*01

Arabella, seorang gadis cantik berusia 19 tahun yang kerap di pangil Rara/Bela.

Rara adalah sosok yang pekerjaan keras, bahkan sekarang ia bekerja paruh waktu di sebuah minimarket kecil demi melanjutkan kuliah nya dan juga menanggung biaya perawatan ibu angkat nya yang kini terbaring lemah di rumah sakit, karena kecelakaan saat sedang bekerja.

Rara tidak punya orang tua kandung lebih tepat nya sejak kecil ia hanya tinggal bersama kedua orang tua angkat nya dan kakak angkat nya, kehidupan mereka sangat lah miskin, di tambah lagi ayah angkat Rara, "Herman" yang bersifat buruk dan juga suka mabuk-mabukan.

Tidak hanya Herman, kakak angkat Rara yang bernama "Anis" juga berperilaku buruk apalagi terhadap Rara ia selalu berkata jika Rara lah sebab keluarga mereka menjadi sangat miskin, Anis juga berkata jika Rara itu hanyalah menambah beban keluarga mereka.

Pekerjaan Anis sehari-hari hanyalah berfoya-foya bersama teman-teman nya bahkan ia tak peduli dengan kondisi sang ibu di rumah sakit.

Anis sangat sering berkata jika Rara adalah anak pungut, karena Rara di temukan di sebuah tong sampah saat "Irma" ibu angkat Rara sedang mencari botol bekas.

Karena kasihan Irma pun memutuskan untuk mengurus Rara dengan penuh kasih sayang bahkan Irma lebih menyayangi Rara dari pada Anis karena perilaku Anis yang kasar dan tidak baik, beda jauh dengan Rara ia gadis baik, rajin, dan sangat lembut terhadap orang tua.

Walaupun Anis sering mengatai Rara anak sampah Rara tak pernah menanggapi nya ia ikhlas dengan takdir hidup nya, ia berfikir mungkin orang tua kandung nya memang tak pernah menginginkan kehadiran nya karena itu lah mereka membuang nya, itulah yang ia pikir kan.

Malam itu pukul 09.20

"Ayah hentikan kenapa ayah terus saja mabuk-mabukan seperti ini?" Ucap Rara merampas botol bir ayah nya.

"Lancang! Kau itu hanya anak angkat! Mengapa begitu brani memarahi aku! Dasar anak tidak tahu malu! " Bentak Herman merampas kembali botol bir nya dari tangan Rara.

"Ayah aku mohon pikir kan keadaan ibu, sekarang ibu membutuhkan biaya oprasi ayah aku mohon jangan seperti ini. " Ucap Rara menahan air mata nya.

"Biaya oprasi? Hahaha, kau pikir aku peduli? Jika kau peduli dengan nya maka kau saja yang cari! " Ucap Herman kemudian keluar dari rumah dengan jalan sempoyongan.

Saat ini Rara tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya menangis dan terus menangis, entah bagaimana cara agar dirinya bisa mencari uang untuk oprasi ibu nya.

Ia pun membalikkan badan nya dan ingin menuju dapur rumah mereka.

"Rara!.... " Pangil Anis dari dalam kamar nya.

Mendengar pangilan Anis, Rara pun mengurung kan niat nya untuk pergi ke dapur ia pun berbalik dan menuju kamar Anis.

"Iya ada apa kak? " Tanya Rara saat masuk ke dalam kamar Anis.

"Buat kan aku makanan. " Ucap Anis singkat.

"Tap...tapi kak, aku belum membeli bahan makanan. " Jawab Rara takut.

"Apa? Dasar tidak berguna! Yasudah lebih baik aku makan di luar saja! " Ucap Anis mengambil tas nya dan hendak berjalan keluar dari kamar nya.

"Tapi kak, ini sudah larut aku takut sendiri di rumah. " Ucap Rara menahan tangan Anis.

"Peduli apa aku kepada mu?! " Bentak Anis mendorong Rara ke kasur dan kemudian berjalan cepat keluar.

"Kak! Kak! hikssss. " Pangil Rara sambil menangis.

Namun Anis tak mempedulikan nya, ia tetap berjalan dan kemudian keluar dari rumah tersebut.

Malam semakin sunyi, di dalam rumah kecil yang tak terlalu bagus itu Rara tinggal sendirian merenungi nasip nya.

Tak lama kemudian pintu rumah terbuka Rara mengira itu adalah kakak nya Anis namun siapa sangka itu adalah ayah nya Rara yang baru pulang berjudi dengan kondisi yang semakin mabok, bahkan lebih mabuk dari sebelumnya.

"Ayah, astaga ayah kenapa wajah ayah lebam-lebam seperti ini? " Tanya Rara sambil memapah Herman.

"Mingir kau, aku ingin minum, ah sakit sekali mata ku. " Racau Herman.

"Ayah, duduk lah di sini dulu, aku akan mengambil minuman hangat untuk mu. " Ucap Rara berlalu ke dapur.

Beberapa menit kemudian Rara pun kembali dengan membawa segelas air hangat untuk Herman.

"Ini ayah minum lah dulu. " Ucap Rara menyodorkan segelas air hangat kepada Herman.

Namun bukan nya mengambil air hangat tersebut Herman malah menarik tangan Rara hingga Rara terjatuh di pangkuan nya.

"Ayah! Apa yang ayah lakukan! Lepas kan aku, aku ini anak mu! " Ucap Rara sambil memberontak.

"Anak ku? Kau bukan anaku, anaku adalah Anis. " Ucap Herman sambil mencoba mencabuli Rara.

Dengan panik nya Rara meraih fas bunga yang ada di meja lalu menukul kepala Herman.

"Ah! Kau! Sakit sekali! " Ucap Herman kemudian jatuh pingsan.

Rara pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut kemudian ia lari dari rumah itu meskipun malam sudah begitu larut rasa takut nya kini hilang ia terus berlari dan berlari meningal kan rumah itu.

"Hiksss, kenapa? Kenapa aku harus hidup dengan cobaan sesulit ini? " Ucap Rara sambil berjalan tanpa memakai sendal menyusuri jalan raya.

Namun tiba-tiba saja ponsel nya berdering menandakan bahwa ada telfon masuk.

Dengan cepat tangan Rara merogoh saku rok nya mengambil ponsel.

"Ya tuan ini telfon dari rumah sakit. " Gumam Rara kemudian menekankan tombol hijau.

Call onn

"Ha... halo. " Ucap Rara gemeteran.

"Halo, dengan nona Rara? " Tanya seseorang di sebrang telfon.

"Dokter Ria, iya ini saya Rara ada apa dokter apakah ada perkembangan dengan ibu saya? " Tanya Rara dengan dokter yang bernama Ria itu.

"Hmm, Rara saya tidak bisa membicarakan ini lewat telfon lebih baik. sekarang kau kerumah sakit saja. " Ucap dokter Ria dengan nada bicara yang terdengar tidak enak.

"Baik lah dokter, sekarang juga aku akan kesana. " Ucap Rara kemudian mematikan telfon secara sepihak.

Dokter Ria hanya menghela nafas karena kasihan dengan Rara.

Sementara itu Rara bergegas menuju rumah sakit dengan jalan kaki, demi Irma ibu angkat nya ia rela berjalan jauh menahan lelah dan sakit di telapak kaki nya yang menyusuri jalan tampa sepasang sendal.

Beberapa saat kemudian Rara pun tiba di rumah sakit dengan keadaan yang sangat lelah seluruh wajah nya di basahi keringat dan nafas nya pun terengah-engah.

Rara pun masuk ke rumah sakit dan bergegas menuju ruang rawat Irma.

"Sus, bagaimana kondisi ibu saya? " Tanya Rara saat melihat suster yang keluar dari ruang rawat Irma.

"Nona rara, silakan masuk ke dalam dokter ria sudah menunggu. " Jawab suster tersebut.

Rara pun menganguk dan kemudian masuk ke dalam ruang rawat Irma.

....

Terpopuler

Comments

Lilis Arika

Lilis Arika

maaf untuk kk penulisnya
td di awal diberitahukan umur Rara 18 tahun dan divirtual Anis itu kk tiri.
tapi kenapa si cerita rara 19 tahun dan anis kk angkat?? maaf berkomentar kk agar lebih teliti aja maksud saya

2024-05-01

2

Bu ning Bengkel

Bu ning Bengkel

o kasihan rara hidup nya ko memderita begitu pasti rara anak orang kaya yg dibuang orang yg g suka dengan keluarganya sabar nya rara nanti bisa bahagian ko kamu.....lanjut.....

2024-04-30

0

Fuji Istika

Fuji Istika

kasihan rara walau anak pungut iya masih mau memperhatikan keluarga angkatnya

2024-04-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!