Alin telah memantapkan hatinya untuk segera sembuh dan menyusun rencana untuk kabur dari rumah kakeknya. Kalaupun dia belum sembuh sepenuhnya dia tetap akan pergi dari rumah yang selama ini telah mengurungnya dan membatasinya. Alin telah kehilangan semua haknya untuk mengatur kehidupannya sendiri semenjak dia menginjakkan kakinya di rumah itu 10 tahun yang lalu.
Alin sangat merindukan ayahnya yang telah meninggal saat tragedi mengerikan yang terjadi dimasa kecilnya. Alin tidak begitu mengenal sosok ibunya karena beliau meninggal beberapa hari setelah melahirkan Alin karena pendarahan pasca melahirkan. Dia hanya mengingat wajah ibunya dari sebuah foto saat ibunya tengah \ mengandung dirinya.
Tiga hari sejak dia tak sadarkan diri karena penyakitnya kambuh, Alin sudah tidak sabar lagi untuk segera meninggalkan rumah itu. Kakek Gu juga telah mulai mempersiapkan acara pernikahan yang akan dilaksanakan 2 hari ke depan. Hans dan juga keluarganya juga telah mengjenguknya serta mengucapkan selamat untuk Alin yang akan menjadi istri Hans. Dia tidak berkata apapun hanya menampilkan ekspresi datar, yang membuat kakenya memperingatkanya lewat tatapan mata, tetapi Alin tidak peduli.
Sore itu, Alin akan menjalankan rencananya untuk kabur, dia meminta izin kepada kakeknya untuk berjalan-jalan di taman belakang mansion yang menampilkan pemandangan danau indah dan juga terhubung dengan hutan. Alin akan melarikan diri melewati jalur hutan karena itu adalah satu-satunya jalan bagi dia bisa bebas dari rumah itu dan tentunya tidakada penjaganya. Kakek Gu tidak menaruh curiga terhadap Alin bahkan beliau beranggapan bahwa mungkin cucunya sedang bosan dan ingin menghirup udara segar.
“Terima kasih kek,” kata Alin sambil berlalu menuju taman.
Dengan mengenakan dress sepanjang lututnya dan juga sweeter berwarna hitam, Alin berjalan ditemani oleh seorang pelayan dan 3 bodyguard. Alin memikirkan bagaimana cara untuknya mengalihkan perhatian dari ke empat penjaganya itu. Akhirnya Alin mempunyai ide sederhana, dia memerintahkan pelayannya untuk membawakan nasi dan juga lauk pauk sementara ke 3 bodyguardnya dia suruh untuk mengambilkan kursi santainya beserta meja yang berada di sekitaran kolam renang. Hal itu dia lakukan untuk mengulur waktu agar dia bisa berlari ke arah hutan.
“Tapi nona tuan besar memerintahkan kami agar tidak meninggalkan nona sendiri,” kata salah satu bodyguard.
“Tenang saja, aku tidak akan kabur, sudahlah cepat kerjakan perintahku nanti keburu malam, aku ingin menikmati suasana sore dengan makan di pinggir danau,” kata Alin dengan enteng.
Mau tak mau mereka melaksanakan perintah dari Alin, sementara itu dia bergegas untuk lari ke arah hutan. Alin berlari dengan sangat kencang, hingga hari semakin gelap ketika dia sampai di tengah hutan yang rimbun. Ada perasaan takut yang menggelayut di hatinya. Namun keinginanya untuk bebas dari cengkraman kakeknya membuatnya sedikit lupa akan situasi berbahaya yang akan dia alami di hutan tersebut.
Alin terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dengan keadaan yang berantakan, gelap, sunyi, dia kelelahan dan juga tubuhnya yang masih lemah membuatnya berjalan dengan sempoyongan. Alas kakinya telah hilang entah kemana yang mengakibatkan kedua kakinya terluka dan berdarah. Dia tidak peduli yang terpenting segera menemukan jalan raya dan dia akan segera bebas dari kakeknya.
Dia ingat jika di belakang hutan tersebut ada sebuah jalan yang menuju ke ibu kota, walau hanya jalan pintas yang jarang dilalui, Alin berharap dia bisa mendapat tumpangan. Waktu menunjukkan pukul 19.30, tubuh Alin sudah tak mampu lagi bertahan, perlahan-lahan pandanganya menjadi kabur dan akhirnya gelap. Karena cahaya yang minim, Alin terjatuh dan menggelinding dari tebing yang tidak begitu tinggi dan tak sadarkan diri.
Dari arah berlawanan terdapat mobil jeep militer yang melintas, mobil itu mengerem dengan tiba-tiba karena sang sopir melihat seorang gadis yang terjatuh dari tebing di sisi jalan. Sontak saja hal itu membuat penumpang di belakang terkejut dan mengumpat.
“Sial! Apa yang kau lakukan hah?” bentak seorang pria tampan dengan seragam militer.
“M-maaf kapten, saya tidak sengaja, em saya juga terkejut karena ada seoarang gadis yang terjatuh dari tebing dan dia terkapar di jalan,” kata sang sopir takut sambil menunjuk seorang gadis yang berada di jalan.
“Alah cuma modus, mungkin dia adalah komplotan perampok yang sedang beraksi, mana jalanannya sepi lagi,” kata pria itu cuek dan tidak peduli.
“Tapi sepertinya bukan kapten, lihat ada darah yang menggenang di sekitar kepalanya kapten,” kata sopir itu.
Pria itu pun keluar dari mobilnya dan memeriksa keadaan gadis itu, dan benar saja, dia melihat Alin dengan kondisi terluka parah. Akan tetapi pria itu malah tercenung memandang wajah Alin, dia seperti mengenal wajah itu. Namun dia tersadar dari lamunannya ketika sopirnya memegang pundak pria itu dan segera membawa Alin masuk ke mobil.
Mobil itu melaju menuju ke ibu kota, sepanjang perjalanan pria tersebut menatap lekat wajah pucat Alin. Dia seperti sedang mengingat sesuatu dan kemudian dia tercengang.
“Apakah itu kamu Alin? Kamu masih hidup?” katanya lirih.
Matanya berkaca-kaca mendapati teman masa kecilnya kini berada dipangkuanya, dia tak menyangka jika Alin ternyata masih hidup. Dia juga bertanya-tanya mengapa kondisi Alin seperti ini, apa saja yang sudah dialami gadis itu. Semua pertanyaan yang terpendam kini berputar-putar kembali dikepalanya tanpa mendapat jawaban. Sepuluh tahun sudah dia mengira jika Alin telah tiada, dalam kurun waktu itu hatinya seperti mati dan membeku.
Sejak dia mengira Alin telah pergi, pria itu berubah menjadi sosok yang dingin dan juga sulit didekati, dia berlatih dengan gila dan tidak mengenal kata menyerah. Namun hal itulah yang mengantarkanya menjadi sosok kapten yang disegani dan juga ditakuti oleh banyak orang. Kejadian masa lalu telah menjadikan hatinya tanpa rasa, dia menjadi tidak mengenal rasa kasihan dan iba serta tanpa ampun menggempur musuh-musuhnya.
Dia tidak akan pernah lupa ketika jenderal favoritnya dan juga putrinya, Alin meninggalkanya saat mereka diserang oleh sekelompok mafia. Rumah mereka habis terbakar dan juga meledak akibat bom yang dipasang oleh kawanan mafia tersebut. Jadi ketika dia mendengar ataupun mendapat misi untuk membinasakan mafia, dia akan berubah menjadi sangat brutal, sadis, serta kejam.
Dialah kapten Kenzo, seorang pria tampan dengan mata hitam jernih dan pandangan tajam membuatnya digilai banyak tentara wanita di pangkalan markas komando militer tempatnya berada. Dengan tinggi 188 cm dan juga otot-otot kekarnya membuat tampilannya semakin sempurna, sungguh ciptaan tuhan yang tiada duanya. Dia adalah kapten militer paling muda dan berbakat sepanjang sejarah kemiliteran, Kenzo masuk ke militer sejak usianya menginjak 12 tahun. Segudang prestasi dan juga penghargaan telah menghiasi sepanjang karir tentaranya hingga saat ini.
Ayahnya juga adalah seorang tentara dengan pangkat jenderal waktu Kenzo masih kecil, ayah Kenzo dengan Ayah Alin adalah sahabat ketika mereka berada di pelatihan tentara sewaktu muda dulu. Ayah Kenzo telah pensiun sejak ayah Alin meninggal dan memilih meneruskan bisnis keluarganya di ibu kota. Karir tentaranya kini dilanjutkan oleh putra keduanya. Kenzo.
Sementara itu.
Kenzo dan supirnya telah sampai di depan sebuah rumah sakit dan segera menggendong Alin menuju ruang IGD. Dokter yang berjaga di IGD segera melakukan tindakan medis terhadap Alin. Sementara itu Kenzo menunggu di depan ruangan dengan gelisah dan juga baju yang berlumuran darah. Sang sopir terkejutmelihat kaptenya begitu cemas karena seorang wanita. Ini adalah yang pertama kalinya. Siapa wanita itu? Apakah dia gadis yang ada di foto yang selalu kapten bawa? Wajahnya agak mirip sih walau yang di foto adalah gadis kecil. Semua pertanyaan berkecamuk dipikiran sang sopir.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments