Dira masih tidak percaya, pria itu tidur berhari hari tanpa makan dan minum.
Tubuh nya penuh dengan keringat. Berulang kali Erick mengigau menyebut sebuah nama, IBU.
"Ibu.. Ibu.. Ibu," ucapnya lirih. Wajahnya menggambarkan sebuah keresahan dan ketakutan.
Dira makin tak percaya, Erick sangat terlihat kacau. Dia juga tidak tega dengan keringat yang bercucuran membasahi seluruh wajah nya.
Dengan handuk kecil, Dira mencoba untuk mengelap keringat di bagian dahi. Namun tiba tiba tangan Erick yang dingin menangkap nya.
Tentu Dira kaget, tanganya di buat tidak berkutik. Handuk itu tiba tiba jatuh.
Erick perlahan membuka mata nya, dia mulai samar samar melihat sosok Dira. Wanita itu kini ada di samping nya.
"Ngapain kamu disini," tanya Erick dengan pelan.
Dira lalu melepaskan genggaman tangan Erick. Dia terlihat sangat gugup, dia tidak ingin Erick salah paham.
"Gak ko," balas nya dengan terbata bata.
Erick dengan mata letih nya mulai melirik, ada hidangan bubur dan air putih di samping.
Dengan kepala yang masih sangat sakit Erick berusaha keras untuk duduk. Dia ingin melihat Dira dengan jelas.
"Kamu harus makan, jangan bikin aku repot," Dira berlagak sinis.
"Sejak kapan aku suruh kamu buat bikinkan bubur, aku bisa urus diri sendiri."
Mendengar nya Dira merasa jengkel sekali. Bisa bisa nya pria itu menyepelekan usahanya. Sudah susah payah ia membuat bubur ini.
Dibawa nya nampan berisi bubur, dengan kasar dia taruh.
"Jangan baper, aku cuman gak mau kamu mati. Gak kebayang harus tinggal dengan bau mayat."
Dira bangkit, dia segera meninggalkan kamar. Dia tidak suka situasi canggung ini. Konyol sekali jika dia harus berbuat baik. Terlebih pria itu adalah penculik.
"Makasih Dira," ucap Erick.
Dira tentu saja mendengar ucapan terimakasih itu. Tapi dia harus mengabaikan. Dia harus membuang segala tentang Erick.
Kini sebuah hidangan spesial ada di depanya. Bubur dengan toping telur dan udang. Air putih hangat dan 3 butir obat.
Jujur, Erick tidak mengharapkan ini semua. Namun makanan ini akan segera membuat dirinya cepat sembuh.
Erick memasukan suapan pertama. Sungguh ini bubur yang sangat enak! Tiba tiba seluruh energi mulai menyerap masuk kedalam tubuh nya.
Erick makan dengan penuh kesenangan hati. Apa yang telah di alami nya selama ini, itu akan segera terobati.
Hanya Dira, wanita itu bisa menjadi penyembuh segala lara.
*****
Membicarakan rumah ini, memang sangat unik. Apapun yang Dira temukan dalam segala sudut, tidak ada celah sedikit pun untuk kabur.
Rumah ini terdiri dari 3 lantai. Lantai atas terdapat ruang fitnes dan kolam renang. Untuk lantai tengah hanya berisi ruang tidur dan tempat membaca. Sedangkan lantai bawah ada dapur, ruang makan dan ruang santai.
Namun dari semua itu ada satu hal yang aneh. Di rumah ini sama sekali tidak ada jendela. Semua dinding tertutup rapat. Kedap suara dan tidak ada suara luar bisa terdengar.
Erick sangat tahu betul tahu apa yang dia inginkan. Dira harus hidup dalam tekanan, kendali dan pengawasan.
Erick sedang duduk menatap layar tablet. Dia melihat Dira sedang melamun di depan sebuah lukisan besar. Ternyata selama ini Erick selalu mengawasi Dira dari kamera.
Bahkan Dira sendiri tidak tahu ada begitu banyak CCTV tersembunyi di rumah.
Dira selalu menatap lukisan besar itu, dia lakukan setiap hari. Entah apa yang dia pikirkan, namun Erick tahu dia ingin kebebasan.
Erick menutup layar tablet, dia berjalan keluar kamar. Tentu ingin menghampiri Dira yang terlihat sangat kesepian.
"Apa yang kamu lihat," celetuk Erick.
"Aku gak tau apa tujuan kamu majang lukisan ini," jelas Dira kaget, ia bahkan tidak sadar Erick duduk di samping nya.
Lukisan itu memperlihatkan suasana laut pantai yang indah dan tenang. Hanya ada pohon kelapa rindang, pasir putih dan deburan ombak
Terdapat banyak sekali keinginan Dira dalam lukisan itu. Dia ingin sekali melihat dunia luar. Dia sangat merindukan dimana ia bisa bertemu dengan banyak orang.
"Apa yang bisa aku berikan buat kamu sekarang?" tanya Erick dengan tatapan serius.
Sebuah penawaran sia sia, pikir Dira. Dia sudah tidak ada lagi keinginan untuk membicarakan kebebasan. Dira sangat tahu Erick akan membenci nya.
Sungguh Erick membuat nya bingung. Sikap nya yang seolah memberikan harapan. Tapi dalam sekejap ia bisa menghancurkan harapan itu.
"Hati ku sedang sakit, bisa kan kamu bikin gak sesakit ini," ungkap Dira dengan mata yang sendu. Tangan nya sambil menyentuh dada.
Erick menghela nafas, sungguh permintaan wanita selalu terlihat bias.
"Baik," balas Erick.
Tangan Erick mengeluarkan sesuatu dari saku baju nya. Remote kecil itu, dia lah segala kunci dari rumah ini.
Dia menakan sebuah tombol tepat di depan lukisan itu. Lukisan itu tiba tiba terbelah menjadi dua. Lalu masing masing bergerak menyamping hingga mencapai sudut.
Di balik lukisan besar itu, ada sebuah kaca bening yang sangat besar. Kaca yang dapat melihat segala nya dari dalam. Kaca yang memantulkan sinar bulan.
Kaca itu adalah jendela. Sebuah jendela yang sangat indah. Rumah ini, ternyata masih menyimpan sebuah cahaya!
Dira terperanjat, kaki nya berdiri. Dia membuka mulut lebar menganga, sangat tidak bisa mempercayai ini.
Benarkah, Ini dunia luar itu?
Dia berjalan kedepan dengan langkah pelan. Tangan nya mulai menyentuh tekstur kaca. Dia memeluk dan menangis hanya untuk sebuah jendela.
"Pantai? aku melihat pantai." ucapnya.
Sebuah pantai yang sangat mirip dengan lukisan. Jadi selama ini Dira di pasung di sebuah bangunan dekat dengan pantai.
Pantai yang sangat indah dan tenang. Dari atas sana Dira dan Erick bisa melihat jelas bagaimana keheningan malam bisa begitu mempesona.
Kedua mata Dira melihat langit. Begitu sangat beruntung, malam ini begitu banyak bintang bertaburan. Bulan yang menggantung sempurna.
Dira menangis bahagia, bagi nya ini adalah sebuah kejutan terindah dalam hidupnya. Erick memberi itu semua. Hanya Erick dan akan selalu menjadi Erick.
"Apa kamu senang?" tanya Erick dengan senyum tipis nya.
"Aku senang sekali," Dira lalu meraba lagi dada nya, dia ingin mengecek apakah tempat itu sudah tidak terlalu sakit.
Erick menghampiri Dira yang sudah di buat tak berdaya. Dira yang sudah mulai goyah akan tekad nya. Bagi Erick, ini adalah kesempatan besar untuk memanfaatkan hati wanita.
"Aku sudah bilang, hidup mu sekarang milik ku. Aku adalah satu satu nya penolong, harapan dan masa depan. Sadarlah Dira."
Dira berjongkok lalu dia menangis. Terlintas di benak nya mungkin apa yang di katakan Erick adalah sebuah kebenaran.
Rasa kecewa karena sudah tidak bisa bertemu anak dan suami sudah mulai ia lupakan. Setiap hari Erick selalu mencuci otak nya tanpa henti. Setiap waktu Erick selalu menghancurkan psikis dan kepercayaan.
Lalu harusnya kemana jalan pulang itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Raisa Febiana
sumpah asli bagus bgt ceritanya, cara penulisan nya juga bagus, tapi sepi pembacanya
2022-04-26
4
Wawan Juhana
semangaaat terus ngetik nya 👍👍
2022-01-05
1