Setelah memastikan Rachel tak terbangun di larutnya malam. Peter bersiap pergi menyelesaikan transaksi senjata ilegalnya yang sempat gagal, karena pengkhianatan yang dilakukan oleh salah seorang anggota mafianya.
Di halaman depan mansion, Keenan berdiri disamping mobil yang telah ia siapkan sembari menghembuskan nafasnya sabar, lelah menunggu bos besarnya yang tak kunjung datang.
Sesekali matanya melirik ke arah arloji yang melingkar apik di pergelangan tangannya. Menerka waktu, takut mereka datang terlambat dan membuat sang klien kecewa.
Sampai akhirnya terdengar langkah kaki yang mendekat kearahnya, membuat Keenan mendongak menatap siapa yang datang menghampirinya.
Rasa senang menghampiri lataran bos besar yang ia tunggu akhirnya menampakkan batang hidungnya. Peter terlihat sibuk memakai Coat panjang berbahan wol Vicuna.
Pria itu tampak sexy dengan pakai kasual yang terdiri atas turtleneck, jeans hitam ketat, dan coat yang juga bewarna senada. Semua serba bewarna hitam, namun tampak keren jika pemimpin mafia itu yang mengenakannya.
Keenan menunduk singkat, lalu bergegas membukakan pintu belakang dan mempersilahkan Peter masuk kedalam.
Dua mobil hitam yang berisikan 10 anggota Gold Lion di setiap mobil, mengikuti mereka dari belakang.
" Cepatlah, aku ingin transaksi ini cepat terselesaikan!" seru Peter, ia menyandarkan kepalanya sambil memejamkan mata.
Keenan mengangguk singkat, ia menginjak pedal gas mulai menjalankan mobil hitam itu menuju tempat yang telah di tentukan.
Sepanjang perjalanan Peter terdiam, matanya terpejam tapi kesadarannya masih utuh seratus persen. Pikirannya melayang kesana kemari memikirkan istri cantiknya.
Entah kenapa Peter merasa Rachel mulai menaruh perasaan padanya. Bagaimana caranya agar wanita itu sadar akan perasaannya itu.
" Kau sudah menyelidiki kelompok mafia itu?" tanya Peter.
" Seperti yang anda katakan tuan, mereka berniat merampok kita dengan membawa kabur senjata yang kita bawa!" kata Keenan menjawab.
" Hais, mereka ingin bermain-main dengan ku rupanya!" Peter membuka matanya, ia meraih dua pistol kesayangannya dan mengisinya dengan beberapa peluru.
" Aku akan melenyapkannya nanti, pastikan anak buah kita mampu menaklukkan dan menguasai situasi nanti!"
" Baik tuan!" Keenan kembali fokus dengan jalan raya yang mereka lewati.
Hingga akhirnya mereka masuk kedalam kawasan hutan liar yang jauh dari keramaian kota. Disana puluhan orang berdiri seolah menunggu kedatangan mereka.
Peter tersenyum smirk, melihat senjata lengkap yang mereka bawa sudah pasti kelompok murahan itu tak berniat menjalin kerjasama.
" Maaf membuat kalian menunggu!" Peter berucap polos, berpura-pura tak mengerti situasi berbahaya yang ia hadapi.
" Tidak masalah Mr Abbey, ngomong-ngomong dimana senjata yang kami pesan?" tanya seorang pria tua berperawakan tinggi dengan rambut putih yang bertebar hampir keseluruh kulit kepalanya.
Sepertinya pria itu adalah pemimpinnya. " Ada di peti itu!" tunjuk Peter santai.
Pemimpin mafia itu tersenyum penuh arti, ia mengambil satu koper berisikan miliaran dolar sebagai tanda pertukaran barang tersebut.
Peter menyeringai remeh, lalu meraih koper tersebut. Hening sejenak, sampai akhirnya Peter membuka koper itu dan membuang isinya tepat dihadapan pria tua itu.
Lembaran kecil bertebaran memenuhi jalanan hutan, kala angin berhembus kencang menerbangkannya kemana-mana.
Semua orang yang ada di situ terkejut, melihat lembaran kertas kosong yang ditutupi dengan beberapa lembar uang asli.
" Kau ingin menipuku huh? tidak semudah itu pak tua!" pria tua itu pucat pasi, mendengar ucapan tajam Peter yang dingin tanpa ekspresi.
Apalagi setelah melihat mata kelam yang menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi, seolah membuat rasa takut yang ada dalam dirinya bangkit dalam sekejap.
Batinnya tak berhenti bertanya-tanya, bagaimana bisa pemimpin muda itu memprediksi rencana yang ia susun rapi, dengan mudah tanpa ada kesulitan yang menghampiri.
" Kenapa diam Mr? " Peter menempelkan ujung pistolnya tepat dibelakang kepala penipu itu.
Bibirnya tak menghapuskan senyum miring, senang mendapat mangsa baru. Hasrat membunuhnya seolah berkobar, mendorongnya melakukan hal gila yang tidak bisa diprediksi manusia.
Perlahan pria tua itu berbalik, dan secara mendadak melemparkan bogeman ke rahang tegas Peter. Pria itu langsung terhempas dan tak sengaja melemparkan pistolnya kesembarang arah.
" Cih, rubah tua yang licik!" gumam Peter, tangannya mengusap setetes darah yang keluar dari sudut bibirnya.
" Kau tangani anak buah bodohnya itu, dan si tua ini bagian ku!" Peter melesatkan tinju pada tulang hidung pria tua itu.
Suara pistol dan kegaduhan lainnya terdengar keras, pertanda jika dua kelompok mafia itu tengah beradu otot.
Tentu bentrokan antara dua kelompok itu dimenangkan oleh Peter. Anggota gold Lion miliknya tidak sebodoh dan selemah anggota mafia Italia itu.
" Sudah berapa kali aku bilang, jangan bermain-main dengan ku jika tidak ingin jantung tua mu itu berlubang pak tua!" Peter menjambak rambut yang hampir memutih secara keseluruhan itu. Agar mendongak melihat wajahnya.
Peter terkekeh, seolah senang dengan pemandangan yang dilihatnya sekarang. Sebuah karya yang ia buat dengan kepalan tangan kekarnya membuat bentuk dan warna keunguan yang indah.
Dor! dor! dor! Peter menekan pelatuk tiga kali secara beruntun. Melesatkan peluru kearah kepala, jantung dan perut pria tua itu.
" Bereskan!"
" Kirim beberapa orang untuk membakar markas tersembunyi mereka. Jangan biarkan satu anggotanya pun hidup bebas menghirup udara segar," lanjut Peter memberi perintah.
Setelah semua urusan terselesaikan, Peter mengendarai mobilnya sendiri menuju salah satu hotel miliknya.
Tidak mungkin baginya pulang dalam keadaan berantakan, apalagi noda darah yang memercik mengenai leher dan dagu lancipnya. Bisa membuatnya dalam masalah jika Rachel melihatnya.
Demi apa jika bukan demi istri tercintanya. Peter menyembunyikan kekejamannya agar tak membuat Rachel ketakutan dan berlari menjauh.
Rasa perih Peter rasakan, tatkala guyuran air hangat itu mengalir melewati kulit wajah yang lebam dengan setitik darah kering.
Namun, semua itu sudah terbiasa baginya. Luka kecil itu tak berarti apapun ketimbang perasaan panik yang menyeruak memenuhi batinnya.
Entah alasan apa yang harus ia katakan nanti, saat Rachel bangun dan melihat luka kecil yang ada di ujung bibir, tulang hidung, dan dahi lebarnya itu.
Perasaan takut akan terbongkarnya jati dirinya, membuat Peter frustrasi. Berniat ingin menghilang beberapa hari sampai lukanya sembuh, tapi sepertinya itu akan membuat Rachel semakin merasa curiga.
Merasa sudah bersih, Peter keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian. Dengan cepat ia memakai pakaian yang telah disiapkan oleh pegawai hotel.
Dia tak sabat ingin beristirahat dan memeluk tubuh berisi wanitanya itu.
Jam menunjukkan pukul dua dini hari, dan Peter sampai di mansion miliknya. Dengan langkah mengambang ia masuk kedalam kamar.
Dilihatnya Rachel masih terlelap, sontak hembusan nafas lega ia keluarkan. Detak jantungnya pun menenang.
Perlahan ia naik keatas ranjang, dan tidur di bawah selimut digunakan istrinya. Tak lupa ia melingkarkan tangan, memeluk erat tubuh ramping itu.
Semoga dia tidak menaruh curiga padaku setelah melihat lebam ini!
TBC
Jika menurut kalian karya author bagus silahkan vote dan kasih hadiah, jika jelek gak usah author gk memaksa tapi like dan komen ya makasih! 🙂🙂🤗🤗🤗
warning!
cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius. 🙏!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Liana Handayani
sellalu dinanti
2022-01-18
1
Ladiva Laressa
lanjut thor.. please 🙏😍🥰
2022-01-05
1
Hamokitsi Run
peter... bnr2 dh ktmu pawangnya
2022-01-05
0