...Happy Reading...
...🦅...
Dalam perjalanan pulang Arga hanya termenung menatap lurus ke depan dengan pikiran entah sedang berada di mana.
Ingatannya kembali pada keluarganya yang sudah lama dia tinggalkan, dan berusaha dia lupakan.
Pertemuannya dengan Fandy, kembali mengingatkan tentang masa lalunya dan juga janjinya kepada Sang ayah kandung, sebelum dia memutuskan untuk pergi dari rumah pada malam itu.
Saat dia pergi, Fandy sedang berada di luar kota, maka dari itu, dia tidak bisa mencegah kepergian Agra dari rumah. Karena, biasanya yang bisa menenangkan Agra hanya Fandy.
Flash back
“Lo, kenapa lagi sih, Ga?” tanya Fandi setelah menemui guru BK di sekolah sang adik.
Akibat dari adiknya itu selalu membuat ulah, hingga akhirnya dia yang harus turun tangan, menyelesaikan masalah yang dibuat Sagara.
“Gue gak papa, emang kenapa sama gue?”
Sagara malah bertanya balik kepada Fandi dengan santainya, dia seakan tidak mempunyai salah sama sekali. Padahal jelas-jelas Sagara sudah membuat salah satu temannya masuk rumah sakit.
“Lo, berantem lagi ya sama Papah?” tanya Fandy, dia seakan tau kalau Sagara pasti melakukan semua itu untuk melampiaskan kekesalannya di rumah.
“Tuh lo udah tau, ngapain lagi lo nanya ke gue?" acuh Sagara, berjalan menuju parkiran motornya.
Fandy hanya bisa geleng-geleng kepala, melihat Sagara yang semakin terlihat acuh dengan sekitarnya.
“Sekarang, lo, mau ke mana lagi, Ga?” Fandy mengerutkan keningnya, melihat Sagara yang sudah memakai helm dan bersiap untuk pergi, padahal waktu pelajaran belum selesai.
“Gue mau ke tempat biasa, lo, juga pasti mau ke kantor lagi kan?” Sagara bertanya setelah dia duduk nyaman di atas motornya.
Fandi mengangguk, sebenarnya dia memang sedang menghadiri rapat bersama beberapa staf karyawan. Akan tetapi, semua itu terpaksa harus dia tunda lebih dulu, sebab mendapat telpon dari sekolah adiknya itu.
"Tapi, sekolah belum selesai, Ga!" cegah Fandy.
"Bodo amat, gue gak peduli!" Sagara sudah mulai menyalakan motornya.
"Tapi, Ga ...." Ucapan Fandy, terputus oleh Sagara.
“Sudah lah, gue udah tau," Sagara mengangkat tangan kirinya sebelum menjalankan motornya meninggalkan Fandy yang melihat kepergian adik keras kepalanya itu.
"Kapan kamu bisa berdamai sama papah, Ga?" gumam Fandy berjalan masuk ke dalam mobilnya, setelah melihat motor Sagara berlalu pergi dari gerbang sekolah.
Flash back off
“Tuan, kita sudah sampai."
Suara Edo mengembalikan kesadaran Agra dari lamuanan panjangnya.
“Hm.” Agra hanya berdehem sebagai jawaban lalu segera keluar dari dalam mobil.
Agra sempat melihat sekilas keberadaan mobil Andrew yang sudah terparkir di halaman rumah. Dia yakin kalau saat ini, ayah angkatnya itu sudah berada di rumah.
Agra langsung berjalan menuju ke dalam. Di depan pintu, Butler Heru sudah berdiri menyambut kedatangan tuan mudanya itu. Dia membungkukan tubuhnya dengan ucapan selamat datang.
“Di mana,Dady?" tanya Agra dingin.
“Di ruang kerjanya, Tuan," jawab Butler Heru.
Walaupun, Butler Heru lebih tua dari Agra, juga lebih dulu mendapatkan kepercayaan dari Andrew, untuk mengurus kediaman utama Agra dan ayah angkatnya itu.
Namun, dia tidak pernah merasa marah, saat melihat sikap dingin dan acuh dari Agra. Karena, dia tahu kalau semua itu adalah arahan dari Andrew sendiri.
Agra mengangguk samar, lalu berjalan menaiki tangga ke lantai dua, di mana letak ruang kerja Andrew berada.
Dia langsung masuk setelah membuka kunci pintu, melalui akses sidik jari yang hanya dimiliki oleh Andrew dan Agra saja.
“Dad," panggil Agra, sambil melangkah menuju sang ayah angkat, yang terlihat sedang sibuk dengan berkas di atas mejanya.
Andrew tak menyahut, dia hanya mengangkat wajahnya sekilas, untuk melihat kehadiran putra angkat yang sangat ia sayangi.
“Istirahat dulu, Dad. Kamu, baru saja pulang dari luar negeri dan sekarang sudah ada di sini saja." Agra duduk di depan Andrew.
“Sebentar, ada sesuatu yang harus aku pastikan dulu," jawab Andrew, masih sibuk membolak balik kertas di tangannya.
Agra menghebuskan napas kasar, melipat kedua tangannya di dada sambil memperhatikan Andrew lekat. Lelaki yang dengan suka rela menolongnya dan menjadikannya orang seperti sekarang ini.
Memberikan kasih sayang seorang Ayah yang selama ini sangat dia rindukan. Lelaki yang terlihat kuat di luar, namun menyimpan luka dan kesepian di dalam dirinya.
Ya, itulah salah satu alasan Agra, untuk terus bertahan berada di sisi Andrew, selain dari ambisisnya untuk membalas dendam.
Terlanjur nyaman dan adanya rasa sayang yang terbentuk diantara keduanya, membuat mereka seakan tidak bisa terpisah satu sama lain. Walaupun, itu semua tidak pernah terucap secara langsung, dari bibir keduanya.
“Tidak usah berpura-pura, Dad," ucap Agra tiba-tiba setelah cukup lama hanya diam.
Andrew melihat anak angkatnya itu dengan sedikit canggung, walau sudah berusaha di tutupi olehnya. Akan tetapi, tetap saja semua itu masih terlihat jelas di mata Agra.
“Apa? Memang ada apa kamu menemui aku, hah?” tanya Andrew, dengan suara menekan, seolah sedang bertanya, walaupun sebenarnya dia sendiri tau maksud anak angkatnya itu.
“Dad, kamu tau segalanya kan?” Bukannya menjawab Agra malah bertanya pada Andrew.
Andrew mendengus kesal, melihat Agra tajam. Bila dia tetap menginginkan Agra mengaku dan bertanya padanya baik-baik, sepertinya itu semua hanya akan sia-sia.
Mengapa anak ini makin lama makin mirip saja denganku? umpatnya dalam hati.
Tanpa dia sadari, bahwa dirinya sendiri yang mengajari Agra untuk bersikap sama seperti itu.
“Dad, aku tau apa yang kamu pikirkan," tekan Agra, dengan mata memicing tajam.
“Dasar anak kurang ajar!" umpat Andrew, dengan seringai di wajahnya.
“Tidak usah mengeluh, jawab saja pertanyaanku, Dad." Agra menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
“Kamu tau siapa aku kan? Tidak mungkin aku mau menolong orang lain tanpa sebab yang pasti," ucap Andrew menyeringai.
Agra mengangguk paham. Ternyata benar dugaannya selama ini. Ayah angkatnya itu, pasti sudah tau semuanya sejak awal.
“Lalu untuk apa, Dady, mempertemukan lagi aku dengannya?” tanya Agra datar, dia memalingkan wajah ke sembarang arah, menghindari tatapan Andrew.
“Sudah saatnya kamu kembali untuk menolong mereka, dari tikus tidak tau diri itu, sekarang kamu sudah lebih dari cukup untuk melawan para bandit kecil seperti mereka dan membela keluarga kandungmu."
Andrew berdiri, menepuk pundak anak angkatnya itu, lalu berjalan menuju dinding kaca besar yang ada di ruangan itu, berdiri di sana dengan tangan di masukan ke dalam saku.
Ingatannya menerawang, pada saat dia tiba-tiba harus menolong seorang anak remaja, yang tidak sengaja tertabrak oleh anak buahnya sepuluh tahun lalu.
Melihat keadaannya yang cukup parah, juga tidak ditemukan satupun identitas di tubuhnya, membuat Andrew memerintahkan anak buahnya untuk mencari tau, tentang anak yang dia tolong.
Betapa terkejutnya dia, ketika menerima informasi tentang anak itu, yang sangat menyedihkan menurutnya.
Menjalani hidup yang selalu di bandingkan dengan kakaknya sendiri, hingga seluruh keluarga sang ayah selalu mengacuhkannya, bahkan menganggapnya tidak pernah ada.
Semua itu menjadikan anak itu menjadi seseorang yang pembangkang, dan tidak pernah mendengar nasihat orang tuanya.
Saat itu, Andrew teringat masa mudanya yang juga hampir saja sia-sia, karena kesalahan pahaman antara dirinya dan sang Ayah. Akan tetapi, dirinya masih beruntung. Karena, dipertemukan dengan orang baik, yang selalu menasihatinya agara selalu berprasangka baik pada keluarganya, apa lagi kedua orang tuanya. Hingga akhirnya dia bisa menyelesaikan masalahnya tanpa adanya korban.
Agra harus menerima cap sebagai anak tak berguna, dirinya dianggap hanya bermodalkan keberuntungan. Karena, terlahir dari keluarga kaya raya, yang memberikan dirinya berbagai kemewahan dan pembelaan dari semua kenakalannya.
Semua itu membuat Agra remaja mengalami prustasi, hingga tanpa di ketahui oleh seluruh keluarganya, dia bahkan sering mengunjungi psikolog untuk mengobati depresinya.
Kenyataan kalau pada saat anak itu tertabrak adalah karena di usir oleh ayahnya sendiri, membuat Andrew yang tidak bisa mempunyai anak merasakan sakit di dalam hatinya.
Andrew pun akhirnya memutuskan untuk membawa Sagara atau Agra remaja ke negara tempat tinggalnya, merawatnya menjadi lelaki yang kuat sehingga tidak akan di remehkan lagi, oleh orang di sekitarnya.
Sekarang semua itu sudah terwujud, semua usahanya untuk menjadikan Agra seseorang yang kuat dan sukses sudah terlaksana. Kini, sudah saatnya dia melepaskan anak itu, untuk kembali pada keluarga yang sesungguhnya.
Walau rasa berat terasa mengelayuti di hatinya, membuat dia harus berulang kali meyakinkan diri dan mengingat niat awal, saat menolong Agra dan membawanya ke negaranya.
“Dad, aku sudah tidak butuh mereka lagi, aku senang berada di sini bersamamu," bantah Agra.
Walaupun dia sendiri tidak bisa menghindari ikatan darah di antara keluarganya. Akan tetapi, saat ini dirinya sudah terlanjur nyaman berada di tengah-tengah keluarga barunya.
"Kamu tidak bisa membohongiku, Agra. Aku tau selama ini kamu sangat merindukan mereka," debat Andrew, berbalik dan melihat Agra, yang juga sedang melihatnya.
“Jadi kamu ingin aku pergi dari sini dan kembali pada mereka, Dad?!” Agra menatap tajam Andrew dengan mata yang sudah memerah.
Ada rasa takut dalam dirinya, saat Andrew menyuruhnya untuk kembali. Agra takut dibuang kembali oleh orang yang dia anggap keluarga seperti dulu.
Andrew menghela nafas berat, dia tau kegelisahan Agra saat ini.
“Kamu akan tetap menjadi anakku, Agra. Hanya saja, sekarang mereka lebih membutuhkan kamu, Gra," ucap Andrew, berusaha memberikan penjelasan pada anak angkatnya itu.
“Kamu lihat itu, mereka sedang berada dalam jurang kehancuran. Mereka membutuhkan kamu, Gra!" ucapnya lagi, menunjuk berkas yang berada di atas mejanya, menggunakan dagu.
Agra mengalihkan perhatiannya pada dokumen yang berada di atas meja, mengambilnya dan membukanya perlahan. Dia mulai membaca satu per satu kata yang tertera di dalam kertas itu.
Agra tampak terkejut melihat kenyataan tentang perusahaan keluarga kandungnya. Ternyata semua yang dikatakan oleh Andrew benar adanya, bahkan kini, mereka terlilit hutang yang sangat besar.
“Apa ini? Kenapa semua ini terjadi?” tanya Agra lebih ke dirinya sendiri.
Dia mengira setelah kepergiannya, Gerald, Fandy, dan seluruh keluarga besarnya bisa mengelola perusahaan itu dengan baik. Akan tetapi, apa yang sekarang dia lihat, jauh dari apa yang dia perkirakan selama ini.
Agra menggeleng tak percaya, dia menatap wajah Andrew, dengan sorot mata tidak terbaca.
...🦅...
...🦅...
...TBC...
...🙏😊😘...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Cahaya Sidrap
🖐🖐🖐
2024-07-08
0
Adiwaluyo
ayo Sagara, buktikan
2022-12-11
1
Ken arok
daddy andre keren..
2022-10-11
1