...Happy Reading...
...🦅...
Satu minggu telah berlalu, hari ini Sagara sudah di perbolehkan untuk pulang, ia sudah sangat pulih sekarang, selain ingatannya yang belum menunjukan perkembangan.
Saat ini, Sagara sedang berada di dalam perjalanan menuju kediaman Tuan Andrew — seseorang yang sudah membayar semua pengobatan Sagara, sekaligus Bos besar Max.
Walaupun Sagara belum pernah bertemu dengan orang itu. Akan tetapi, dia yakin kalau Tuan Andrew adalah seseorang yang baik.
Max pernah memberitahunya kalau tuannya itu adalah seseorang yang sangat perfeksionis, dingin, dan sangat tidak suka berbasa basi.
“Jaga sikapmu jika bertemu dengannya, jangan sampai kamu membuatnya tersinggung apalagi marah." Max lagi-lagi memperingatkan Sagara.
“Iya, kamu ini kenapa bawel sekali, sejak tadi berbicara begitu terus!" kesal Sagara.
Ya, itu adalah perkataan Max untuk yang kesekian kalinya, semenjak mereka meninggalkan rumah sakit beberapa saat yang lalu.
“Karna saya tidak mau kamu melakukan kesalahan di hadapan Tuan Andrew!" ucap Max, tajam.
“Iya, aku akan sangat berhati-hati, kamu puas!” kesal Sagara.
Max hanya mengangguk dengan senyum tipis di wajahnya, menanggapi ocehan Sagara.
Sagara kembali memalingkan wajahnya, melihat suasana jalan yang sedang mereka lewati.
Terlihat jalanan yang cukup padat dengan banyak gedung bertingkat di sekitarnya, benar-benar suasana khas kota besar.
Sekitar empat puluh lima menit berkendara. Mobil yang Sagara tumpangi mulai memasuki sebuah kawasan pribadi, dengan banyak pohon rindang di sekitarnya. Suasananya pun terasa sejuk dan indah.
Tidak jauh dari sana terlihat berdiri kokoh sebuah bangunan besar dan megah, dengan warna dominan putih.
Dibatasi dengan Pagar tinggi di depannya, mobil yang di kendarai oleh Max perlahan masuk, setelah melewati pemeriksaan penjaga yang bertugas di gerbang terakhir.
“Waaahhh ... ini rumah bos itu, Max?” Tanya Sagara melihat sekitarnya yang sangat menakjubkan.
“Iya, sana turun, nanti ada pelayan yang akan mengantarkanmu bertemu dengan Tuan Andrew. Ingat, jangan banyak bicara, cukup ikuti saja dia!" peringat Max.
“Kamu tidak ikut masuk, Max?” tanya Sagara, mengerutkan keningnya.
Dia menatap bingung laki-laki yang sudah menemaninya selama di rumah sakit.
“Tidak, aku ada urusan lain," jawab Max singkat.
“Baiklah. Tapi, kita masih bisa bertemu lagi, bukan?" Sagara sedikit ragu untuk turun dari mobil.
"Kalau kamu menurut, kita pasti akan bertemu lagi, suatu hari nanti," jawab Max.
Sagara menatap Max, dengan perasaan berat di dalam hati.
"Sudah sana, jangan sampai kamu terlambat," desak Max.
Dengan berat hati, Sagara turun dari mobil yang dikendarai oleh Max.
Max langsung melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah besar itu setelah Sagara turun.
Sagara hanya diam dengan mata terus melihat mobil Max yang perlahan mulai menjauh. Dia beralih menatap seluruh sisi bangunan megah di depannya dari arah depan.
Terlihat begitu mewah dan indah di pandang mata. Hingga ia merasa sedang tidak berada di dunia nyata. Tidak pernah sekalipun ia melihat rumah semegah ini di tempat kelahirannya.
Walaupun dirinya juga berasal dari salah satu keluarga terkaya di negaranya. Akan tetapi rumah ini jauh lebih besar berkali-kali lipat, dibandingkan dengan rumah kedua orang tuanya.
Beberapa saat menunggu, seorang lelaki paruh baya berpakaian butler menghampirinya.
"Silahkan ikuti saya," ujarnya, dengan tangan terulur mempersilahkan Sagara untuk mengikutinya.
Sagara mengangguk, dia kemudian mengikuti langkah butler tersebut, masuk ke dalam mansion.
Dia semakin dibuat terpana, saat ia mulai memasuki rumah itu, membagikan seluruh pandangannya, melihat setiap sudut tempat yang ia lewati. Di dalam hati, dia mengagumi bangunan bagai istana di dalam dongeng itu.
Mereka sudah sampai di depan pintu berbahan kayu, dengan ukiran elang besar yang sedang membawa ular di patuknya.
“Silahkan masuk, Anda sudah di tunggu di dalam," ucap butler tersebut sopan.
“Terima kasih," ucap Sagara, membungkukkan sedikit badannya.
Dia menatap laki-laki paruh baya itu yang perlahan mulai menjauh. Berbalik kembali menghadap ke depan pintu dengan perasaan gugup tidak menentu.
Menghembuskan napas kasar, mencoba menenangkan detak jantung yang bertalu. Sagara memberanikan diri mengetuk pintu tersebut, walau dalam hati masih ada rasa gugup.
“Masuk!” terdengar suara tegas dari dalam ruangan itu.
Perlahan Sagara membuka pintu itu, matanya langsung di suguhi oleh pemandangan ruangan yang sangat luas. Dengan berbagai macam kemewahan yang ada di sana.
Di ujung sana, ada seorang pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan sangat mempesona, sedang duduk tegap di atas sebuah sofa single.
Mata itu menatap tajam kepadanya, dengan aura dingin yang mampu membuat bulu kuduk Sagara meremang seketika.
Dengan menggeluarkan semua keberaniannya, Sagara berjalan menghampiri sosok yang terlihat mencekam di depannnya.
Astaga, kenapa dia bisa membuatku takut hanya dengan melihatnya saja? batin Sagara.
Selama ini, tak pernah ada orang yang bisa membuatnya sampai setakut ini, bahkan sang papa sekalipun.
Namun, di hadapan lelaki ini, keberanian seorang Sagara, seakan menghilang entah ke mana.
Aura yang di keluarkan oleh lelaki paruh baya di hadapannya itu, terlalu kuat dan dominan, sehingga mampu menekan aura dari orang-orang di sekitarnya.
“Se–selamat sore, Tuan," ucap Sagara tergagap, sambil menundukan kepalanya.
Tak ada sahutan dari orang di hadapannya, Sagara berdiri menggigil menghadapi aura mencekam, dari orang yang sedang duduk tegap di depannya.
Pria paruh baya dengan pahatan wajah tegas dan tubuh yang masih terlihat sempurna, menatap Sagara dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Mengapa sekarang aku merasa, seperti sedang di telanjangi oleh dia? gumam Sagara dalam hati.
“Duduk!"
Sagara berjingkat kaget, mendengar suara berat penuh dengan wibawa dan ketegasan di dalamnya.
Tanpa sadar, Sagara langsung mengangkat kepalanya dan menatap manik kelam Andrew.
Untuk beberapa saat keduanya saling menatap tajam, mengukur kekuatan di antara mereka berdua, sebelum Sagara memalingkan wajahnya terlebih dahulu.
Andrew menyunggingkan senyum tipis di sebelah bibirnya. Sangat tipis, sampai siapa pun tak akan ada yang menyadarinya.
“Apa aku harus mengulangi perkataanku?” tekan Andrew.
“Ti–tidak, Tuan," jawab Sagara langsung duduk tepat di depan Andrew.
Mata Andrew tak pernah lepas sedikit pun dari Sagara, dia memperhatikan setiap gerak-gerik yang di lakukan oleh remaja itu. Bahkan untuk setiap perubahan ekspresi Sagara sekecil apa pun itu, Andrew bisa melihatnya dengan jelas.
“Aku dengar kamu mengalami lupa ingatan?”
Walau berucap sedikit santai. Akan tetapi, di telinga Sagara, suara itu terasa sangat dingin dan menekan, hingga bulu kuduknya terasa berdiri.
“Be–benar, Tuan," gagap Sagara.
“Kamu tidak tau siapa namamu?” Andrew sedikit mencondongkan tubuhnya, menatap selidik pada remaja di depannya itu.
Sagara sedikit memundurkan tubuhnya, dia merasa sedikit terintimidasi oleh tatapan tajam dan semua perkataan Andrew.
“Ti–tidak, Tuan." Sagara semakin gugup di buatnya.
“Apa kamu tidak mengingat apa pun tentang masa lalumu?”
Andrew menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, dengan kaki kanannya berada di atas kaki kirinya, satu tangannya berada di sisi sofa sedangkan satu lagi berada di dagunya.
Sagara hanya mengangguk.
“Jawab dengan suaramu!" perintah Andrew penuh penekanan, sehingga membuat Sagara terjingkat kaget.
“I–iya, Tuan," gugup Sagara.
“Baiklah, kalau begitu, mulai saat ini aku akan memanggilmu, Agra. Selama kamu belum mengetahui asal usulmu, maka kamu boleh berada di sini dan berlatihlah bersama para bawahanku," ucap Andrew tegas.
Sagara kembali dibuat terkejut oleh perkataan Andrew. Akan tetapi, dia juga sangat bahagia, setidaknya dirinya tak perlu mencari tempat tinggal untuk saat ini.
“Ber–berlatih?” Sagara mengerinyitakan kedua alisnya.
“Ya, berlatih ... kalau kamu ingin tinggal di sini, maka kamu harus menjadi lelaki yang kuat. Aku tidak menerima lelaki lemah sepertimu!" hardik Andrew, yang langsung membuat Sagara mengepalkan kedua tangannya tak terima.
Suatu kebetulan yang sangat menguntungkan, gumam Sagara dalam hati.
Di saat dia ingin melatih dirinya untuk menjadi lebih kuat, agar bisa membuktikan keberhasilannya di masa depan, kepada orang-orang yang sudah meremehkan dirinya. Sekarang jalan itu seolah telah menghampiri dengan sendirinya.
“Baik, Tuan!" Sagara berucap tegas, tak lagi gugup seperti tadi.
“Bagus! Jadilah lelaki kuat bahkan terkuat, hingga aku bangga padamu." Ucapan yang dikatakan Andrew, semakin membakar semangat Sagara.
“Aku akan berusaha sebaik mungkin agar tak mengecewakan, Tuan," janji Sagara.
“Hm, buktikan! Aku tidak suka orang yang berbicara besar." Andrew menekan salah satu tombol di dekatnya.
Tak lama pria paruh baya yang tadi menjemput Sagara di depan datang menghampiri mereka.
“Selama di sini kamu akan di dampingi oleh Edo, besok dia sudah ada di sini!" Andrew berkata pada Sagara, sekaligus memberikan informasi pada butler–nya.
Sagara mengangguk patuh.
“Her, bawa dia ke kamarnya!" perintah Tuan Andrew pada laki-laki berpakaian butler itu.
"Baik, King!" ucap pria paruh baya itu.
“Mari, Tuan–"
“Agra, mulai sekarang panggil dia, Agra!" Andrew memotong perkataan dari Buter itu.
“Mari, Tuan Agra," ulang pria paruh baya bernama Heru itu.
“Terimakasih, Tuan. Telah mau memberikan saya izin untuk tinggal di sini. Anda juga sudi memberikan nama untuk saya. Saya permisi ke kamar dulu," pamit Sagara membungkukkan badannya penuh sebagai tanda terimakasih kepada Andrew.
“Hm.” Andrew hanya mengangguk sambil mengibaskan salah satu tangannya di depan, sebagai tanda agar Sagara cepat pergi dari sana.
Melihat semua itu, sagara segera pergi dengan mengikuti langkah butler yang akan menunjukan letak kamarnya.
...🦅...
...🦅...
...TBC...
...🙏😊😘...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Je'89
coba tabok pke teplon sopo ngrti Lg mimpi 😀
2024-07-15
0
Cahaya Sidrap
👍👍👍
2024-07-08
0
Rara Kusumadewi
disini tak ada ceweknya kah....
2023-11-14
2