Chapter 18
Jonathan pulang ke rumah keluarga Xu yang membuat ayah dan ibunya kaget bukan main. Apalagi melihat putra sulung mereka yang terlihat acak-acakan dan tidak terawat, membuat tanda tanya di hati mereka berdua bertambah. Jonathan hanya menyapa sekilas dan langsung menuju kamarnya dan kamar adiknya untuk mandi dan mempersiapkan pakaian untuk Kenzo. Ayahnya menyusul Jonathan ke kamarnya dan bertanya apa yang terjadi.
“Jika waktunya sudah tiba, ayah akan tau semuanya, hanya saja sekarang Jo belum bisa menjelaskan apapun dan oh iya dari hari ini sampai waktu yang belum ditentukan, ayah jangan menganggu Kenzo dulu, jangan pernah membahas pertunangan ataupun perjodohan lagi kepadanya,” kata Jonathan sambil berpakaian dengan cepat.
“Kenapa? Adik mu telah dewasa, dia sudah saatnya menikah dan mempunyai seseorang yang menemaninya, ayah hanya ingin dia melupakan Alin, ayah tidak ingin dia larut dalam rasa bersalahnya,” kata sang ayah.
“Aku mohon ayah, Jo tidak pernah meminta sesuatu kepada ayah dan hari ini untuk pertama kalinya jo minta, jangan lagi ayah memaksa Kenzo untuk bertunangan ataupun menikah, itu saja, serahkan semuanya kepada Jo, jika sudah saatnya ayah akan tahu alasan Jo meminta hal ini, Jo hanya tidak ingin Kenzo tertekan, dia baru pulih dari depresi beratnya ayah, ku mohon mengertilah,” mohon Jo.
“Aih, baiklah-baiklah, ayah tidak akan ikut campur dalam kehidupan asmara adik mu, kamu puas? Oh iya kamu pulang kok nggak ngabarin ayah?” tanya ayahnya.
Jonathan nyengir. “Maaf yah, Jo ada urusan mendadak di sini jadi pulang lebih awal dan sebenarnya Jo udah pulang 1 minggu yang lalu, tetapi Jo pulang ke apartement Kenzo, oh iya Jo buru-buru mau pergi lagi, obrolannya di lanjut di lain hari aja ya yah?” kata Jo.
“Mau ke mana? Ke perusahaan?” tanya sang ayah.
“Tidak, Jo mau ke rumah sakit, temannya Jo kecelakaan dan sekarang koma,” kata Jo.
“Astaga, ya udah sana,” kata ayahnya.
Jonathan pamit kepada ayah dan ibunya untuk ke rumah sakit, walaupun krhidupan yang dijalani Jonathan sangatlah keras dan kejam, tetapi Jonathan tidak melupakan sopan santun dan adabnya sebagai anak. Dia akan
berbanding terbalik ketika dia berada di rumah ataupun berada di tengah-tengah keluarganya, hanya adiknyalah yang tahu bagaimana kehidupan yang dijalani kakaknya. Sebelumnya Kenzo tidak terima kakaknya berkecimpung di dunia mafia, tetapi Jonathan adalah Jonathan, dia tidak akan mengalah dalam urusan ini hanya
karena adiknya protes. Kenzo juga sangat membenci mafia, tetapi kakaknya menjadi pemimpin mafia sebagai pemegang kekuasaan dan kendali shadow economy di negaranya dan tidak bersangkutan dalam penjualan narkoba ataupun senjata ilegal. Itulah alasan Kenzo bisa menerima identitas pemimpin mafia dan kadang ikut terjun bersama kakaknya.
Tak menunggu lama, Jonathan mengemudikan mobil sportnya menuju rumah sakit dengan cepat. Dia tidak ingin membuang waktu lebih lama dan lagipula sekarang adalah masa-masa yang sangat krusial dimana sangat berpengaruk kepada Kenzo. Tak menunggu waktu lama, mobil sport itu telah sampai di parkiran VIP rumah sakit ternama di ibukota tempat Alin dirawat. Jonathan mendapati adiknya masih duduk dengan tangan terkepal dan tatapan kosong, belum ada perkembangan mengenai kondisi Alin. Jonathan hanya menghela nafas berat dan menyodorkan paperback berisi pakaian bersih untuk Kenzo. Dia hanya menatap pakaian yang disodorkan kakaknya tanpa ingin menyentuhnya. Jonathan memaksa adiknya melalui matanya, mau takmau Kenzo menuruti kemauan Jonathan, Kenzo beranjak menuju kamar mandi. Tak berapa lama, Kenzo muncul dengan tampilan yang lebih segar dan sedikit rapi, walau raut sedih dan kusut di wajah tampannya tak bisa disamarkan
oleh segarnya air dan sabun.
Waktu melesat dengan cepat tanpa bisa menunggu, semua orang yang menungu di luar ruang rawat VVIP dengan harap-harap cemas. Mampukah Alin bertahan dan melewati masa kritisnya? Hari hampir pagi tetapi belum ada kabar sama sekali dari dokter dan mereka tidak diizinkan masuk. Kenzo semakin gusar dan gelisah, sekali-kali dia mengintip ke dalam walau tidak bisa melihat dengan jelas, terkadang dia akan berjalan mondar-mandir dan meremas tangannya satu sama lain. Sedari Alin dibawa ke ruamh sakit, tak pernah sekalipun Kenzo menyentuh makanan atau hanya sekedar seteguk air. Untuk urusan ini, Kenzo tidak bisa dibujuk, bahkan kakaknya sendiri. Jika Kenzo tidak mau makan ataupun minum, jangan sekalipun membujuknya atau dia akan mengamuk. Walau begitu, kakaknya telah mempersiapkan makanan dan minuman di samping adiknya, kalau-kalau adiknya mau makan. Semua orang sibuk dengan keperluan masing-masing, sebagian anak buah Jonathan berangkat membersihkan sisa-sisa keluarga Hans, sebagian lagi menjaga satu lorong rumah sakit yang hanya di tempati oleh Alin, sebagian lagi, menjaga markas dan tahanan utama, siapalagi kalau bukan Hans.
Tiba-tiba pintu ruang perawatan Alin terbuka, munculah wajah dokter yang sedari kemarin belum keluar dari ruang perawatan itu, wajahnya tampak sekali sangat kelelahan dan kepalanya menggeleng lemah.”Tuan muda
silahkan masuk, tetapi sebelum itu saya harus meminta maaf, kondisi dari nona muda belum ada perubahan sama sekali, tetapi sedari 6 jam yang lalu, nona muda selalu berucap lirih memanggil tuan, barangkali suara tuan muda mampu merangsang kesadarannya, sekarang kita hanya bisa berharap pada keajaiban tuhan.”
Tanpa diperintah dua kali, Kenzo merangsek masuk ke dalam ruangan, di mana istrinya tengah terbaring
sekarat. Matanya membulat melihat wajah pucat istrinya, lalu tatapannya beralih ke alat deteksi detak jantung yang menampilkan angka-angka yang semakin menurun. Para perawat menyingkir ke samping memberi ruang bagi sepasang suami istri itu, yang entah untuk berpamitan atau menyambung hidup kembali. Semua orang menahan nafas menanti takdir apa yang akan terjadi. Kenzo langsung duduk di samping istrinya, mengenggam tangan yang mulai dingin itu. Air mata seperti air bah yang menerjang, luruh tak terbendung, pertahanan hatinya hancur untuk yang ke sekian kalinya. Ketakutan yang amat besar kini menggelayut di hatinya, dia belum siap jika harus melepas Alin pergi. Tidak. Kenzo tidak akan sanggup. Jangan lagi. Dia memohon di dalam hatinya kepada tuhan, memohon agar mengembalikan istrinya ke sisinya kembali. Mulutnya masih terkatup tetapi hatinya sedari tadi menjerit, meratap, berteriak, memohon dan sebagainya. Tangannya gemetar mengenggam erat tangan istrinya, berharap penuh agar dia bisa bangun lagi.
“Alinku sayang, kau dengar suaraku? Ku harap kamu mendengarnya, dengarkan! Apa kamu akan pergi? Apa kamu tega meninggalkan aku sendirian lagi? Haruskah aku hidup menanggung rasa bersalah dan kesedihan luar biasa ini kembali? Ku mohon bertahanlah, tetap di sisiku! Aku tak mengizinkan mu pergi lagi, ku mohon jangan lagi kamu menyiksaku dengan kepergian mu, haruskah aku menyusul mu? Ku mohon bangunlah dan jawab pertanyaanku! Kumohon,” kata Kenzo dengan suara lembutnamun sarat akan kepiluan.
Tidak ada respon, namun nafas Alin semakin lemah, alat deteksi detak jantung berbunyi nyaring menandakan seseorang akan pergi. Kenzo semakin panik dan takut, digenggamnya tangan Alin dengan kuat, kepalanya
menggeleng kuat seakan tidak rela melepas istrinya. Dia menciumi tangan istrinya berkali-kali, memohon agar istrinya bertahan, tak disadari kakinya menghentak-hentak tak rela. Rasa takut dan kesedihan mendalam seperti ratusan jarum melesat menusuk jantung, airmata semakin deras tak tertahan menemani setiap nafas yang berusaha diraih oleh istrinya. Tidak. Nafas Kenzo semakin memburu, sesak terhimpit persatuan rasa di dadanya, dia semakin terisak di sela-sela tarikan nafas yag tinggal satu-satu dari Alin. Belahan jiwanya meregang nyawa, bunganya telah layu dan akan mati, bagaimana ini? Kenzo berada di dalam kekalutan yang seakan membutakan matanya dan menulikan telingannya. Hingga akhirnya suara nyaring panjang mengakhiri segalanya, dunianya telah runtuh dan punah, pandangannya seketika menggelap, tidak ada lagi suara, tidak ada lagi rasa, semua kosong, gelap.
Ketika cahaya kembali menyapa sang mata yang mengerjap beberapa kali, suara mulai menyentuh gendang telinganya, Kenzo langsung bangun terduduk seperti tersengat jutaan volt listrik. Dia memaksa otaknya untuk segera bekerja, dalam setengah sadarnya bayangan wajah cantik Alin terlintas. Ya, itu dia. Bagaimana dengan istrinya, dia mengingat-ingat kejadian terakhir sbelum semuanya menjadi gelap dan kosong. Seketika deru nafasnya kembali memburu, tangannya meremas satu sama lain, satu kata yang kini mengelayut kembali di hatinya. Takut.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Srie wibi
kumenangiss menahan beratnya beban ini
2022-10-23
0