Polda Metro Jaya, menyimpan segudang aktifitas para pegawai negeri sipil bekerja. Hilir mudik para penyidik yang terus bergerak menangani banyak kasus di DKI Jakarta.
Beralih pada bagian Reset Kriminal umum yang menangani unit kasus kejahatan serius di Jakarta.
Berdiri dengan porsi tubuh layaknya abdi negara yang idealis, Andi sedang mendapatkan penyambutan sebagai anggota baru.
"Perkenalkan nama saya IPTU Andi Hasyim Baskara. Mendapat mutasi tugas dari Polda Jawa Barat sebagai penyidik baru di Reskrim umum Polda Metro Jaya." jelas nya dengan tegas dan lugas.
Pria tua di samping nya bernama kapten Nasar segera memberikan tepuk tangan. Dirinya tersenyum dan bangga melihat anggota baru kini terkenal sangat berani di lapangan.
Dihadapan para anggota lain, Andi merasa gugup untuk hari pertamanya ia bertugas. Sebagai polisi muda yang baru saja mendapatkan promosi seharusnya Andi percaya diri.
"Ok Andi selamat bertugas. Semoga kamu betah disini. Di ujung sana ada meja kosong. Bersiaplah itu meja barumu."
Andi mengangguk paham. Lalu memberi hormat pada atasnya kini.
"Siap kapten. Mohon bimbingan & kerja samanya untuk semua."
Mereka berdua saling bersalaman, tanda penghormatan sebagai rekan kerja.
Andi berjalan mendekati mejanya. Dia duduk di kursi dekat jendela dan melihat lihat keadaan sekitar. Tim anggota baru lainya yang berjumlah 10 orang mulai menghampiri dia. Satu persatu saling bersalaman & memperkenalkan diri.
Pria 5 tahun lebih tua darinya memberikan sekaleng soda. Namanya adalah Zaki. Dilihat dari penampilannya, Zaki adalah penyidik senior yang ramah.
"Gimana rasanya pindah dari Reset Narkoba, pasti adaptasi yang sulit," ucapnya sebagai tanda awal pengenalan.
"Entahlah. Aku rasa ini adalah pengalaman baru yang kutunggu." Andi menambahkan.
"Menjadi Reserse kriminal di tempat seperti ini & mengharap pengalaman baru. Ahh lupakan itu." Zaki tertawa menghiburnya, melontarkan sebuah lelucon pahit sebagai tanda akrab.
Zaki sebagai rekan kerja yang baik, dia menyodorkan setumpuk kertas dan map lainya.
"Lihatlah baik baik."
"Jumlah kasus mengantri untuk diselesaikan. Benar benar gak sebanding sama gaji polisi yang kecil," ucap nya sambil dia tertawa lebar.
Andi melihat banyak sekali tumpukan berkas kasus di depanya. Entah mengapa ia sangat ingin melihat itu semua. Dihadapan Zaki, ia melihat satu persatu berkas kasus yang tengah di proses.
Andi mulai berhenti pada satu berkas kasus. Dibacanya pelan dan seksama. Ekspresinya menimbulkan kecurigaan pada Zaki.
"Kasus viral kemarin.. nah itu. Contoh kasus penculikan tanpa mayat. Bikin kami hampir kena tipes," jawab Zaki dengan semangat menggebu.
Andi masih tetap pada pandanganya. Melihat berkas kasus dan mengecek foto forensik TKP.
"Kenapa kasus ini di hentikan?" tanya Andi penasaran.
"Kasus ini masuk kategori sedang di bekukan oleh atasan. Padahal kasus ini belum genap setahun."
"Apa alasanya?"
"Sama sekali tidak ada saksi mata, rekaman CCTV sekalipun hanya beberapa titik, DNA yang ditemukan hanya milik korban saja."
"Daftar tersangka?"
"Gak ada. Nihil. Semua punya alibi yang kuat."
Andi mengangguk paham. Dia terus saja membolak-balik brief kasus penculikan.
"Dugaan untuk sementara mayat hilang karena di makan binatang buas," tanya Andi.
"Bukan, sudah final ditetapkan oleh kejaksaan dan hakim."
Andi lalu membuka lembaran foto dari hasil TKP. Dari jepretan isi mobil berwarna merah & baju yang berserakan di hutan. Dari keterangan tersebut, baju korban terdapat robekan & bercak darah hewan. Menjadi alasan kuat hilangnya mayat korban.
Zaki kini mulai bisa menilai Andi. Ekspresi yang mempunyai kejanggalan di dalam akalnya.
"Yah padahal kita semua tau kalau korban dimakan hewan buas. Pasti akan meninggalkan jejak. Tulang belulang bahkan irisan daging manusia pun sama sekali tidak ada."
Andi tersenyum mendadak. Ditutupnya berkas itu. Matanya tiba tiba saja lelah, membaca maraton deretan kasus yang kemarin viral.
"Senior, aku pinjam dulu ya berkas berkas ini."
" Oh tentu Andi. Silahkan bawa saja semuanya! hahahaha. Gak usah khawatir kami disini semua sudah punya salinan nya."
Zaki memberikan tumpukan berkas pada meja Andi. Tumpukan nya seperti nasi tumpeng.
"Makasih senior."
Diantara semua tumpukan berkas. Andi memisahkan satu bundelan berkas kedalam laci nya. Kasus yang membuat Andi begitu ingin melihat nya lebih jauh. Kasus penculikan mobil merah.
****
Andi memarkirkan mobil nya di dekat banyak kerumunan orang. Andi berjalan menghadang orang orang yang bergerombol. Tepat di depan rumah salah satu milik warga. Rumah itu sudah banyak di jaga ketat oleh polisi. Andi akhirnya bisa melewati garis kuning polisi.
Dia berjalan masuk kedalam TKP. Didalam ruang tengah nampak sekali telah terjadi sebuah keributan besar. Ada seorang wanita paruh baya menangis di samping bapak bapak terluka di bagian kepala.
Zaki menjelaskan situasi kejadian kepada Andi.
"Ini perampokan berantai. Aku yakin para pecundang ini adalah residivis kelas teri."
Andi mengangguk paham dengan penjelasan seniornya. Andi mengikuti langkah Zaki keluar dari rumah itu.
Dia menyuruh rekan yang lainya untuk segera membereskan kasus perampokan ini. Kasus yang selalu meneror warga ibu kota.
"Cek CCTV daerah sini, temukan apa saja yang bisa menangkap mereka," ucapnya pada salah satu rekanya.
Salah satu alat komunikasi HT berbunyi. Terdengar sebuah panggilan darurat untuk para polisi yang tengah berpatroli.
"Tolong segera menghampiri TKP. Ada laporan warga terjadinya keributan pada lansia di atas atap rumah. Bagi petugas patroli yang berjarak dekat dari JL. Simpang Raya mohon untuk segera meluncur. Saya ulangi lagi..."
Ada kasus baru. Mungkin sebuah keributan kecil pikir Zaki. Dia memandang Andi yang masih mematung.
"Tunggu apalagi, hayo cepat pergi. Kamu urus saja sendiri."
"Apa?" decak nya bingung.
"Anggap saja pemanasan."
Andi mengangguk. Mulai bersiap pergi menuju TKP tempat laporan warga.
****
Seorang kakek tua tertawa melihat sesuatu dari atas atap bangunan rumah. Kakek yang sudah pikun ini seperti menganggap bahwa tempat tinggi ini adalah area bermain.
"Cucuku ayo main sama kakek," ucapnya berulang kali melihat kebawah.
"Aduh ke ayo sini. Jangan deket deket sana. Nanti kakek jatuh," bujuk wanita paruh baya memakai daster lusuh itu.
Kakek itu marah secara tiba tiba. Dia menghadang semua orang untuk bisa mendekatinya. Diayunkan sebuah tongkat kayu berkali kali.
Andi melihat situasi ini agak membingungkan. Sejujurnya dia agak malas harus menghadapi kakek tua yang biasanya menjadi beban keluarga.
Tapi sepertinya ia harus menyelesaikan keributan ini dengan cepat. Tubuhnya sudah sangat lelah. Dia ingin cepat segera pulang.
"Kakek sini.. ayo!" ajak Andi sambil perlahan mendekati si kakek. Andi berusaha tersenyum lebar sambil mencoba meraih tangan kakek.
Tampak nya usaha Andi tidak sia sia. Kakek itu senang melihat Andi. Matanya berbinar dan mulai berjalan maju menghampiri Andi.
"Cucuku.. akhirnya kau datang."
"Hayo ke.. Ini cucu kakek udah pulang."
Ketika Andi mulai hampir berhasil meraih tangan kakek, tiba tiba kakek itu mulai berulah. Tongkatnya di ayun ayunkan untuk menghalang Andi.
"Awas kamu. Jangan mendekat. Hus hus sana pergi."
Andi benar benar kesal. Susah payah ia berpura pura menjadi cucu kesayangan kakek namun kini malah menjauh.
Andi mencoba menghampiri kakek dengan sangat hati hati. Kakek perlahan berjalan mundur hampir mendekati ujung bangunan.
Andi terkejut melihat kaki orang tua itu terpelintir ke belakang. Di sanalah semua orang teriak histeris melihat tubuh kurus itu akan jatuh kebawah.
Hampir saja, nyaris si kakek kehilangan nyawa. Kalau Andi tak cepat bergerak menarik tubuh kakek kedepan & segera memeluk nya sampai jatuh.
Punggung Andi kesakitan, dia meringis karena harus menahan beban berat tubuh kakek. Akhirnya misi selesai.
"Sial." gerutu sang polisi muda.
Andi merasa sangat lelah menghadapi kejadian hari ini. Kini ia harus segera mungkin masuk kedalam mobil. Andi harus secepatnya meninggalkan tempat kejadian.
Belum sampai membuka pintu mobil, wanita paruh baya yang memakai daster lusuh mengagetkannya. Dia tiba tiba menepuk kasar pundak sang polisi.
"Duh ibu bikin jantung saya copot aja." Andi sebagai polisi teladan mencoba sabar menghadapi warga sipil.
"Pak polisi sekali lagi saya terimakasih atas bantuannya."
"Gapapa bu itu udah jadi tugas saya. Penting ibu jaga baik baik ayah nya. Jangan sampai lepas lagi. Apalagi sudah pikun kaya gitu."
"Apalagi kalau kakek sampai ketemu orang jahat. Wah bisa bahaya bu." Andi menambahkan wejangan.
"Oh iya iya kenapa baru inget. Harusnya waktu itu aku lapor polisi saja," ucap si ibu dengan kesal.
Andi terdiam, menunggu si ibu melanjutkan cerita rancu nya.
"Waktu itu malam malam sekitar jam 11, kakek kabur entah kemana. Aku cari cari putar putar komplek sini gak ada. Akhirnya aku beranikan diri cari ketempat paling angker. Jarang sekali ada orang."
"Maksud ibu gimana?" Andi mulai terpancing.
"Eh betul aja si kakek ada di sekitaran pabrik kosong. Itu loh ada jalan buntu dekat sana."
"Aku kira waktu itu si kakek mau di culik sama 2 orang pakai mobil merah. Aku liat nih dari kejauhan mereka lagi bersih bersih mobil."
Otak Andi mulai bekerja, sepertinya ada sesuatu hal yang menarik dari cerita ibu rempong.
"Ih serem ya pak polisi. Ngapain coba malam malam orang parkir di depan pabrik kosong. Ibu mah yakin itu mobil penjahat."
"Mau culik kakek kakek terus di ambil ginjal nya. Ih sereeeem banget," jelas si ibu dengan nada lebay ala pemain sinetron.
Andi mulai tertawa, mencoba untuk mencairkan suasana.
"Ibu yakin itu mobil merah?"
Si ibu mengangguk dengan penuh kepercayaan diri.
"100% yakin, ibu mah jamin."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
zahra
lanjut kak
2021-12-26
0
Wawan Juhana
Next Thor 🥰
2021-12-25
0