...Happy Reading...
...🦅...
Pukul sembilan malam, Agra baru saja memarkirkan mobil sport kesayangannya di pelataran kafe milik Roni.
Agra langsung ke luar dari dalam mobil, berjalan masuk dengan gayanya yang selalu terlihat gagah juga menawan.
Matanya yang tajam dan awas bagikan elang, selalu memperhatikan sekitarnya, untuk memastikan tidak ada bahaya yang mengancam.
Ternyata suasana tempat itu, terlihat lebih ramai pada malam hari, di bandingkan dengan siang.
Banyak para muda-mudi yang menghabiskan waktu di tempat itu, ada yang bersama teman-teman, ada juga yang membawa pasangan mereka masing-masing
Kedatangan Agra pun menjadi bahan perhatian, para pengunjung kafe tersebut. Postur tubuh di atas rata-rata dengan orang kebanyakan, selalu saja menjadi sesuatu yang sangat mencolok, dan jadi bahan pebincangan.
Ditambah wajah yang sangat tampan dan menawan, semua itu sangat di kagumi oleh para wanita, sekaligus menjadi tempat para pria merasa iri.
Tubuh tinggi tegap, wajah tampan nan menawan, harta berlimpah, dan juga pintar, itu semua menjadi kelebihan alami yang menjadikan Agra sosok yang sempurna dan idaman para gadis, maupun janda, atau bahkan mungkin sesama jenisnya.
Sifat dingin tidak tersentuh yang selalu ditampilkannya, justru membuat dirinya semakin di kegumi oleh lawan jenisnya.
Namun, bukan Agra namanya bila dia peduli akan semua perhatian dari orang di sekitarnya. Dengan langkah pasti, dia berjalan menuju meja yang sudah di pesan sebelumnya. Mengacuhkan semua tatapan dan bisik-bisik para pemuda kesempurnaannya.
Pandangannya lurus ke depan, dia hanya fokus pada satu titik, dan tidak menghiraukan yang lainnya. Di sana sudah ada Roman dan Luis, yang sedang menunggunya.
Agra merasa puas, karena kedua temannya itu bisa datang tepat waktu. Tidak seperti kebanyakan orang di negara ini, yang biasanya mempunyai jam karet.
Janji jam sembilan datang jam sepuluh. Ya, mungkin begitulah contohnya.
Awal yang bagus, gumamnya dalam hati.
"Itu Agra udah dateng." Roman menggoyangkan tubuh Luis , matanya masih melihat sang sahabat yang baru saja memasuki kafe.
"Mana?" Luis langsung mengikuti arah pandangan Roman.
"Wah, dia dateng aja cewek-cewek udah pada melotot kayak gitu, apa lagi kalau tuh anak nyamperin." Luis menatap jengah seorang perempuan yang duduk di salah satu meja.
"Biasa lah, namanya juga orang ganteng." suara Roman yang super narsis membuat Luis menatap kesal.
"Bukan elo bege! Gue lagi ngomongin si Sagara ... eh, si Agra maksudnya." Luis sedikit mendorong kepala sahabat karibnya.
"Tumben tepat waktu?" sindir Agra, begitu dia sampai di depan Roman dan Luis.
"Emang kita pernah gak nepatin janji?" tanya Roman tidak terima.
"Ya, biasanya kan orang-orang di negara ini begitu," acuh Agra.
"Ya, itu kan mereka, bukan kita. Iya gak?" ujar Luis membela diri sambil menepuk pundak sahabatnya itu.
"Lagian, loe juga kan lahir di sini," sambung Luis lagi.
Agra menaikkan salah satu alisnya, lalu mengangguk samar.
"Wah, udah lengkap nih personilnya sekarang!" Roni datang dengan membawa kopi pesanan Roman dan Luis.
"Loe mau minum apa, Ga?" tanya Roni lagi, setelah menaruh kopi di meja.
"Aku, hot americano aja, Bang" jawab Agra.
"Oke!" sigap Roni mengacungkan ibu jari tangannya pada Agra.
Ketiga sahabat itu akhirnya berbincang bersama dengan di iringi canda tawa dari Roman dan Luis, sedangkan Agra menjadi pemerhati dan sesekali menimpali walau dengan gayanya yang sedikit kaku.
Terbiasa dengan gaya candaan bersama sang ayah, yang lebih terkesan saling meledak tanpa di bareng dengan ekspresi, membuat Agra terlihat sangat berbeda dari saat masih bersama ketiga sahabatnya itu.
Dulu, sosok Sagara, atau yang sekarang berganti nama menjadi Agra, adalah remaja yang rame, pecicilan dan usil. Akan tetapi, walaupun begitu, empatinya pada orang terdekat bisa di acungi jempol.
Sagara atau Agra tidak pernah mau bahagia sendiri, dia juga tidak bisa melihat salah satu temannya sedang kesusahan.
Pernah satu waktu Roman di hukum berlari mengelilingi lapangan selama setengah jam tanpa berhenti, sebab ketahuan merokok oleh guru BK. Saat itu, Agralah yang datang paling pertama, untuk ikut menyemangati bahkan menemani Roman menjalani hukuman.
Itulah Sagara, di balik penampilan urakan, dan tingkahnya yang terlihat cenderung nakal juga acuh. Akan tetapi, dia memiliki solidaritas yang tinggi kepada orang-orang di dekatnya.
Itu semua yang membuat orang-orang yang pernah dekat dengannya, tidak pernah bisa melupakan sosok seorang Sagara atau Agra.
Kafe yang sekarang menjadi milik Roni, juga berawal karena Agra yang membongkar semua uang tabungannya, untuk memberikan modal pada Roni waktu itu.
.
.
Di tempat lain, tepatnya di kediaman keluarga Pranata, seorang gadis baru saja sampai, setelah tadi dia memutuskan untuk mengambil lembur, dan menyelesaikan laporan tentang pembangunan perumahan baru itu.
Alisya mengernyit, melihat ada beberapa mobil mewah yang terparkir di halaman rumah.
"Mobil siapa itu?" tanyanya, lebih pada diri sendiri.
Alisya tidak mengambil pusing, dia terlihat acuh dan melanjutkan langkahnya menuju pintu belakang.
Paling tamu om dan tante, gumamnya sambil berjalan.
Ya, Alisya memang tidak di perbolehkan untuk keluar masuk rumah lewat pintu utama, dia harus melalui pintu belakang, dan itu tidak menjadi masalah baginya.
"Bibi, aku pulang," ucap Alisya, saat melihat wanita paruh baya yang setia menemani dirinya itu, sedang berada di dapur.
"Eh, Non Ica, kenapa pulangnya malam sekali?" tanya bi Ani -pelayan sekaligus perawat Alisya sejak kecil.
"Aku tadi ada lembur, Bi. Itu di depan mobil siapa?" tanya Alisya.
"Oh, itu tamunya Tuan Bima, Non. Ini, Bibi sedang bikin minum untuk mereka," jawab Bi Ani, sambil memperlihatkan nampan berisi berbagai macam minuman.
Alisya mengangguk.
"Aku ke kamar dulu ya, Bi. Mau bersih-bersih dulu," pamit Alisya.
Bi Ani pun mengangguk, kemudian mulai melangkah menuju ruang tamu, untuk segera menyajikan minuman di tangannya, sebelum majikannya itu menegurnya.
Alisya menarik napas dalam, lalu menghembuskannya kasar, sambil menatap kepergian Bi Ani. Dia kemudian masuk ke dalam kamarnya yang berada di dekat dapur.
"Hufth!"
Alisya kembali menghembuskan napas kasar, mencoba menghilangkan rasa lelahnya. Dia menaruh tas dan berkas yang dia bawa ke rumah, di atas meja kerja sederhana miliknya.
Hari ini terasa sangat melelahkan untuk dirinya, mulai dari setiap pagi harus membuat sarapan bagi seluruh penghuni rumah, sampai bekerja hingga larut malam seperti ini.
Namun, dia harus tetap mengerjakannya. Dirinya tidak bisa meninggalkan rumah peninggalan kedua orang tuanya, walau harus diperlakukan bagaikan seorang pembantu oleh om dan tantenya.
Dia juga tidak bisa ke luar dari pekerjaannya, Alisya membutuhkan uang untuk membiayai hidupnya.
Alisya langsung masuk ke dalam kamar mandi, badannya sudah lengket juga bau matahari, karena kerja di lapangan.
Lima belas menit kemudian, pintu kamar mandi Alisya sudah ada yang mengetuknya.
"Ya?!" teriaknya dari dalam kamar mandi.
"Non, Tuan Bima menyuruh, Nona, ke depan!" ucap Bi Ani dari luar pintu.
"Iya nanti aku keluar, Bi!"
Beberapa saat kemudian Alisya sudah siap dengan baju rumahan sederhana miliknya. Kaos putih kebesaran, dan celana bahan panjang yang terlihat sedikit longgar, menjadi pilihannya kali ini.
Alisya berjalan menuju ruang tamu, dia mengernyit dalam saat melihat masih ada tamu di sana.
"Kenapa Om Bima panggil aku?" gumam Alisya sambil terus berjalan.
Dia dapat melihat, seorang lelaki paruh baya bertubuh tambun, dan seorang pria yang lebih muda. Mungkin beberapa tahun lebih tua darinya dengan kaca mata tebal yang membingkai matanya.
"Iya, Om. Om, panggil aku?" tanya Alisya, begitu sampai di ruangan itu.
Jelas saja semua orang di sana langsung mengalihkan atensinya pada Alisya. Kedua tamu Bima pun, langsung menatap penuh binar pada Alisya, membuat gadis berumur dua puluh tiga tahun itu merasa risih.
"Ah, kebetulan kamu udah dateng, sini duduk." Bima menepuk sofa di sebelahnya.
Dengan sedikit takut Alisya menuruti perintah adik dari sang ayah. Dia merasa ada yang janggal, ketika mendapati perlakuan berbeda dari omnya itu.
"Tuan Arnold, ini adalah keponakan saya, Alisya. Bagaimana?" tanya Bima pada kedua tamunya, seperti seseorang yang sedang menawarkan barang dagangannya.
Alisya menatap sang paman dengan penuh tanya.
Apa maksudnya ini? Aku seperti sedang di tawarkan untuk di jual saja?
...🦅...
...🦅...
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Cahaya Sidrap
semangat thor
2024-07-08
0
Hadimulya Mulya
critanya ni mafia sungguhan apa mafia bernyali krupuk,karena mafia itu gk da kata maaf,
2024-01-29
0
Jun_Ho
kedua sahabatnya. kan cuma Roman dan Luis.
2022-09-07
3