"Ini Kunci dan STNK-nya Pak, semoga Bu Estu lancar lahirannya," ucap Aji setelah memberikan kunci mobil kepada tetangganya. Pagi ini pak Estu, tetangga kontrakan Aji pinjam mobil untuk membawa istrinya ke rumah sakit.
"Terima kasih, Pak Aji. Kalau mau keluar pakai motor saya saja, Pak. Ini kuncinya," ucap Pak Estu sebelum pamit untuk berangkat.
Aji menutup kembali pintu kontrakannya, ia harus menyiapkan sarapan karena cacing di perutnya sudah protes. Aji sudah terbiasa masak, bersih-bersih rumah seorang diri, jauh dari orangtua membuat Aji terbiasa hidup mandiri.
Pagi ini, Aji berkutat di dapur dengan bumbu nasi goreng resep pemberian Ummi Sarah. Satu persatu bahan mulai di masukkan Aji ke dalam wajan dan beberapa menit setelah itu nasi goreng jawa telah siap untuk di nikmati.
"Astagfirullah ... kenapa aku bikin nasi gorengnya sebanyak ini," gumam Aji ketika melihat nasi goreng yang sudah jadi.
Sejenak Aji terdiam, lalu ia mengambil kotak makanan setelah menemukan ide. Aji membagi nasi goreng itu menjadi dua porsi, tak lupa ia menambahkan irisan timur sebagai pelengkapnya.
Beberapa menit kemudian, Aji sudah rapi dengan pakaian casualnya. Pagi ini ia tidak ke kampus karena sudah memasuki masa liburan. Aji segera berangkat menuju suatu tempat dengan mengendarai motor matic milik pak Estu.
Aji mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, ia menikmati pemandangan indah yang tersaji pagi ini, "ternyata naik motor enak juga ya," gumam Aji dengan pandangan fokus ke depan.
Dua puluh menit telah berlalu, kini motor yang di kendarai Aji sudah masuk ke dalam gang yang tadi malam ia lewati. Ia menghentikan motor matic itu di halaman rumah yang ada di ujung gang. Aji harus menghela nafasnya yang berat karena melihat sang pemilik rumah yang sedang duduk bersila, paha yang memiliki tato kupu-kupu itu pun bisa di lihat Aji dengan jelas.
"Astagfirullah ... Tata, Tata!" gumam Aji seraya melepas helm teropong dari kepalanya.
"Gus!!"
Aji melihat Intan terhenyak dari tempat duduknya dan berlari begitu saja tanpa menyuruhnya masuk ataupun duduk. Aji masih duduk di atas motor, ia menunggu Intan keluar dari rumahnya.
Kedua sudut bibir Aji tertarik ke dalam tatkala kedua bola matanya menangkap Intan keluar dari rumah dengan menggunakan rok panjang dan blouse lengan panjang, rambutnya yang masih basah di biarkan tergerai di atas bahu.
"Emmm ... silahkan masuk, Gus," ucap Intan yang sedang berdiri di teras rumahnya.
Aji pun turun dari motor sambil membawa kantong putih yang berisi dua kotak nasi goreng, "Kita duduk di sini saja," ucap Aji seraya duduk di kursi kayu yang ada di teras rumah. Ia meletakkan kantong kresek nya di atas meja yang ada di antara dua kursi.
"Aku membawa nasi goreng dua porsi, tidak masalah 'kan kalau kita sarapan bersama di sini?" tanya Aji, hal itu membuat Intan tertegun.
Intan tersadar dari lamunannya setelah Aji mengetuk meja beberapa kali. Ia memberanikan diri untuk menatap mata teduh yang selalu membuat degup jantungnya berdebar kencang.
"Gue. eh, maksudnya-- saya mau ambil sendok dan minum dulu kalau begitu." Intan merasa gugup ketika berbicara dengan Aji, "Emm ... Gus Aji mau di buatkan kopi?" tanya Intan setelah berdiri dari tempat duduknya.
"Boleh." Aji mengulas senyumnya sambil menatap Intan.
Setelah tadi malam merenung dalam keheningan malam. Aji memutuskan untuk mencari tahu terlebih dahulu apa saja yang membuat Intan berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Aji membungkus rasa kecewanya dengan sebuah senyuman, ia tidak mau bertindak gegabah agar tidak menyesal di masa depan.
"Monggo, Gus." Intan meletakkan secangkir kopi hitam di atas meja.
Intan benar-benar di landa rasa gugup, apalagi ketika Aji memberinya satu kotak nasi goreng, aroma sedap menggoda perutnya yang lapar sejak tadi malam.
"Makan lah, jangan sungkan," ucap Aji ketika melihat Intan masih terdiam.
***
Sarapan nasi goreng bersama telah usai. Intan harus menahan rasa asam di indera pengecapnya karena tidak berani merokok di depan Aji. Sudah menjadi kebiasaannya setelah selesai makan, pasti ia menyulut rokok sebagai penutupnya.
"Rokok Gus," ucap Intan sambil meletakkan satu bungkus rokok di dekat Aji.
Pertahanan Intan telah runtuh, ia tidak kuat lagi menahan untuk tidak merokok di hadapan Aji. Akhirnya sebatang rokok telah di nyalakan Intan dengan lihainya, kepulan asap rokok mulai mengudara di sana.
"Sejak kapan kamu merokok?" tanya Aji setelah melihat Intan menikmati rokoknya dengan lihai.
"Saya lupa, Gus. Mungkin sejak saya pergi dari Pesantren." sekilas Intan menatap Aji yang sedang bersandar di kursinya.
Obrolan tak lagi terdengar di sana, keduanya tak bersuara. Mereka sedang berkelana dalam pikiran masing-masing, "Bolehkah aku tau, apa alasanmu yang sebenarnya? Kenapa kamu pergi dari pesantren?" tanya Aji setelah beberapa menit terdiam.
"Apakah Aga tidak memberitahu Gus dan keluarga yang lain?" bukannya menjawab, Intan malah bertanya balik kepada Aji.
Aji kemudian menjelaskan tentang penjelasan Aga yang pertama, lalu ia juga menceritakan tentang surat dan uang yang di terima Ninis beberapa waktu yang lalu. Aji pun menceritakan bagaimana pengakuan Aga yang sebenarnya setelah semua membaca isi surat dari Intan.
"Apakah benar seperti itu kejadiannya, Ta?" tanya Aji sambil menatap Intan.
Intan hanya diam ketika Aji memastikan kebenaran atas cerita yang di sampaikan oleh Aga. Jujur saja, rasanya ia ingin menangis ketika mengingat saat itu. Ia sangat menyesal hingga saat ini karena berani mencuri uang di kamar Ninis.
"Iya, memang benar saya yang mencuri uang Ning Ninis, semua itu saya lakukan karena terpaksa." akhirnya Intan mengeluarkan suaranya setelah beberapa menit terdiam.
"Lalu, kenapa kamu kabur dan berubah seperti ini? kemana Tata yang aku kenal dulu?" tanya Aji yang membuat Intan tertegun kembali.
"Gus, tolong jangan menyebut nama Tata lagi. Mulai hari ini saya minta kepada Gus agar memanggil saya dengan nama Intan saja," ucap Intan dengan raut wajah penuh harap.
"Loh kenapa? bukankah nama Tata adalah panggilan dari orangtuamu?" Aji sangat penasaran ketika Intan mengucapkan permohonan itu.
Suara Intan mendadak hilang, ia tak kuasa untuk menjawab pertanyaan dari Aji. Bibirnya terasa keluh karena hal ini. Ia mencoba merangkai kata yang tepat untuk menyampaikan alasannya.
"Karena Tata yang dulu sudah tenggelam bersama kenangan pahit. Tata yang dulu sudah kehilangan arah dan tujuan hidupnya. Tolong, Gus. Jangan menyebut nama Tata lagi." Mata bulat yang indah itu mulai berkaca-kaca karena rasa sesal yang selama ini membelenggu jiwa.
_
_
Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka ♥️😍
_
_
...\=>IG: @tik_tik || FB: Titik Pujiningdyah<\=...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Ada gerangan apa d masa lalu Intan.🤔🤔🤔
2022-01-15
1
Yeni Eka
Jadi kenapa berubah Tan
2022-01-02
1
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT
hadir sorean kak.. biasanya subuh dah baca ini baru buka NT.
semoga Tata menjelaskan alasan knpa dia berubah
2021-12-22
2