...Happy Reading...
...🦅...
Agra mengedarkan pandangannya ke seluruh area dalam bangunan.
Suasana hiruk pikuk dengan musik yang menghentak menjadi pemandangan pertama yang dia lihat.
Lampu temaram menjadi pelengkap bagi para lelaki hidung belang, dan penggila judi yang sedang asik, dengan kegiatan mereka masing-masing.
Para wanita berpakaian se*si yang hilir mudik, berusaha untuk melayani pelanggan dengan servis memuaskan, menjadi pemandangan menjijikan di mata Agra.
"Ck." Arga bedecih merasa jijik berada di tempat seperti ini.
Sebuah tempat perjudian, dan prostirusi ilegal. Kalau bukan terpaksa, lelaki itu tidak akan mau menjejakkan kakinya di tempat kotor seperti ini.
Dia adalah ketua Mafia terbesar di negara sang ayah angkat, Andrew.
Mafia yang dia pimpin, memang sudah sering bekerja sama dengan para petugas negara, untuk mencari orang yang meresahkan atau buronan.
Entah sejak kapan itu berlangsung, hanya saja itu semua karena suatu insiden, yang membuatnya terpaksa menolong seorang pria paruh baya, yang ternyata memiliki jabatan khusus di negara itu beberapa tahun lalu.
Andrew juga sering menjadi donatur di berbagai lembaga masyarakat. Hingga dia dikenal, sebagai salah satu pengusaha yang memiliki sikap dermawan yang tinggi.
Dari saat itu, mereka mulai akrab dengan pemerintahan, juga kepolisian. Walau itu hanya terjadi di belakang layar. Tentu saja warga awam tidak akan ada yang tahu hubungan semacam itu.
Mafia dan pemerintah memang bukanlah hal yang masuk akal bila di pikirkan, bagi sebagian orang. Akan tetapi, sebenarnya keduanya bisa berjalan bersamaan, dengan keuntungan dan kerugian yang pasti keduanya dapatkan, di dalam suatu surat perjanjian.
Tidak bisa di pungkiri, kekuasaan seorang Andrew, bisa membantu berbagai hal di negara itu. Begitupun kebutuhan kebebasan dari polisi yang dibutuhkan oleh organisasi mafia milik Andrew dan Agra pun, dapat terjamin oleh hubungan yang terjalin antara mereka.
Tidak ada yang merasa di rugikan dengan semua itu. Dari sisi Andrew, maupun pemerintah, sama-sama menyetujui konsekuensi dari perjanjian antara pihak dunia hitam dan dunia putih itu.
Pemerintah mempunyai suntikan dana dari perusahaan, dan penjagaan dari Mafia yang di pimpin oleh dirinya. Sedangkan Leopard Corporate dan Black Eagle, sebagai perusahaan dan organisasi mafia milik Agra dan Andrew pun, mendapatkan kebebasan melakukan hal apapun. Mulai dari kebebasan peredaran senjata api, hingga perluasan kekuasaan.
Walaupun dengan perjanjian tertentu yang telah di setujui oleh kedua belah pihak. Agra tidak serta merta mau melakukan tugas semacam itu dari kepolisian. Dia lebih suka bekerja di belakang, dan membiarkan para anggota organisainya yang bergerak ke depan.
Buat apa mempunyai banyak anak buah bila dia masih harus susah payah turun ke lapangan. Mungkin itu yang ada di pikiran seorang Agra.
Namun, karena kali ini, Andrew langsung yang menyuruhnya. Terpaksa Agra harus turun tangan dalam masalah yang menurutnya mudah itu.
Ayah angkatnya itu, seakan tidak mau melihatnya bersantai, walau hanya sebentar. Padahal bahkan hampir tidak ada waktu untuknya beristirahat.
Mengurus organisasi mafia yang sudah cukup berkuasa dan memiliki banyak anggota, ditambah dengan perusahaannya sendiri, membuat waktu Agra hampir sudah tercurah semuanya dengan berbagai macam pekerjaan.
Agra menekan sedikit earphone di telinganya, mencoba berkomunikasi dengan sang asisten.
"Bagaimana Ed?" tanya Agra pada alat komunikasi yang terpasang di telinganya.
"Clear." Suara jawaban dari sang asisten membuat senyum itu terbit.
Senyum yang membuat siapa saja yang melihatnya akan bergidik ngeri.
"Kita ke tempatnya langsung," Agra beranjak dari tempatnya berdiri, berjalan menaiki tangga di sudut ruangan.
Tidak ada yang menyadari kedatangan kedua orang itu. Para pengunjung dan petugas yang berada di sana, masih saja sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Di lantai atas, Edo yang mengambil jalan dari belakang sudah menunggunya, sambil memastikan keadaan masih aman dan berada di dalam kendalinya.
"Tuan." Edo memberikan masker khusus pada bosnya itu.
Agra menganggukkan kepalanya samar, dia kemudian memakai masker khusus yang di berikan Edo.
"Sudah kamu pastikan?" tanyanya, dengan suara yang hanya bisa di dengar oleh keduanya.
"Sudah, Tuan. Dia ada di ruangannya." Edo menjawab mantap.
Agra menyeringai puas, saat melihat banyaknya para penjaga yang sudah tak sadarkan diri di lorong tersebut.
Ya, udara di sana sudah terkontaminasi oleh obat bius yang di sebarkan oleh Edo sebelumnya. Hingga, tanpa ada yang menyadari, kesadaran mereka terus menurun, seiring semakin banyaknya udara beracun yang mereka hirup.
"Kerja bagus, Ed," ujarnya, mengangguk samar pada asistennya itu.
Edo menatap wajah puas bosnya, ada rasa bahagia di dalam hatinya, saat melihat raut wajah itu.
Mereka berdua melangkah bersama, dengan sesekali melangkahi tubuh yang tergeletak begitu saja. Pandangannya terus mengedar, saling melindungi dan memastikan tidak ada musuh, yang tiba-tiba saja datang.
Berjalan menuju sebuah pintu yang berada di paling ujung lorong.
Braak!
Tendangan keras pada daun pintu, yang dilakukan oleh Edo, membuat penghalang itu langsung ambruk, dan terbuka lebar. Dengan waspada, Agra melangkah memasuki sebuah ruangan kerja.
Di tangannya sudah ada senjata yang siap, untuk di tembakkan. Laki-laki itu tampak mengernyitkan kening dalam, saat dia tidak mendapati seorang pun di dalam sana.
Pandangan tajamnya mengedar, mencari sesuatu yang janggal. Tangannya meraih sebuah patung kecil yang berada di atas meja.
Klik.
Agra menekannya, dan tiba-tiba terbukalah sebuah rak berkas di sana, menampakkan sebuah ruangan berupa kamar pribadi yang lumayan luas.
Seorang laki-laki paruh baya, tampak sedang tertidur pulas, bersama seorang wanita yang pastinya adalah sebagai penghangatnya malam ini.
Agra tersenyum miring, melihat korbannya, kini sedang berada di dalam kondisi yang bisa mengelak, dari serangannya.
Baron Loadra, seorang buronan yang sudah lama menjadi incaran pihak berwajib. Dia adalah ketua jaringan penculikan dan penadah organ dalam manusia.
Mafia? tentu bukan. Dia hanyalah kelompok kecil yang masih mempunyai seseorang yang lebih besar di belakangnya.
Agra memutar senjata api di tangannya, memainkannya santai dengan kaki mulai melangkah mendekati ranjang berukuran besar itu.
"Ck, ck, ck, sayang sekali waktumu sudah habis sekarang." Agra menggeleng miris.
Edo pun ikut tersenyum miring di belang tubuh tuannya.
.
.
Sementara itu di lantai bawah, suasana mendadak ricuh oleh kedatangan para petugas berbaju preman. Semua orang yang berada di sana langsung di amankan dan di bawa ke kantor polisi.
Salah satu orang yang memiliki pangkat tinggi, tampak berjalan menaiki tangga, untuk menemui Agra dan Edo.
"Sudah bisa kami bawa?" suara seseorang dari arah belakang, tidak membuat kedua orang itu membalikan tubuhnya.
Agra memutar tubuhnya dengan senjata api masih dia mainkan di tangan. Senyum meremehkan pun terbit di bibirnya.
"Setidaknya berikan pekerjaan yang lebih menantang, jangan pekerjaan murahan seperti ini!" tekan Agra.
Melemparkan sesuatu yang langsung di tangkap oleh lelaki itu.
"Itu semua bukti tentang semua kejahatannya, yang tidak bisa kalian dapatkan," ucapnya, dengan nada mengejek dan menaikkan sebelah Alisnya.
Agra dan Edo langsung melangkah pergi, tanpa mau mendengarkan jawaban dari pria berjaket kulit itu. Lelaki yang berumur dua tahun lebih tua dari Agra itu, menatap horor sosok yang baru saja dia temui.
"Murahan katanya?" tertawa sumbang sambil menggeleng miris.
Astaga, aku dan timku, sudah bersusah payah untuk menangkap, dan membubarkan sindikat ilegal ini, tapi, tidak pernah mendapatkan hasil. Sekarang orang itu malah menyebut misi ini sebagai misi murahan! Benar-benar penghinaan secara halus, umpat laki-laki itu dalam hati.
Arkan Lesmana, seorang petugas keamanan negara yang sudah mendapatkan jabatan yang lumayan tinggi, di umurnya yang masih sangat muda, itulah namanya.
Dia hanya menggeleng miris, lalu segera melakukan tugasnya sebagai seorang penegak hukum.
.
.
Agra mengambil ponsel di saku celana nya, dia mengetikkan beberapa nomor, lalu menempelkannya di telinga. Langkahnya terus terayun ke luar dari tempat mejijikan seperti itu.
"Misision complated." ucapnya dingin, saat mendengar panggilannya sudah di terima oleh seseorang di sebarang sana.
Dia terdiam mendengar jawaban dari seseorang yang begitu disayanginya.
"Lain kali berikan aku tugas yang benar-benar pantas, jangan tugas murahan seperti ini," omel Agra merasa malas.
Tut!
Agra langsung mematikan sambungan telponnya, tanpa mau mendengar jawaban dari sana.
Dia sudah pasti bisa menebak, ekspresi kesal yang di buat oleh wajah kaku sang ayah. Membayangkan semua itu saja, sudah bisa membuatnya begitu bahagia.
"Dady, aku rindu," lirihnya.
Namun, rasa kesal kembali dia rasakan saat mengingat yang terjadi di dalam.
Apa ini, sama sekali tidak ada baku hantam? Bahkan peluru di dalam sini saja belum sempat dikeluarkan. Benar-benar menyebalkan!
Agra menghembuskan napasnya kasar, dia kini sudah sampai dibagian depan bangunan itu..
"Lemah." Agra berdecih kesal.
Sampai di luar, ternyata waktu sudah hampir malam, matahari senja mengiringi langkah Agra menuju mobilnya yang terparkir cukup jauh.
Si*lan memang, perkiraan dirinya kali ini meleset. Ternyata mereka tidak sekuat yang selama ini di bicarakan oleh orang-orang. Sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin, malah tidak berbuat apa-apa.
Dia menyandarkan punggungn pada jok mobil, Agra memejamkan mata tenang. Rasa kecewa, karena tidak ada pertarungan, mulai dia rasakan.
"Lain kali, pastikan dulu lawan kita siapa?" ucap Agra tiba-tiba.
Edo melirik kaca sepion dalam, untuk melihat bosnya itu.
"Baik Tuan" jawab Edo menganggukkan kepalanya samar, walaupun dia tau, lelaki di belakangnya itu tidak akan melihat apa yang ia lakukan.
Bukannya senang mendapat tugas mudah, ini malah marah-marah. Perkataan itu tentu saja, hanya bisa keluar dalam hati.
Mana berani dia mengatakan semua itu, pada laki-laki yang sudah sepuluh tahun ini menjadi atasannya.
Setidaknya hari ini dia tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra, untuk membasmi para sampah seperti mereka.
.
.
Beberapa saat kemudian Agra sudah berada kembali di apartemen miliknya. Memilih untuk langsung masuk ke dalam kamar dan membersihkan diri.
Malam ini, dia ada janji dengan kedua sahabatnya, untuk membicarakan tentang pekerjaan mereka, sekaligus berkumpul di Kafe milik Roni.
...🦅...
...🦅...
...🙏😊🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Cahaya Sidrap
up lanjut thor
2024-07-08
0
djoko susilo
gitu dong....jd orang sukses tdk melupakan sahabat karibnya
2022-09-13
1
Ida Lailamajenun
enak juga baca nya jika aliansi bawah tanah membantu instansi buat basmi kejahatan..
2022-09-07
1