...Happy Reading...
...🦅...
Siang ini Agra sudah berada di dalam mobil dengan Edo yang mengendarainya. Pikirannya melayang entah kemana, dengan dada bergemuruh menahan rasa gugup yang tiba-tiba saja menyerang.
Tidak lama kemudian mobil sudah terparkir di area parkir khusus perusahaan yang beberapa tahun ini berkembang cukup pesat, di negara kelahiran Agra itu.
Agra turun dari mobil dan langsung menuju lift khusus, untuk segera sampai pada lantai teratas gedung, di mana ruangannya berada. Edo pun selalu setia menemani tuan gunung esnya itu kemanapun dia pergi.
.
Sementara itu, beberapa waktu sebelumnya, dua orang lelaki berbeda usia terlihat masuk ke dalam lobby sebuah kantor.
"Saya ada janji dengan Mr.Leonard," ucapnya pada resepsionis yang berjaga di sana.
“Mr.Leonard masih dalam perjalanan, mari saya antar ke ruang tunggu," jawab salah satu resepsionis itu sopan.
“Baiklah, terima kasih." Laki-laki yang lebih muda mengangguk sopan.
Kedua laki-laki tadi di bawa menuju lantai teratas, dan di pertemukan dengan sekretaris pimpinan.
“Silahkan tunggu di sini, nanti saya panggil lagi, bila Mr.Leonard sudah sampai," ucap sekretaris yang mengantar mereka ke sebuah ruangan.
“Terima kasih."
Sekretaris tadi pun keluar dari ruangan itu dan kembali ke meja kerjanya, setelah mendapat jawaban, dan memastikan kenyamanan salah satu tamu dari pimpinan perusahaan.
.
“Mereka sudah datang, Tuan," ucap Edo di sela langkahnya menuju ruang kerja Agra.
“Hm.” Agra hanya berdehem untuk menyahuti laporan Edo.
“Selamat siang, Mr.Leonard," sapa para sekretaris yang sudah berdiri, untuk menyambut kedatangan wakil sekaligus anak dari Presdir mereka.
Agra hanya mengangkat tangannya sembari terus berjalan, tanpa mau melirik ataupun menanggapi sapaan para karyawannya itu.
Sampai di ruangan, Agra membuka kancing jasnya lalu duduk di atas kursi kebesarannya dia menengakkan punggung dengan wajah yang terlihat lebih dingin dari biasanya.
“Suruh mereka masuk," perintah Agra, sambil mengambil salah satu berkas yang berada di atas mejanya.
“Baik, Tuan." Edo berbalik, pergi keluar dari ruangan Agra.
Beberapa saat kemudian Edo kembali masuk setelah mengetuk pintu dengan dua orang lelaki mengikutinya di belakang.
“Selamat siang, Mr.Leonard," ucap Pria yang terlihat masih muda.
Agra hanya mengangguk dengan wajah yang masih fokus pada berkas di tangannya.
“Silahkan duduk, Tuan Gerald, Tuan Fandy." Edo mengambil alih perhatian kedua klien bosnya itu.
“Ah, iya terima kasih, Tuan Edoardo," jawab Gerald sopan, lalu duduk di sofa yang memang dikhususkan untuk menerima tamu.
Agra menutup berkas di tangannya, dan berjalan menghampiri kedua kliennya itu.
“Selamat datang di perusahaan kami, Tuan Gerald dan Tuan Fandy," sapa Agra, duduk tepat di depan Gerald dan Fandy dengan Edo berdiri di belakangnya.
Kedua orang itu tampak menegang, ketika melihat rupa dari Mr.Leonard yang terkenal sangat berbakat di dalam bidang bisnis. Hingga berhasil menjadikan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Leopard Corp maju dengan pesat, hanya dalam kurun waktu dua tahun setelah sebelumnya hampir gulung tikar.
Ya, Agra memang mempunyai banyak nama lain. Bila di negara Andrew maka Agra akan di panggil dengan nama belakang keluarga besar Andrew, tapi bila di luar negara maka dia akan di panggil dengan nama tengahnya.
Maka dari itu banyak dari calon kliennya yang mengira kalau mereka adalah orang yang berbeda, itu juga berlaku untuk Gerald dan Fandy.
Agra menyunggingkan sedikit ujung bibirnya, melihat reaksi dua orang dari masa lalunya itu.
“Jadi, bagaimana kalau kita mulai sekarang," ucap Agra santai, seakan dia tidak mengenal kedua orang di hadapannya.
Seperti janjinya dulu, sebelum meninggalkan kediaman Ansley. Agra bersikap seolah mereka adalah orang asing walaupun mereka bertatap muka sekalipun.
“Ah, baik, Mr...” Fandy tersentak kaget dengan suara Agra yang memecah lamunannya.
Dia mulai mempresentasikan perusahaannya dengan bahasa yang terdengar lugas juga mudah dipahami.
Agra hanya diam sambil mendengarkan dengan seksama, apa yang sedang di jelaskan oleh Fandy.
Sedangkan Gerald tampak menatap sendu Agra yang terlihat sedang fokus, dan tidak menghiraukan keberadaannya sama sekali.
Dalam hati dia merasakan kerinduan yang sangat besar kepada anak bungsunya itu. Akan tetapi, rasa bersalahnya atas apa yang dulu dia lakukan kepada Agra, membuatnya tidak berani untuk sekedar menyapanya sebagai seorang ayah.
Agra sadar kalau sejak tadi Gerald terus memperhatikannya, hanya saja dia berusaha untuk mengacuhkan keberadaan dari sang ayah kandung. Tidak bisa di pungkiri, walaupun selama ini dia sudah berusaha untuk menutupi rasa rindunya dengan kebencian. Akan tetapi, ternyata ketika bertemu langsung dengan mereka, semua kebencian dan dendam itu telah menguap entah ke mana.
“Berapa suntikan dana yang kalian butuhkan?” tanya Agra, setelah Fandy selesai presentasi.
Ada raut terkejut dari wajah kedua orang di hadapan Agra. Ya, mereka terkejut karena permintaan kerja sama yang mereka ajukan, langsung di setujui oleh Agra. Sedangkan yang beredar di luar sana, Leopard Corp sangat sulit dan selektif dalam memilih perusahaan, untuk bekerja sama dengan mereka.
“Ini, Mr. Kami sudah menjelaskan semua rincian biayanya." Fandy menyodorkan sebuah map berwarna biru kepada Agra.
Agra tampak membaca setiap kata dan angka yang tertera dalam berkas tersebut, dia sedikit memicing, seakan tidak ada yang ingin dia lewatkan, walau itu hanya satu kata saja.
“Baiklah, saya akan membantu dana untuk perusahaan kalian, tanpa harus bergabung dengan Leonard Corp," ucap Agra.
Tentu saja semua itu membuat Gerald dan Fandy langsung mendongak, menatap tidak percaya pada pria gagah di hadapan mereka. Yang benar saja, mereka bahkan mendapatkan dana tanpa harus bergabung dengan Leopard Corp.
Ini sangat mengejutkan, Gerald dan Fandy hampir saja tidak percaya dengan semua keberuntungan mereka hari ini.
“Bawa berkas kerja samanya besok pagi," ucapnya lagi sambil berdiri, di ikuti oleh Gerald dan Fandy.
“Baiklah kalau tidak ada lagi yang harus di bicarakan, kalian bisa pergi dari ruangan saya," ucap arogan Agra.
“Ah, i–iya, Tuan. Terima kasih atas bantuannya, saya pastikan besok pagi berkas yang, Anda, minta sudah sampai di sini," canggung Gerald sebelum mereka pergi dari ruangan mewah itu.
"Fyuh." Agra menjatuhkan tubuhnya di atas sofa setelah melihat kedua tamunya itu sudah keluar dari ruangannya.
“Kamu sudah mendapat laporan dari orang yang kita tempatkan di perusahaan mereka?” tanya Agra.
“Sudah, Tuan, sebentar lagi akan saya kirimkan pada, Anda," jawab Edo.
“Kirim ke ponselku saja, aku mau keluar dulu. Kamu tidak usah mengikutiku," ucap Agra, melempar jasnya ke sembarang arah, menarik dasi dari lehernya lalu membuka dua kancing teratas kemejanya, kemudian menggulung lengan kemeja sampai ke siku dan mengganti sepatu dengan sepatu sneakers yang sudah tersedia di ruang kerjanya.
Setelah dia selesai dengan gaya santainya, Agra langsung keluar dan menaiki lift khusus untuk segera sampai ke area parkir khusus.
Para sekretaris yang sedang fokus bekerja di depan ruangan Agra, seketika langsung di buat melongo, dengan penampilan bos baru mereka yang terlihat sangat keren dan tentunya tampan maksimal.
“Gila memang si bos ya, gantengnya kelewatan.“
“Bisa makin betah nih gue kerja di sini kalau pemandangan setiap harinya kayak gitu."
“Iya, walaupun dingin tapi kok malah makin ganteng ya.“
“Kira-kira si bos udah punya cewek belum ya? Kalau belum, kan bisa tuh curi-curi perhatian dikit."
“Alaaah ... udah punya pasangan juga, kalau belum ada janur kuning melengkung, masih sah aja kali buat kita deketin.“
Terdengar bisik-bisik para sekretaris yang mengagumi ketampanan sang bos baru mereka.
"Ekhm." Edo berdehem cukup keras, agar bisa menyadarkan para sekretaris bosnya dan kembali bekerja.
Itu semua ternyata cukup berhasil, melihat asisten sekaligus kepercayaan Agra, semuanya langsung duduk kembali di tempatnya.
Edo hanya mendengus kesal sambil berbalik menuju ruangannya.
Kapan bos dinginnya itu tidak membuat keributan bagi semua wanita yang dia temui. Hampir setiap perempuan yang melihat Agra dari dekat, selalu memuja ketampanan bosnya itu.
Edo rasanya sudah sangat bosan, mendengar setiap kata pujian yang selalu membuat kupingnya terasa panas.
"Dasar para perempuan!" gummanya lirih.
Entah karena rasa iri, atau memang sudah terlalu jengah menghadapi semua perempuan yang terpesona pada bosnya itu. Hanya Edo yang tau.
...🦅...
...🦅...
...TBC...
...🙏😊🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Cahaya Sidrap
🖐🖐🖐
2024-07-08
0
Ken arok
si edo jablay sih soale
2022-10-11
1
Tara
Jangan2 edo cinta Bozz ya.. Uhuy🙈🤭😅🔥🔥🔥
2022-09-12
2