan.
"Dikamar ini, jangan berani sentuh apapun," jelas Erick dengan dingin.
Dira tidak berkutik, ia hanya bisa mengangguk. Semua recana nya sudah gagal.
"Ayo pergi, kamu mau lihat aku mandi?"
"Gak gak.. stop jangan lakuin yang aneh aneh. Iya aku pergi."
Dira dengan langkah terbirit-birit keluar dari kamar.
*****
Mereka sedang makan ala English Breakfast.
Ciri khas sarapan orang bule. Ini benar bukan selera Dira.
"Beberapa hari kedepan aku ada perjalanan bisnis. Mungkin kamu akan sendirian disini." Bincang Erick membuka percakapan di pagi hari.
"Udah berangkat aja, setahun juga gapapa," celetuk Dira tidak peduli.
Erick menunjukan jari nya ke arah sofa ruang tengah. Di sana ada banyak sekali kado berukuran besar dan paper bag dari brand brand mahal.
"Ada sedikit hadiah buat kamu," ucap Erick.
Dira memalingkan pandanganya, di sana ada setumpuk barang mewah untuk dirinya seorang.
Tapi buat apa? dia tidak ingin itu semua.
Tanpa kebebasan semua menjadi sia sia.
Acara makan pagi selesai. Erick bersiap untuk menjalankan perjalanan bisnisnya.
Jujur, Dira senang mendengarnya. Tapi di sisi lain, dia sangat takut sendirian di rumah besar ini.
Dira tidak melakukan banyak hal, dia hanya duduk di sofa ruang tengah. Hanya memandangi hadiah saja.
Erick duduk di samping nya, dia sedang merapihkan dasi.
"Aku pergi, maaf harus meninggalkan mu untuk sementara waktu."
Dira tidak membalasnya. Wanita itu hanya tertunduk lesu. Dia tidak tertarik dengan semacam permintaan maaf dari pelaku penculikan.
Erick menarik paksa pipi Dira. Pria itu ingin sekali melihat wajah Dira. Dia tidak suka melihat nya terus menunduk.
Dira diam, tidak melawan.
Erick mencium Dira, tepat di bibir mungilnya. Ciuman kilat dan penuh gairah.
Dira melotot marah. Diusapkan bibir nya dengan penuh rasa jijik. Sungguh dia adalah pria yang sangat menyebalkan.
"I will miss you," ucap Erick sebagai tanda perpisahan.
*****
Disebuah bar, Erick sedang duduk sendiri. Dia sudah banyak menghabiskan beberapa gelas alkohol.
Erick mabuk, namun dia masih belum berhenti untuk minum.
Tiba tiba ada tangan yang menarik paksa gelas itu. Seorang wanita berambut pirang panjang merebut gelas dari Erick.
"Udah minumnya. Kamu sudah terlalu mabuk."
Wanita itu adalah Jesica, sekertaris pribadi Erick di kantor. Namun bukan hanya sekedar rekan kerja, mereka adalah sahabat dekat.
Erick tertawa, matanya terus menutup.
"Jes, apa aku harus datang ke acara konyol itu."
"Kamu harus datang. Acara anniversary ketua dengan isteri nya adalah acara paling penting."
"Tapi kenapa, ayah harus memilih di hari yang sama dengan hari kematian ibu," ucapnya begitu lirih.
Erick dengan wajah stres, dia kembali meneguk langsung dari botol minumnya.
Jesica diam saja. Dia sudah sangat bisa memahami sahabat nya sendiri. Sudah menjadi kebiasaan, Erick akan mengasingkan diri di hari kematian ibu nya.
Bar ini adalah tempat favorit nya selama beberapa tahun.
"Aku harus bicarakan ini sama kamu, mungkin ini cukup penting."
Erick tidak membalas, dia hanya diam.
"Seperti nya kita harus lebih berhati hati. Ada polisi muda sering bolak balik ke tempat itu."
"Polisi?" tanya Erick penasaran.
"Tapi kita gak usah terlalu khawatir, dia hanya pemula di bidang ini. Sebelumnya dia pernah bekerja di satras narkoba."
"Pemula atau tidak, aku gak peduli. Kita kan gak tahu apa dia bertaring harimau atau hanya kucing pasar."
"Sepertinya dia tahu, kalau kamu tidak bekerja sendirian."
Erick menghela nafas panjang. Dia mulai kembali mengingat malam itu. Dimana dia menculik Dira.
FLASHBACK
Erick keluar dari mobil merah. Dia membuka pintu mobil belakang. Dilihatnya Dira masih pingsan, Erick lalu memboyong tubuh Dira keluar.
Erick berjalan sambil memboyong Dira. Dia masuk kedalam pagar pabrik yang sudah terbuka.
Mobil Mercedes-Benz terparkir di lapangan pabrik tua itu. Erick lalu berdiri di depanya. Kaca mobil turun, ada Jesica sedang merokok.
"Lama banget," ucap Jesica dengan nada kesal.
Jesica membuang puntung rokok dari jendela mobil.
"Cepat kamu ganti baju nya, jangan sampai meninggalkan jejak apapun," ucap Erick santai.
Jesica lalu keluar dari mobil. Dia lalu membantu Erick untuk memindahkan tubuh Dira.
Erick dan Jesica memakai sarung tangan, masker dan penutup rambut. Ini saatnya mereka beraksi untuk menghapus jejak.
Erick lalu kembali berjalan menghampiri mobil merah yang terparkir di depan pabrik. Dia lalu menggunakan cairan khusus untuk menghilangkan noda dan sidik jari nya.
Menggunakan pembersih debu untuk menghilangkan helaian rambut atau serpihan. Mengelap seluruh bagian mobil agar tidak ditemukan adanya air liur atau cairan mencurigakan.
Jesica menghampiri Erick yang masih sibuk. Dia membawa baju Dira yang sudah di modifikasi agar terlihat seperti di terkam hewan buas.
"Kamu yakin Rick?" tanya Jesica.
"Jangan banyak ikut campur."
"Sadar Rick, yang kamu culik itu perempuan yang sudah punya anak dan suami. Dia sudah berkeluarga."
Erick kesal dengan perkataan Jesica. Dia melempar lap di tanganya.
"Satu satu nya cara untuk menyelamatkan Dira adalah menjauhkan dia dari suami nya."
"Tapi gak gini juga caranya. Ini tuh konyol."
"Hanya aku yang pantas untuk Dira."
"Stop Erick! kamu itu gak pantas buat Dira. Kamu tuh cuman psikopat gila yang sangat terobsesi."
"Aku psikopat? Ya memang aku pria jahat."
Erick dengan kasar mencekik leher sahabatnya. Dia menatap Jesica dengan mata merah.
Jesica kesakitan, dia sudah hampir tidak bisa bernafas.
"Kamu masih ingat kan Jes? kamu juga lihat sendiri. Bagaimana ibu ku mati di pabrik ini?
"Tubuhnya gosong. Api membakar dia hidup hidup."
"TERUS APA KAMU MAU DIRA MATI SEPERTI ITU!!!" teriak Erick dengan frustasi. Dia menangis, rasa luar biasa sakit dalam hati nya.
Erick melepas cekikan, Jesica mulai menarik nafas nya yang sakit.
"Sebaiknya kita cepat bereskan, sebelum ada saksi mata," ucap Erick tanpa merasa bersalah.
Dari kejauhan seorang kakek botak yang sudah pikun melihat mereka. Dia tersenyum dan senang, karena kakek dengan penyakit nya sudah tidak bisa membedakan apapun.
"Cucuku.. kakek datang."
Dengan kaki yang sudah rapuh, dia berjalan menghampiri mereka berdua. Namun tiba tiba seorang wanita menarik paksa kakek itu.
"Kakek malah disini, ayo pulang! tak cari kemana mana malah ke tempat angker kaya gini," ucap wanita gendut itu.
"Cucuku." Kakek masih memanggil nama cucu berulang kali. Wanita itu mulai melirik ke depan. Dia melihat ada dua orang sedang membersihkan mobil merah.
Pikir nya ini adalah sesuatu yang sangat aneh. Baru kali ini dia melihat ada manusia di dekat pabrik kosong itu. Apalagi tengah malam.
Bulu kuduk nya mulai merinding.
"Tuh lihat mobil penculik. Ayo cepat pulang, nanti kakek di culik," jelas wanita itu sambil menakut nakuti.
Kakek itu tentu tidak paham. Dia tertawa dan terus saja memanggil mereka dengan cucu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
nonaAurora
keren kak... next up 👌🏻
2021-12-30
0
Wawan Juhana
Lanjuuut.. makin seru aja 😄
2021-12-30
0