Setelah satu jam bersantai di acara pernikahan Ibram dan Naomi. Mereka izin untuk pulang, karena hari sudah malam. Akhirnya selepas maghrib mereka meninggalkan rumah Ibram.
Alea kembali naik ke motor Ardhan, mereka melajukan motor mereka dengan berbaris rapi di jalan raya. Supaya tidak ada yang tertinggal. Mengingat tak ada satu pun dari mereka yang berasal dari kota itu. Motor Ardhan melaju paling akhir.
Jam setengah sembilan malam, mereka kembali sampai di kota. Ardhan masuk ke salah satu spbu untuk mengisi bensin.
"Kalian duluan!" teriak Ardhan pada rombongan di depannya.
"Ok!" sahut Zaka yang berada di depannya.
Begitu juga dengan yang lainnya, yang mendengar teriakan Ardhan.
"Tidak usah turun!" ucap Ardhan saat Alea akan turun begitu masuk barisan antrian.
"Ha? emang gak papa, Bang?"
"Memangnya siapa yang akan melarang?" tanya Ardhan menoleh sedikit ke kiri melirik Alea yang nengok ke depan.
"Maksud aku nggak enak sama yang ngisi bensin nya" ucap Alea tersenyum kecil. Antara gugup dan senang melihat Ardhan dari posisi itu sungguh manis, meski tertutup helm.
"Gak masalah!" jawab Ardhan.
"Kamu laper nggak?" tanya Ardhan setelah mengisi bensinnya.
"Belum lah, Bang! kan tadi udah makan di sana!" jawab Alea.
"Kamu suka nongkrong di cafe?" tanya Ardhan dengan melajukan motornya pelan.
"Bukan suka sih, Bang! kalau bosen aja aku nongkrong di cafe!" jawab Alea.
"Sama siapa?"
"Dulu sama Mas Ibram dan Naomi! tapi sejak mereka bertunangan aku sering nongkrong sendirian!"
"Di mana?"
"Cafetaria!"
"Kamu suka ngopi?"
"Suka banget! ice kopi cappucino lebih suka lagi!" jawab Alea.
"Ngopi dulu mau?" tanya Ardhan.
"Hah!" pekik Alea yang shock di ajak nongkrong.
"Kenapa?"
"Beneran Bang Ardhan ngajak ngopi di Cafetaria?"
"Iya!" jawab Ardhan. "Lagi pula dekat dengan kost mu kan?" tanya Ardhan.
"Iya sih, Bang!"
"Jadi mau nggak?" tanya Ardhan.
"Mau, Bang!" jawab Alea.
Mau banget malah! sampek tengah malem aku juga mau!
Lanjut Alea dalam hati dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat.
Ardhan memarkirkan motornya di depan Cafetaria. Alea turun dan melepas helm nya, begitu juga Ardhan. Mereka masuk bersama - sama ke dalam cafe, dan langsung memesan minuman di meja kasir dan Ardhan langsung membayarnya.
Kemudian mereka memilih untuk naik ke lantai atas. Di lantai atas di desain dengan nuansa outdoor, tanpa atap. Hanya di hiasi lampu hias yang berkelap - kelip dengan pelan. Menciptakan suasana romantis dan santai bagai mereka yang memang ingin menghabiskan malam di Cafetaria.
Mereka duduk di berhadapan di meja kecil dengan hanya ada dua kursi. Dan berada tepat di pagar pembatas. Sehingga mereka dapat melihat keramaian jalan raya.
"Kamu sendirian di kota ini?" tanya Ardhan sambil menunggu pesanan mereka.
"Di kost sih iya, Bang!" jawab Alea. "Tapi ada Kakak kedua ku di kota ini, tapi dia tinggal bersama mertuanya!" jawab Alea.
"Daerah mana?"
"Utara!" jawab Alea.
"Oh!" Ardhan mengangguk. "Kamu punya kakak berapa emangnya?" tanya Ardhan pura - pura tidak tau.
"Tiga! aku anak ke empat!"
Ardhan mengangguk, seolah baru tau jika Alea anak ke empat dari empat bersaudara.
"Kalau Bang Ardhan anak ke berapa?" tanya Alea yang ikut pura - pura tidak tau.
"Pertama!"
"Punya tiga adik?" tanya Alea setengah bercanda.
"Haha! ya nggaklah mbak!" jawab Ardhan tergelak kecil. "Hanya punya satu adik!" lanjut Ardhan.
"Hehe!" Alea tersenyum melihat Ardhan yang terlihat begitu manis saat tertawa. "Bang Ardhan kan lebih tua dari Alea, mulai sekarang panggil Alea aja, jangan pakai mbak!" ucap Alea.
"Kenapa begitu?"
"Biar akrab!" jawab Alea.
"Kamu mau kita lebih akrab?" goda Ardhan.
"A..." Alea bingung, dia tampak berfikir dengan wajah yang terlihat kikuk.
"Haha! lupakan!" ucap Ardhan.
Alea kembali terpesona dengan senyum Ardhan yang sangat manis dan berkharisma.
Pesanan mereka akhirnya datang juga. Alea dengan jus alpukat nya, karena menghindari kopi di malam hari. Ardhan dengan secangkir kopi espreso. Di tambah satu piring kentang goreng untuk mereka berdua.
"Minum!" ucap Ardhan setelah waiters meninggalkan tempat mereka.
"Iya!' jawab Alea.
"Ngomong - ngomong kakak mu sudah menikah semua?" tanya Ardhan yang mulai terlihat santai dan natural.
"Yang sudah menikah dua, kakak ketiga ku belum! kami hanya berjarak dua tahun!" jawab Alea. "Kalau Bang Ardhan kenapa belum menikah?" tanya Alea.
"Nggak ada yang mau sama aku!" jawab Ardhan sembari kembali menyeruput kopinya.
"Masa?" ucap Alea tak percaya.
"Iya!" jawab Ardhan.
"Aku nggak percaya kalau nggak ada yang mau sama Abang!" ucap Alea menyebikkan bibirnya.
"Kenapa nggak percaya?" tanya Ardhan.
"Secara, Bang Ardhan ganteng, motor keren, pekerjaan juga ada!" jawab Alea.
"Tapi aku tidak punya orang tua!" ucap Ardhan.
"Bang Ardhan beneran nggak punya orang tua?"
"Iya!" jawab Ardhan mengangguk. "Mereka meninggal sepuluh tahun yang lalu, saat adik ku masih berusia enam tahun. Kamu bisa bayangkan anak usia enam tahun kehilangan kedua orang tuanya secara bersamaan?"
Alea tidak menjawab, dia hanya tampak terlihat mendadak sedih.
"Kala itu dia menangis, tanpa tau apa yang akan ia hadapi di masa depan! Hidup berdua dengan ku tanpa di dampingi orang tua!" lanjut Ardhan. "Dia belajar hanya denganku, aku yang kala itu baru kelas dua SMK!" Ardhan menunduk, mengingat masa remajanya yang harus menjadi orang tua untuk adiknya.
"Apa waktu itu Bang Ardhan menangis?" tanya Alea.
"Menangis?" tanya Ardhan melihat Alea sekilas. "Tentu saja hati ku menangis, melihat kedua orang tua ku pergi bersamaan. Tapi aku ingat, ada adik ku yang harus aku jaga hatinya. Hati kecilnya yang masih rapuh!" jelas Ardhan. "Kala itu aku hanya menangis saat tak ada satu orang pun bersama ku!"
"Bang Ardhan adalah Kakak yang hebat!" ucap Alea menatap dalam wajah Ardhan yang menunduk.
"Setelah aku lulus SMA dengan bantuan biaya dari Kakek, aku pergi ke kota ini! meninggalkan adik ku dengan kakek dan nenek ku di rumah mereka yang tak jauh dari rumahku. Aku mulai terombang - ambing untuk mencari pekerjaan tanpa support dari orang tua. Sampai akhirnya aku bertemu Pak David, manager bengkel itu. Dan aku bekerja di bengkel itu sebagai pemula. Setahun kemudian aku memutuskan untuk kuliah dengan gaji yang sudah aku dapatkan!" cerita Ardhan panjang lebar.
"Memangnya ada gadis yang menolak Bang Ardhan karena Bang Ardhan sudah tidak punya orang tua?"
"Ada!" jawab Ardhan. "Karena tanpa orang tua ku, aku menjadi sangat miskin!"
"Sungguh tidak masuk akal, menolak karena hal seperti itu!" ucap Alea.
"Apa kamu juga akan menolak ku?" tanya Ardhan.
"Hah!" pekik Alea yang tidak paham maksud Ardhan. "Maksud Bang Ardhan?" tanya Alea.
"Apa kamu akan menolak ku jika aku menginginkan kamu jadi pacar ku? atau bahkan istri ku?" tanya Ardhan menatap dalam mata Alea.
"What!" pekik Alea yang kebingungan. Seolah darahnya berhenti mengalir melihat Ardhan dengan wajah seriusnya.
"Aku sudah lama tidak mengenal cinta! aku juga tidak tau apa aku mencintai mu atau tidak! yang jelas aku sangat bahagia saat bersamamu hari ini! aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini saat bersama gadis lain!" ucap Ardhan. "Sebenarnya, sudah lama aku melihat kamu secara diam - diam! tapi aku ragu mengingat Fahry yang begitu serius mendekati mu!"
Nafas Alea mulai tak beraturan. Ternyata selama bukan hanya dia yang memperhatikan Ardhan. Melainkan mereka saling memperhatikan dalam diam.
"Jadi?" tanya Ardhan menatap intens wajah Alea yang terlihat bingung.
.
.
.
•√•√•√•√•√•√•√•√•√•√•√•√•√•
**Diterima nggak ya sama Alea?
Tunggu next episodenya ya 🤩🤩
Happy reading 🌹🌹🌹**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Yukity
mampir di sini👍🏻😍
2022-05-21
1
꧁༺Clemira_Ayumna༻꧂
double up donk thorrr...
jadian donk thor Alea m Ardhan...
2022-01-12
6
Hiatus
mw tdr liat notif. jejak dl ya kk othor.🤗
2022-01-12
2