Seharian penuh, Rachel berbaring diatas ranjang dengan mata yang terpejam. Sampai waktu senja telah di mulai, Rachel baru membuka matanya.
Wanita itu menguap, sembari merenggangkan otot. Tubuhnya terasa lebih ringan dari pada pagi tadi.
Rachel menggaruk rambut hitamnya yang lepek, sontak teriakkan panjang ia lontarkan, kala melihat jam menunjukkan pukul 17:30 sore. Ini bahkan sudah hampir malam dan dia baru bangun.
" Nona, apa anda baik-baik saja?" Dasha terburu-buru masuk saat mendengar teriakkan majikannya itu. Rachel tersenyum kikuk, lalu mengangguk. " Ya, aku baik-baik saja!"
Sontak helaan nafas lega terdengar dari hidung dan bibir Dasha, wanita itu merasa tenang setelah mendengar bahwa Rachel baik-baik saja.
" Anu, bisa tolong siapkan bathub ku?" tanya Rachel dengan raut wajah tak enak.
" Anda ingin mandi?"
" Iya, tubuhku terasa lengket karena belum mandi seharian ini!" kekeh Rachel sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
" Baik, saya akan menyiapkan keperluan mandi anda nona!" kata Dasha lalu melangkah pergi, masuk kedalam kamar mandi.
...🍁🍁🍁🍁...
Selesai dengan pekerjaan, Peter tidak langsung pulang ke mansionnya. Namun, Peter, yang tentunya bersama dengan Keenan mendatangi tempat tinggal Dominic. Pria itu ingin bertanya pada sang ayah mengenai liontin berbandul kupu-kupu itu.
Dominic menjabat sebagai pemimpin mafia cukup lama, mungkin saja pria paruh baya itu tahu sesuatu hal yang bisa Peter jadikan sebagai patokan teka teki yang tengah ia pecahkan sekarang.
Kelompok mana lagi yang berani mengusiknya, padahal selama ini Peter tak pernah mencari gara-gara pada mereka. Namun, Peter juga tak akan tinggal diam jika mereka mengusik ketenangan dan kedamaian anggotanya.
Hingga tibalah mereka di depan gerbang besi bewarna putih yang menjulang tinggi. Juga penjagaan dan keamanan yang ketat.
Tampak seorang bodyguard berjas rapi, berlari mendekat dan membuka pintu belakang. Dia menyambut kedatangan tuan tuan mudanya dengan tatapan senang dan raut wajah penuh keramahtamahan.
Tap! tap! tap langkah kaki Peter menggema keseluruh penjuru ruangan. Sepi, mengingat hari sudah memasuki larut malam dan sedihnya Peter lupa mengabari istrinya dirumah.
" Ada perlu apa sampai kau datang kemari malam-malam begini?" suara serak ala kebapakan milik Dominic menyanggah langkah kaki Peter.
Pria itu berbalik kearah tangga, disana Dominic berdiri tegap sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
Memang Peter, sudah mengabari kedatangannya ini, namun tetap saja Dominic merasa ada kejanggalan dengan kedatangan Peter yang secara mendadak ini.
" Dad! aku ingin membicarakan sesuatu dengan mu!" kata Peter dengan nada dan raut wajah serius.
" Hm, bicara apa?" tanya Dominic lagi dengan alis saling bertaut.
" Apa kau tidak punya ruangan khusus?" tanya Peter balik. " Ikut dengan ku!"
Dominic kembali menaiki tangga dan menyuruh Peter membuntutinya, kalau sudah begini dipastikan keduanya membutuhkan ruangan yang tenang dan jauh dari jangkauan pendengaran orang-orang sekitar.
" Masuklah!" titah Dominic, sambil membuka sebuah ruangan khusus yang ia jadikan sebagai tempat mengoleksi senjata.
Diruangan itu banyak samurai, pistol, senapan,tombak, panah, dan berbagai macam pisau yang biasa Dominic gunakan kala masih menjabat pemimpin Gold Lion waktu itu.
Sekarang, pria paruh baya itu bahkan tak punya waktu untuk bermain dengan benda-benda berbahaya itu. Waktunya habis, karena dipergunakan untuk menemani sang istri, Kanaya.
Cinta membuatnya lupa segalanya, bahkan merenggut setiap waktu berharganya. Tiada hari tanpa Kanaya, seolah wanita paruh baya itu adalah nafasnya.
" Kau ingin bicara apa?" Dominic menyahut, menyadarkan Peter dari lamunan.
" Kalung ini, kau tahu sesuatu dad. Mungkin nama kelompok ataupun orang yang memimpin kelompoknya?" Dominic mengernyit, seraya meletakkan satu botol red wine keatas meja.
" Coba lihat!" kata Dominic dan menyahut kalung perak itu. Mata birunya menelusuri setiap gambaran yang terukir.
Matanya membulat, ketika mengingat sesuatu yang terjadi di masa lalu, seolah ingatan itu datang dengan sendirinya tanpa diminta.
" Ck, mereka kembali mengusik kita huh?" desis Dominic sambil melemparkan kalung perak itu ke arah Peter.
" Maksud mu, kau tahu sesuatu dad?" tanya Peter dan diangguki Dominic.
" Black butterfly, bisa disingkat BB!" jelas Dominic, memberi tahu.
" BB? aku tidak pernah mendengarnya. Siapa mereka dad?" Dominic tersenyum, lalu membuka botol red wine nya.
" Minum!" titah Dominic seraya menyerahkan setelah penuh berisi cairan merah pekat seperti darah.
Mau tak mau Peter menegak wine itu secara bertahap. Lagi pula tenggorokannya terasa kering karena tak meminum apapun sedari sore tadi.
" Aku tidak bisa menjawabnya, pergi dan temui Darion. Tidak ada orang yang lebih tahu, kejelasan mengenai kelompok itu lebih dari Darion sendiri!" Peter terpaku, Darion? ayah Rachel.
" Aku mengerti!" kata Peter menyahuti, lalu kembali menyeruput minumannya. " Apa mereka berhubungan dengan masa lalu kalian?"
" Ya, bisa dibilang begitu. Mungkin lebih mengarah ke masa lalu ayah mertua mu boy. Juga menyangkut istri dan ibu mertua mu!" jelas Dominic yang setiap katanya mengandung arti penuh misteri.
Peter semakin penasaran, rasa ingin tahunya membuat hasratnya untuk mengais informasi meningkat drastis.
" Kalau begitu aku akan pulang dad," pamit Peter setelah menegak wine terakhirnya.
" Hm!"
Peter bergegas keluar dari ruangan itu, Dominic terdiam. menatap punggung tegap putranya yang kian menjauh. Pikirannya berlarian kemana-mana. Takut sesuatu yang buruk menimpa anak dan menantunya.
" Awasi mereka!" seru Dominic menelfon dan mematikan sambungan tanpa mendengar jawaban.
Dominic hanya bisa melindungi mereka secara diam-diam. Meski tahu Peter tak selemah itu, tetap saja Dominic adalah ayahnya yang masih mempunyai rasa cemas terhadap anaknya sendiri.
Musuh tak kenal waktu, siap menyerang kapanpun dan di manapun itu. Sesak, tapi memang inilah lika liku kehidupan yang harus pemimpin Mafia jalani.
...🍁🍁🍁🍁...
Peter dan Keenan pergi dari rumah Dominic, setelah mendapat jawaban dari pertanyaan mereka. Tidak cukup jelas, namun Peter menemukan patokan yang bisa membawanya ke sebuah jalan lurus yang akan menuntunnya mencapai tujuan.
Tapi, entah kenapa Peter merasa aneh dengan raut wajah ayahnya yang terus terang menampakkan ekspresi kesedihan.
Apa terjadi sesuatu yang Peter tak ketahui di masa lalu. Entahlah, semua ini hanya bisa di jawab oleh ayah mertuanya, Darion Caesar.
Hingga akhirnya mereka tiba di mansion Peter. Keenan langsung berpamitan pulang, karena tubuhnya pun harus segera di istirahatkan.
Masih banyak pekerjaan kantor yang menantinya besok. Mulai dari mengalihkan waktu rapat, menangani klien, semua itu harus Keenan tangani pagi-pagi sekali.
Mengingat tadi tuannya bilang akan mengunjungi Valencia secara mendadak, membuat semua jadwal kantor berantakan dan harus disusun dari awal.
Peter masuk kedalam Mansion. Di dapur, Peter mendapati Dasha masih terjaga dan sedang mencuci piring kotor.
" Apa Rachel sudah tertidur?" sontak Dasha memekik kaget, mendengar suara berat Peter tiba-tiba menyapa tanpa diminta.
" Selamat datang tuan, nona muda tertidur pulas di sofa kamar!"
" Kenapa tidak kau suruh pindah keranjang?" tanya Peter dingin.
" No-nona muda, ingin menunggu anda tuan!" kata Dasha menjawab, tanpa berani menatap dan dengan ucapan yang tergagap.
Peter hanya diam, lalu melewati pelayan itu tanpa berkata sepatah katapun. Melihat itu Dasha semakin risau, diamnya Peter bak peringatan kematian.
Lebih baik pria itu menegur dan menghukumnya, dari pada harus diam dan melewatinya. Karena bisa jadi diamnya Peter adalah tombak tajam yang akan membunuhnya nanti.
...🍁🍁🍁🍁...
Dengan langkah mengambang, Peter, masuk kedalam tanpa membuat suara apapun. Begitu melewati pintu, langkahnya terhenti. Bola matanya fokus memandang sosok wanita yang tertidur dengan posisi duduk menuduk.
Hening, hanya terdengar hembusan angin yang menggoyangkan tirai putih, yang menjulang kebawah menutupi kaca tipis transparan.
Peter menghela nafasnya lelah, lalu menggendong Rachel dan memindahkan wanita itu keatas ranjang.
Wanita itu tampak menggeliat kecil, nyaman dengan posisinya yang terlentang. Bibir Peter tersenyum seiring dengan tangannya yang telulur untuk menutupi Rachel sampai ke leher.
Setelah itu Peter duduk di sofa yang di tempati Rachel tadi, dan mematik rokok. Dalam kepulan asap itu, Peter nampak melamun, memikirkan masalah yang mengitari hidupnya.
Tidak bisakah dia hidup dengan penuh ketenangan dan kedamaian walau hanya sehari. Sepertinya tidak bisa, mengingat pekerjaan yang disandangnya merupakan pekerjaan berbahaya dengan taruhan nyawa.
TBC
Jika menurut kalian karya author bagus silahkan vote dan kasih hadiah, jika jelek gak usah author gk memaksa tapi like dan komen ya makasih! 🙂🙂🤗🤗🤗
warning!
cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius. 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Yunia Afida
semangat terus💪💪💪💪
2022-01-24
1
Nabila hasir
author selalu menanti lanjutannya peter
2022-01-19
1
Azka
thor kmn sh gk up w nungguin nih
2022-01-14
0