Bak pembalap Juan Manuel Fangi, Rachel mengemudikan Lamborghini Veneno membelah jalanan kota Valencia. Dentuman musik meramaikan sepinya kota, mengingat malam memasuki larut.
Musik dan bulan setengah sempurna itu menemani perjalanan gadis berusia 26 tahun berdarah asli Spanyol itu. Malam ini, akan menjadi malam bersejarah. Dimana untuk yang pertama dan terakhir kalinya Rachel bertemu dengan calon suaminya.
Bibirnya terangkat kala melihat nama hotel terpampang jelas dilantai paling atas bangunan bercakar. Pertanda tempat tujuannya tidak jauh dari posisinya sekarang.
Membutuhkan waktu tempuh sekitar lima menit untuk sampai. Rachel membuka pintu mobil dan keluar seraya memakai kaca mata hitam.
Langkahnya berlenggak lenggok sambil menyunggingkan senyum tipis. Hingga di meja resepsionis pun, Rachel masih menyunggingkan senyum sumringah dengan wajah konyolnya.
"Selamat datang di hotel xxxx! ada yang bisa saya bantu, nona?" sapa resepsionis itu ramah.
"Aku sudah membuat janji dengan, Mr Abbey." satu kalimat pendek terucap. Namun, berhasil membuat resepsionis itu paham.
"Anda Mrs Caesar?" Rachel mengangguk lemah.
"Mr Peter menunggu anda di kamar presiden suite di lantai paling atas!" Rachel mengangguk tak lupa mengucapkan terimakasih sebelum pergi.
Beberapa orang menertawakan penampilannya. Baju heboh dengan riasan tebal. Tampak menyamakan Rachel dengan ibu-ibu arisan tukang ghibah.
Sengaja Rachel berdandan seperti ini, berniat membuat paprika atau apalah itu risih dan mengusirnya pergi. Hell, Rachel bahkan melupakan namanya sekarang.
...🍁🍁🍁🍁...
Di lantai paling atas...
Suara heels bertabrakan dengan lantai berbahan marmer sehingga terdengar menggema. Sepi tidak ada siapapun di lantai ini. Sepertinya lantai ini di khususkan untuk pemilik hotel ataupun tamu spesial.
Rachel berdiri di depan pintu ganda bewarna putih dengan ukiran sederhana sebagai hiasannya. Terdapat tulisan 'Presiden suite' pada bagian atas.
Tok! tok! tok!
Rachel mengetuk pintu tiga kali. Tidak kunjung mendapat jawaban. Rachel menekan bel secara berulang. Tidak peduli jika sang pemilik kamar merasa terganggu nanti. Salah sendiri tidak segera membuka pintu.
Berdiri selama 10 menit lamanya membuat kakinya mulai terasa kaku. Ceklek! akhirnya pintu terbuka menampakkan seorang pria berperawakan tinggi dengan balutan bathrobe putih berdiri menyambut kedatangannya.
Tercium bau alkohol yang amat menyengat menandakan pria itu tengah menikmati waktu istirahat. Rachel terdiam di tempat, menatap wajah tampan rupawan yang familiar itu.
Wajah menjengkelkan yang masih dia ingat sampai sekarang. Ternyata oh ternyata, calon suaminya adalah lelaki yang ditemuinya dua tahun silam.
Padahal, dilihat dari segi bentuk wajah. Ketampanan Peter tidak jauh dari kata sempurna. Siapapun langsung terpesona begitu melihat pahatan luar biasa itu. Mata coklat tajam, hidung mancung, dan rahang tegas dengan diselimuti rambut-rambut halus.
"Masuklah!" perintah Peter.
Peter menyunggingkan senyum miring saat mengamati penampilan Rachel dari atas sampai bawah. Apa Rachel benar-benar tidak ingin menikah dengannya sampai-sampai berdandan seperti ini.
"Langsung saja pada intinya, aku ingin kau membatalkan perjodohan itu!"
"Hm, kenapa aku harus menuruti mu?" Peter menautkan sebelah alisnya seraya menikmati segelas wine.
"Aku sudah punya pacar, aku bahkan tidak perawan. Kau masih mau menerima ku huh?" alibi Rachel melantur tanpa berpikir panjang.
Gelak tawa kecil terdengar samar. Sebelum bertemu Peter Sudah menyelidiki kehidupan gadis itu. Tadinya, Peter ingin membatalkan perjodohan itu. Tapi, setelah melihat sifat buruk Rachel dengan menendang kaleng kearahnya tempo lalu membuatnya mengurungkan niat.
Peter bertekad memberi gadis itu pelajaran setimpal dengan menjadikannya istri yang penurut. Bisa di bilang hukuman seumur hidup.
"Kau punya pacar, putuskan saja lagi pula kalian belum menikah bukan. Dan soal virgin atau tidaknya, aku tak peduli. Itu berarti kau sudah ahli dalam urusan ranjang. Aku tidak perlu mengajarimu nanti!" jawaban Peter barusan bagai petir yang menyambar Rachel di siang bolong.
"Ck! jujur saja aku tidak ingin menikah dengan orang sombong seperti mu," mengungkit pertemuan pertama mereka di kasino dua tahun yang lalu.
"Tapi aku ingin!" sahut Peter cepat, menatap Rachel penuh kemenangan dengan bibir tersenyum meremehkan.
Rachel membulatkan mata, bukankah perjodohan ini sempat terlupakan karena penolakannya. Kenapa tiba-tiba dia ingin melanjutkan. Apa dia ingin membalas dendam, karena tendangan kaleng itu. Konyol sekali.
"Apa karena kaleng itu?" seketika tawa Peter pecah, Rachel tidak sebodoh yang dia kira. Rachel cukup peka sebagai seorang wanita.
"Yah, kau benar, selain itu aku tertarik melihat keberanian mu, babe!" Peter berbisik, sambil menghembuskan napas hangatnya sebelum menjauhkan wajah.
"Kau gila? hanya karena kaleng bekas, kau ingin menikah dengan ku? perlu kau tahu, aku cukup liar dan suka minum."
"Liar? aku akan menjinakkan mu nanti!" Peter mengusap lembut kepala coklat Rachel. Kedua manik abu dan coklat mereka saling beradu cukup lama.
"Tetap saja, aku ingin kau menolaknya, tuan. Kau itu bukan tipeku, kau jelek, dan pemaksa. Aku tidak suka dengan mu!" ucap Rachel jujur, namun malah membuat Peter semakin tertarik.
Harga diri Peter terkoyak mendengar penolakan Rachel. Sebelumnya tidak ada wanita yang menolak dirinya. Hanya Rachel yang berani menolaknya mentah-mentah.
"Baiklah, tapi aku punya syarat!"
"Apa?"
"Minum bersamaku!" tersenyum penuh arti.
"What tapi-"
"Kalau kau tidak mau, maka perjodohan ini akan tetap berlanjut!" sanggah Peter memotong ucapan Rachel.
Sial dia menjebak ku. Tapi tidak masalah, segelas alkohol tidak akan membuatku mabuk berat bukan.
"Setuju!" Rachel duduk di sofa kamar, menatap datar Peter sembari menebak dalam diri. Menunggu rencana Peter selanjutnya.
Peter mengangkat sudut bibirnya, membentuk sebuah seringai tipis. Dia pergi mengambil sebotol red wine dan satu buah gelas kaca.
"Minumlah!" perintah Peter sambil meletakkan botol minuman dan dua buah gelas itu di atas meja depan Rachel.
Dengan kesal Rachel menyahut gelas tersebut dan menatap Peter dengan tatapan berapi-api. Peter menuangkan wine itu hingga penuh, lalu menyuruh Rachel menegaknya lewat isyarat mata.
Gluk! gluk! gluk! dengan sekali teguk Rachel menelan cairan merah darah itu sampai tandas tak tersisa.
Huek! pahit sekali.
"Sudahkan, sekarang aku bisa pulang. Ingat! kau harus membatalkan perjodohan itu!" Rachel hendak beranjak, namun Peter mencengkeram kuat pergelangan tangannya.
"Kenapa terburu-buru nona, kita perlu mengobrol sebentar." Rachel menautkan sebelah alisnya. Lalu, kembali menjatuhkan diri.
"Kau ingin bicara apa, jangan membuang-buang waktu berharga ku!" sinis Rachel.
"Tak perlu berteriak nona, bagaimana jika kita bicara santai. Jika tidak sebagai pasangan hidup, aku harap kita bisa menjalin hubungan sebagai teman."
"Yah, terserah kau saja!" Rachel menyandarkan punggungnya, kepalanya mulai terasa pening.
"Berapa usiamu nona?" tanya Peter, walaupun sebenarnya sudah tahu usia Rachel sekarang. Dia hanya mengulur waktu, sedang menunggu sesuatu.
"Tahun ini aku memasuki usia 26 tahun!"
"Lalu kau pernah berkuliah?"
"Iya, aku pernah menempuh sarjana pertama di London university."
"Kau tahu, London surga dunia. Di sana banyak pria tampan berbadan kekar. Aku suka melihat mereka. Entahlah, tapi jiwa pencinta pria tampan ku meronta-ronta saat melihat mereka. Tanganku gatal, ingin mengulurkan tangan dan berkenalan dengan mereka." racau Rachel.
Peter tersenyum penuh kemenangan.
Mulai mabuk!
Peter tahu kadar ketahanan Rachel terhadap alkohol sangatlah lemah. Karena itu Peter memberi Rachel red wine dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Apalagi gadis itu meminumnya dengan sekali teguk. Pasti memberikan efek yang lebih cepat dari pada menegaknya secara perlahan.
"Apa aku juga tampan, nona?"
"Hm?" Rachel mengamati wajah Peter, tidak sadar telah duduk dipangkuan pria itu.
Dia menepuk pipi Peter, lalu membolak-balikkan wajahnya. Seakan tengah menilai wajah tampan itu.
"Kau cukup tampan, tapi tubuhmu buncit seperti bapak-bapak!" ejek Rachel, lalu kembali ke tempatnya semula.
Langkahnya terlihat sempoyongan, kepalanya pun semakin terasa berat. Kesadarannya menghilang sepenuhnya.
"Benarkah, apa ini yang namanya buncit seperti bapak-bapak?" Peter membuka tali bathrobe-nya. Memperlihatkan perut sixpack dengan delapan roti sobek yang menggoda.
Rachel menatap otot-otot itu penuh minat. Tidak sadar mengulurkan tangan, menyentuh dengan liur yang sedikit menetes.
Mabuk benar-benar membuat kewarasannya menghilang. Bukan karena dia murahan, hanya saja alkohol mengambil alih akal sehatnya.
"Kau mau merasakannya, nona?" secepat kilat Rachel mengangguk, tidak tahu apa arti dari persetujuannya itu.
Kena kau!
"Kalau begitu kemari dan peluk aku, sayang!" Peter merentangkan kedua tangannya, menunggu Rachel masuk kedalam pelukannya.
Dengan erat Rachel memeluk Peter, menghirup aroma cool yang begitu menenangkan dan khas. Perlahan Peter menuntunnya tidur di atas ranjang.
Malam ini Peter membuat Rachel menjadi miliknya. mengeluarkan semua benih-benih kehidupan kedalam rahim gadis liar itu.
Kau tidak bisa lari lagi, Babe!
TBC
warning!
cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
maestuti dewi saraswati
next thor
2022-01-26
0
Yunia Afida
jadi ini yang akhirnya rakhel menikah sama peter
2021-12-28
1
Ayas Alya
up kak
2021-12-28
0