Jombang
Suara merdu para santriwati yang sedang berlatih sholawat banjari di pondok pesantren terdengar sampai di rumah Kyai Yusuf, hal itu membuat Aji teringat dengan Tata yang tak jelas keberadaannya.
Matahari masih enggan menampakkan diri, langit pun masih di selimuti awan mendung, hawa dingin masih terasa di sana. Aji membuka jendela kamarnya, menghirup udara segar yang menenangkan jiwa. Aji begitu menikmati suasana yang tidak bisa ia rasakan ketika berada di Tangerang.
"Subhanallah ..." Aji bergumam ketika melihat pemandangan langit yang berhiaskan mendung putih itu. Memorinya teringat pada seorang gadis yang selama ini namanya tersimpan rapat dalam relung hatinya.
Gadis imut yang dulunya sering melantunkan lafadz-lafadz Al-Quran dan sholawat banjari dengan suara yang merdu kini hilang entah kemana. Aji sangat merindukan suara lembut yang telah hilang di telan waktu. Suara pintu kamar yang di ketuk berhasil menyadarkan Aji dari lamunannya.
"Ning Ninis, ada apa?" tanya Aji ketika berhasil membuka pintu.
Tanpa menjawab pertanyaan Aji, Ninis menerobos masuk begitu saja. Ia menghempaskan diri di atas ranjang empuk bersprei putih itu. "kunci pintunya!" ujar Ninis sambil merogoh saku gamisnya.
Aji menaikkan satu alisnya ketika melihat ekspresi wajah Ninis yang tak biasa. Ia segera menghempaskan diri di samping Ninis yang sedang membuka lipatan kertas berwarna putih, "bacalah!" Ninis memberikan kertas itu kepada Aji.
Assalamualaikum Ummi Sarah ....
Saya minta maaf kepada Ummi dan Abah, karena saya kabur dari pesantren begitu saja saat keluarga Ummi tidak ada di rumah. Ada alasan yang tidak bisa saya ungkapkan kenapa saya kabur dari pesantren, sekali lagi saya minta maaf karena tidak bisa berkata jujur.
Ummi, saya telah berbuat dosa besar karena telah mencuri uang yang ada di kamar Ning Ninis. Saya terpaksa melakukan hal berdosa itu karena terpaksa. Saya mengambil uang Ning Ninis untuk bertahan hidup di kota lain. Sekali lagi saya minta maaf karena membuat Ummi dan Abah kecewa karena tindakan saya.
Ning Ninis ... terima kasih atas semua kebaikan yang Ning berikan untuk saya. Maaf saya baru bisa mengembalikan uang Ning Ninis setelah empat tahun saya menghilang. Saat itu saya mengambil uang yang ada di laci almari Ning Ninis sebanyak delapan juta rupiah. Saya tahu ning Ninis pasti marah besar setelah uang itu hilang, saya minta maaf karena uang tabungan yang akan Ning gunakan untuk membelikan hadiah untuk Ummi Sarah hilang begitu saja bersamaan dengan kepergian saya dari pesantren.
Ning Ninis ... saya hanya bisa minta maaf lewat surat ini, saya belum berani untuk menampakkan diri di hadapan keluarga Abah. Ning, tolong di terima ya uang yang ada dalam amplop ini. Ini uang halal Ning, hasil kerja keras saya selama empat tahun.
Wassalamualaikum ...
Tata
Aji menghela nafasnya dalam setelah selesai membaca surat dari Tata. Ia meletakkan surat itu di sisinya. Kepalanya pun menjadi pening karena memikirkan apa yang sebenarnya terjadi empat tahun yang lalu.
"Menurutmu apa yang sebenarnya terjadi, Dik?" tanya Ninis setelah melihat Aji lebih tenang.
"Entahlah, Ning! aku bingung," gumam Aji dengan pandangan lurus ke depan.
"Dulu rekaman CCTV pun memperlihatkan jika Tata memang masuk ke kamarku, tapi penjelasan Aga saat itu kok beda ya sama pengakuan tertulis Tata." Ninis berdiri, ia berjalan menuju jendela besar di kamar Aji, ia pun duduk di bingkai jendela sambil menatap bangunan pesantren dari kamar ini.
Empat tahun yang lalu, setelah keluarga Ummi Sarah pulang dari Kediri, semua anggota keluarga terkejut ketika mendapat laporan bahwa Tata kabur. Aga menjelaskan bahwa saat itu Tata masuk kamar Ninis dan mengambil uang tabungan Ninis. Mereka semua percaya karena Aga menunjukkan bukti rekaman CCTV yang ada di ruang keluarga, di mana kamar Ninis pun masih bisa di jangkau kamera CCTV itu.
"Siapa yang mengantar surat ini, Ning?" tanya Aji setelah beberapa waktu terdiam.
"Kata Pak Ali, kemarin itu ada seorang wanita yang mengantar paket, katanya itu paket untuk Ning Ninis, eh waktu di buka isinya uang sama surat itu, Dik." Ninis kembali ke tempat Aji berada.
"Apakah tidak ada nama pengirim dan alamatnya?" tanya Aji lagi.
"Tidak ada, hanya ada nama Tata Jombang gitu aja aja," ujar Ninis di iringi bibir yang mengerucut setelahnya.
Aji kembali diam, ia memikirkan langkah yang harus ia lakukan untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Ia benar-benar sangsi dengan surat yang di tulis Tata itu.
"Ning, Aga harus tau surat dari Tata, kita harus bertanya langsung kepada Aga di hadapan Ummi dan Abah," ucap Aji setelah menemukan ide di kepalanya.
Ninis pun menyetujui usul Aji yang masuk akal, ia segera keluar dari kamar Aji untuk mencari Ummi Sarah dan membicarakan masalah ini. Aji pun mengayun langkahnya untuk mencari keberadaan Aga di pondok pesantren putra.
"Assalamualaikum, Gus ..." sapa seorang gadis berpostur tinggi ketika berpapasan dengan Aji yang sedang berjalan menuju pondok pesantren putra.
"Waalaikumsalam, Rahma." Aji mengulas senyum manisnya sebelum pergi dari hadapan salah satu santri yang ngawulo di pesantren.
Gadis bernama Rahma itu tersipu malu setelah melihat respon dari Aji. Sudah lama Rahma melirik putra bungsu Kyai Yusuf itu dan sepertinya perasaan yang ia miliki semakin bertambah ketika melihat senyum manis Aji.
Kembali kepada Aji, kini pemilik mata teduh itu telah sampai di pondok pesantren putra, di mana Aga berada saat ini.
"Ga, setelah ini tolong ke rumah sebentar, ada hal yang mau di bicarakan Ummi," ucap Aji setelah bertemu dengan Aga di ruang pengurus pondok.
"Iya, saya mau menyelesaikan ini dulu. Sepuluh menit saya akan ke rumah," jawab Aga sambil menatap sepupunya itu.
Aga saat ini menjadi salah satu pengurus di Pondok pesantren putra milik Kyai Yusuf. Pondok putra dan putri letaknya agak berjauhan, jadi semua bisa di pastikan aman, peraturan pondok pun mulai di perketat agar santriwan dan santriwati lebih disiplin lagi.
Enam bulan Aga mendapat perhatian langsung dari Kyai Yusuf. Hidayah Allah pun akhirnya datang kepada Aga, membuat perubahan besar dalam diri Aga hingga saat ini. Ia tidak lagi mengenal minum keras, narkoba, *** bebas dan kenakalan lainnya.
Penampilan yang dulunya acak-acakan dengan celana jeans sobek, kaos oversize hitam, gaya rambut yang sedikit gondrong, kini semua itu telah hilang dari Aga. Saat ini Aga lebih sering memakai sarung dan baju koko serta kopyah di kepalanya sebagaimana santri pada umumnya.
Aga mengayun langkah menuju rumah Kyai Yusuf setelah menyelesaikan tugasnya. Ia berjalan santai sambil melihat tanaman yang tersusun rapi di kebun belakang.
"Ada apa ya kok Bude memanggil ku?" gumam Aga dalam hatinya.
_
_
Terima kasih telah membaca karya ini, semoga suka ♥️😍
_
_
🌷🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Hum@yRa Nasution
kmu bikin aku penasaran kak
2022-03-04
1
Sis Fauzi
mantap aga
2022-03-01
1
Apa semua ini ulah Aga? terus memanipulasi seolah2 Tata itu pencuri...🤔🤔
2022-01-14
1