Bintang menghiasi langit yang gelap tanpa sang rembulan. Gemerlapnya melukiskan betapa agungnya karya dari Sang Pencipta jagat raya. Angin malam mulai berhembus mesra, menyapa seorang pria yang sedang termenung di kursi yang ada di teras rumah.
Cinta pertama terkadang rasanya begitu menyiksa. Apalagi ketika kita tidak bisa memilikinya. Ada yang bilang, jika memang cinta-- pasti kita bisa menerima apapun keadaan pasangan kita. Lalu bagaimana dengan Aji, apakah putra Kyai Yusuf itu bisa menerima keadaan cinta pertamanya? Tidak, itulah jawabannya.
Kekecewaan yang begitu dalam telah di rasakan Aji saat ini. Semua jawaban Intan berhasil mengobrak-abrik perasaannya. Tidak pernah pacaran tapi merasakan patah hati, mungkin inilah yang menggambarkan sosok Aji setelah berbicara panjang lebar dengan Intan tadi pagi. Aji memijat keningnya ketika mengingat apa saja yang di ucapkan oleh Intan ketika berdebat dengannya.
"Maaf Gus, saya nyaman dengan keadaan saya saat ini."
"Saya memang seorang gadis bertato, tapi bukan berarti saya orang jahat."
"Saya tidak pernah menyakiti orang lain, Gus. Saya hanya menjalani hidup nyaman versi saya sendiri."
"Tata telah berubah menjadi Intan, kerudung yang suci telah hilang bersama butiran luka yang belum kering hingga saat ini, Gus."
"Perubahan tidak butuh Alasan, Gus. Perubahan bisa terjadi karena keadaan."
Ya, itu lah yang di ucapkan Intan kepada Aji sebagai jawaban atas semua pertanyaan yang di lontarkan oleh Aji. Harapan yang dulu menggebu kini mulai redup setelah mengetahui kenyataan yang sudah berbeda dari empat tahun yang lalu.
"Tata, sejujurnya aku kecewa. Tapi, aku masih penasaran, teka-teki apa yang sedang kamu mainkan saat ini. Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya saja," sesal Aji ketika mengingat bagaimana sorot mata Intan yang berbeda saat mengucapkan semuanya.
Sejuta perasaan tengah berkecamuk di dalam hati Ajisaka. Ia tahu jika Intan sedang menutupi alasan apa yang membuat dirinya menjadi seperti saat ini. Tapi apa? itulah yang sedang berkeliaran di kepala Aji malam ini.
"Saya minta maaf kepada Gus Aji karena saya terseret arus ini terlalu jauh. Saya bukan gadis baik-baik seperti yang Gus lihat dulu. Sekarang, saya suka mabuk, merokok terkadang ikut tawuran dan dugem. Tapi saya tidak pernah menjual diri meskipun cara berpakaian saya terbuka seperti ini."
"Dulu saya membenci wanita yang tidak bisa menjaga kehormatannya, tapi sekarang saya yang terjebak dalam situasi ini. Hidup memang lucu ya, Gus."
"Saya harap Gus Aji tidak memaksa saya untuk kembali memakai syar'i seperti dulu, karena saat ini saya belum mempunyai niat untuk kembali menutup diri seperti Tata yang dulu."
Tadi pagi Aji memutuskan pergi begitu saja dari kontrakan Intan setelah tahu jawaban terakhir yang di ucapkan oleh Intan. Ia belum bisa menerima bagaimana keadaan Intan saat ini. Tidak mungkin jika Aji membawa Intan kembali ke pesantren dengan kondisi tubuh yang memiliki banyak tato.
Aji bangkit dari tempat duduknya setelah teringat di mana tempat kerja Intan selain menjadi penyanyi cafe. Ia segera meraih kunci motor Pak Estu yang ada di atas meja sebelum berangkat ke lokasi yang di tunjukkan Intan tadi pagi.
"Aku harus tau apa saja yang di lakukan Tata ketika malam," gumam Aji sembari memakai helm teropong milik Pak Estu. Ia pun sudah memakai jaket kulit untuk melindungi tubuhnya dari dinginnya angin malam.
***
Seperti biasa, di hari senin studio tato milik Pak Gatot tak banyak pengunjung yang datang. Dua Tatto artist pun ada yang libur di hari senin. Malam ini Pak Gatot sendiri yang mengawasi studionya menggantikan Tommy yang sedang pergi ke Jawa Timur.
Penunjuk waktu sudah berada di angka setengah dua belas malam. Di dalam studio masih ada satu orang yang sedang merasakan sakit di punggungnya karena ukiran jarum tato.
"Tan, elu kenapa sih?" akhirnya Kinar tidak tahan ketika melihat sahabatnya itu tak banyak bicara seharian ini.
"Emang kenapa?" Intan malah bertanya balik tanpa menatap Kinar. Ia sedang sibuk menata perlengkapan tato di etalase.
Sejak bertemu dengan Aji, Intan seperti mempunyai beban di hatinya, apalagi ketika melihat penolakan Aji walau semua itu tak terucap secara langsung. Selama ini Intan menetapkan pemilik hatinya hanya kepada satu orang saja, nama yang dulu sering ia sebut dalam doa di sepertiga malam. Namun, semua telah berubah seiring dengan berjalannya waktu.
"Nongkrong di luar yuk!" Intan menarik lengan Kinar setelah selesai merapikan etalase.
Kini kedua gadis itu sedang duduk di bangku panjang yang ada di depan studio. Satu bungkus rokok telah di keluarkan Intan dari saku celananya.
"Nih Rokok!" ucap Intan setelah mengambil satu batang rokok untuk dirinya. Ia menyerahkan rokoknya kepada Kinar.
"Eh Komodo! elu kenape sih?" Kinar masih penasaran dengan Intan.
"Gue ketemu dia," jawab Intan setelah menatap Kinar sekilas dengan raut wajah yang sendu.
"Eh buset dah! pria yang kemarin di cafe itu?" Kinar terkejut setelah mendengar ucapan Intan.
Intan mengepulkan asap rokoknya ke atas. Ia bersandar di dinding studio sambil mengingat ekspresi Aji ketika mengetahui kenakalan yang ia lakukan.
"Terus gimana? dia gak kaget liat keadaan lu yang sekarang?" Kinar mengubah posisi duduknya, kini ia menatap Intan yang sedang termenung.
"Ya kaget lah! gue belom tau dia nerima keadaan gue apa kagak, tadi dia pergi gitu aja setelah gue bilang kalau gue kagak bisa bersyar'i lagi untuk saat ini," ucap Intan dengan wajah penuh sesal.
"Mending lu ke dalem ambil gitar, kita nyanyi aja lah daripada membahas dia," ujar Intan sambil menoyor lengan Kinar.
Tanpa banyak bicara si Piranha masuk ke studio untuk mengambil gitarnya. Ia tau jika Intan saat ini pasti sedang GEGANA(Gelisah Galau meraNa) karena sang pangeran telah menemukannya dalam keadaan yang tak karuan.
Suara merdu Intan mulai terdengar di depan studio. Ia begitu menghayati lagu Munajat Cinta ciptaan musisi terkenal di Indonesia. Malam ini lagu-lagu melow menjadi musik pengiring di studio milik Pak Gatot itu. Namun, Intan harus menghentikan suaranya ketika Pak Gatot keluar dari studionya sambil berkacak pinggang, dari raut wajahnya terlihat jelas jika Pak Gatot sedang marah.
"Ada apa, Pah?" tanya Intan seraya berdiri dari tempat duduknya. Ia berdiri di samping Pak Gatot di ikuti oleh Kinar.
"Ada yang sedang memata-matai kita, lihatlah arah jam dua belas," ucap Pak Gatot dengan tatapan yang tak beralih dari titik fokusnya saat ini.
Intan dan Kinar segera mengalihkan pandangan ke arah yang di sebutkan Pak Gatot. Kedua gadis itu mengamati sosok yang sedang duduk di atas motor, sosok itu ada di bawah pohon asem yang ada di sebrang jalan.
"Kinar! jaga studio ini, Papah mau nyamperin orang itu!" titah Pak Gatot. Meskipun usianya tak muda lagi, jiwa pemberaninya masih mendominasi dalam dirinya.
"Jangan Pah!" sergah Intan. Ia sudah tau siapa sosok yang sedang mengamati studio itu.
Intan mengajak Pak Gatot kembali ke studio lalu ia menceritakan siapa sosok yang ada di sebrang jalan. Intan menceritakan bagaimana awal pertemuannya dengan sosok penguntit itu yang tak lain adalah Aji.
"Semoga dia bisa membahagiakanmu, Tan. Papah sangat bahagia jika kamu bisa bersama dengan dia." Pak Gatot menepuk bahu Intan dengan raut wajah penuh harap.
_
_
Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍♥️
Maaf ya kak, belum bisa up banyak. Othor lagi kurang enak badan🤧
_
_
🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
syafridawati
mampir
2022-01-24
1
Pasti tidak mudah bagi Intan mengubur dalamnya luka yang selama ini ia pendam...🥺🥺
2022-01-15
1
Yeni Eka
Sama Gus, aku pun penasaran
2022-01-02
0