...Happy Reading...
...🦅...
Seminggu berlalu, hari ini adalah acara pernikahan Alisya dengan Remon–anak dari Arnold, berlangsung.
Selama satu minggu ini, Alisya di kurung di kamar, oleh sang paman. Dia tidak diperbolehkan untuk ke luar dari rumah, bahkan dia juga sudah tidak berangkat bekerja.
Alisya duduk termenung di atas ranjang kecil, tempat dirinya beristirahat selama beberapa tahun ini. Setelah kedua orang tuanya meninggal, dan semua harta peninggalan dari mereka, telah di ambil alih oleh Bima.
Alisya pun harus rela melepaskan kamar, dan semua barang-barang di kamarnya beralih ke tangan Mona–anak dari Bima. Sedangkan dirinya harus rela tidur di kamar pelayan yang berada di bagian belakang rumah.
Alisya teriam dengan mata yang berkaca-kaca, sudah tidak ada lagi tangis, dia sudah cukup lelah meratapi nasibnya. Dia melihat pantulan dirinya di dalam cermin, terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya modern dan tiara di atas kepalanya. Mekap bold yang tampak membuat dirinya terlihat lebih dewasa.
Akad nikah akan di lakukan di ruangan utama rumah itu beberapa jam lagi, sebagian dari para tamu undangan sudah hadir, kini mereka tinggal menunggu mempelai laki-laki dan keluarganya.
Selama seminggu ini Alisya berusaha memikirkan, bagaimana cara dirinya bisa kabur dari kamarnya ini. Dia sama sekali tidak mau di nikahkan paksa oleh paman yang gil* harta itu.
Lebih baik dia kabur sejauh mungkin, dan hidup sebatang kara, daripada harus terkurung bersama dengan laki-laki yang tidak pernah dia kenal sebelumnya, dengan status sebagai suami istri.
Berapa pun hutang sang ayah, akan dia bayar dengan uang, walaupun dia sendiri masih memikirkan bagaimana caranya di mendapatkan uang untuk menutup semua itu. Akan tetapi, tidak dengan cara menyerahkan dirinya sendiri pada orang itu.
Alisya merasa ada yang di sembunyikan oleh Bima, mengenai hutang dan harta kedua orang tuanya, dia merasa janggal dengan semua yang Bima katakan pada malam itu. Walau dirinya tidak tahu pasti batas kekayaan keluarganya. Akan tetapi, dia juga tidak mau percaya begitu saja pada sang paman.
"Aku harus pergi dari sini, bagaimana pun caranya!" ucap Alisya, dengan penuh tekad.
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Alisya.
"Non?" Bi Ani tampak masuk dengan cara mengendap-endap.
"Bagaimana, Bi?" tanya Alisya, dengan tatapan penuh harap.
"Sudah, Non. Nanti, Non, pergi lewat belakang. Bibi sudah membuka gerbang belakang," jelas Bi Ani.
Beberapa hari lalu Alisya dan Bi Ani membuat rencana, untuk kabur dari pernikahan, walaupun itu belum tentu berhasil, mengingat semua penjagaan ketat di rumah itu. Akan tetapi, setidaknya mereka sudah mencoba.
"Terima kasih, Bi. Aku gak tau akan bagaimana kalau enggak ada, Bibi." Alisya berkata dengan pandangan sendu.
"Ini sudah tugas Bibi, Non. Untuk menjaga, Non Lisa." Mereka berpelukan sekilas, menyalurkan kasih sayang satu sama lain.
"Bibi sekarang keluar, dan usahakan terlihat oleh salah satu dari mereka, agar, Bibi, tidak di curigai nantinya," ucap Alisya memberi instruksi.
"Baik, Non. Nona hati-hati ya, kalau bisa kasih bini kabar." Bi Ani nampak menatap khawatir gadis yang telah dia rawat sejak masih bayi itu.
"Iya, Bi. Bibi tenang aja ya, aku pasti bisa menjaga diriku sendiri."
Wanita paruh baya itu hanya mengangguk dengan perasaan prihatin mendalam, pada anak dari mantan majikannya itu. Dia tidak pernah menyangka, kalau Alisya akan mendapatkan hidup yang tragis seperti ini.
Ditinggalkan kedua orang tua yang sangat menyayanginya sejak menginjak remaja, dan mempunyai paman yang hanya bisa memikirkan harta untuk kesenangannya saja. Bibinya pun sama saja, mereka malah menyiksa Alisya, dan memanfaatkan gadis itu untuk menjadi pembantu di rumahnya sendiri.
Alisya, membuka jendela kamarnya dengan membawa tas gendong kecil, berisi beberapa helai baju dan barang-barang yang dia anggap penting.
Memanjat dengan hati-hati, sambil mengawasi sekitarnya, memastikan tidak ada orang yang akan mengawaisnya. Sandal khusus pengantin yang dia gunakan, telah dia ganti dengan sepatu sneakers kesayangannya, sedangkan baju masih memakai kebaya.
Tak ada waktu untuk kembali mengganti baju yang lumayan rumit ini, juga mekap dan segala hiasan kepala yang masih terlihat sempurna di tempatnya.
Bruk!
Melompat dengan sangat baik, dan mendarat dengan mulus di luar rumah, tanpa terlihat oleh orang-orang yang berjaga.
Alisya menyingsingkan kain jarik yang membalut kaki jenjangnya, dia mulai melangkahkan kakinya menuju gerbang belakang rumah, dengan sedikit membungkukkan tubuh.
Pandangannya terus mengedar kesana kemari, takut ada yang melihat dirinya. Sesekali Alisya harus menghindar dari beberapa petugas acara yang hilir mudik mengerjakan pekerjaan mereka.
Beberapa saat kemudian, Alisya sudah ada di depan gerbang belakang, yang jarang di buka. Dia menarik napas dalam lalu membuangnya kasar, merasa lega karena sudah berhasil ke luar dari dalam rumah besar itu.
.
.
Sementara itu, Agra sedang berada di perjalanan menuju sebuah restoran untuk menghadiri rapat, bersama seorang klien dari luar negri.
Tin...tiiin!
Agra menekan tombol klakson mobil saat melihat seorang wanita dengan penampilan aneh, hendak menyeberang jalan tanpa menyadari keberadaan mobilnya.
Hampir saja Agra menabrak gadis aneh itu, bila saja dia tidak menginjak pedal rem dengan cepat.
"****!" umpat Agra, memukul stir mobilnya dengan cukup kencang.
Brak Brak Brak!
Agra terjingkat kaget dengan suara gedoran keras dari kaca pintu mobilnya, dia memiringkan sedikit tubuhnya demi melihat seorang gadis yang berdiri, sambil mengedor pintu mobilnya dengan begitu keras.
"Tolong!" kata itu yang tertangkap dari gerak bibir tipis dengan warna lipstik merah menyala, di depan matanya.
Agra mengerutkan keningnya, merasa tidak asing dengan wajah gadis itu, dia pun akhirnya membuka kuci pintu mobilnya, bermaksud untuk keluar.
Brak!
Blam!
Dengan gerakan cepat gadis itu langsung masuk ke dalam, dan duduk di kursi penumpang di samping Agra.
"Jalan sekarang," kata gadis itu dengan raut wajah panik, dan napas memburu.
Agra menaikkan satu alisnya, melihat seorang gadis yang dengan berani masuk ke dalam mobilnya, tanpa izin darinya terlebih dahulu.
"Nanti aku jelaskan, sekarang ku mohon jalan dulu!" Alisya yang merasakan mobil itu tak juga melaju, kembali melihat Agra.
Ya, gadis itu adalah Alisya, setelah dia baru saja keluar dari gerbang belakang rumah itu. Dia terpergok salah satu penjaga, dan sekarang dia sedang dikejar-kejar oleh para pengawal dari pamannya.
Sial memang, di saat dirinya hampir saja berhasil kabur, dan bebas dari semua peraturan pamannya yang mengekang. Akan tetapi, salah satu dari pengawal sang paman malah melihatnya, dan melaporkannya pada semua temannya.
Agra mengalihkan perhatiannya pada kaca spion mobilnya, dia bisa melihat kalau ada beberapa lelaki yang berlari ke arahnya.
Sepertinya gadis ini sedang dalam keadaan butuh pertolongan, menolog batin Agra.
Tanpa mengatakan apapun, Agra langsung menjalankan mobilnya, menyatu dengan keramaian jalanan di siang menjelang sore itu, dia sama sekali tidak meninggalkan jejak, ataupun terlihat mencurigakan bagi para penjaga yang sedang mengejar Alisya.
Hening, itu yang terjadi di sepanjang perjalanan, Alisya duduk canggung dengan wajah tertunduk, dia tidak berani hanya sekedar menampakkan wajahnya pada laki-laki asing di sampingnya itu.
Jari tangannya tampak saling meremas, menahan gugup, dengan pikiran yang terus berkelana mencari cara agar dia bisa benar-benar lari dari pamannya, tanpa bisa ditemukan lagi.
Agra hanya memperhatikan dengan diam, sambil terus fokus pada jalanan yang sedang dia lewati.
Merasa sudah jauh dari tempat pertama kali dia membawa gadis di sampingnya, dan tidak ada yang mengikuti, Agra menepikan mobilnya.
Alisya langsung mengangkat kepalanya saat merasakan mobil itu berhenti, melihat sekitar yang ternyata sebuah jalanan yang lumayan sepi, sepertinya itu adalah jalan pelosok.
Alisya mengangkat kepalanya, menatap Agra dengan alis yang bertaut, dia sama sekali tidak pernah berpikir akan diturunkan di tempat seperti ini. Hatinya mulai gundah dengan berbagai prasangka pada laki-laki di sampingnya.
"Sudah jauh, kamu sudah bisa keluar," ucap Agra dingin.
"Ta-tapi ini di mana? Kamu gak salah turunin aku di tempat sepi kayak gini!" Alisya tampak terlihat sedikit takut, namun mencoba untuk terlihat tegar di hadapan Agra.
Dia sampai tak ingat kalau Agra itu adalah, CEO di perusahaan tempatnya bekerja, mungkin karena terlalu banyak tekanan di dalam pikirannya, hingga sesuatu yang penting seperti itu pun tidak diingatnya.
Agra hanya menaikkan satu alisnya, tanpa mengatakan apapun. Wajah Alisya yang tampak sangat berbeda dari awal mereka bertemu, membuat Agra juga tidak bisa mengenalinya.
Alisya yang di pandang begitu, langsung salah tingkah, dia memundurkan sedikit tubuhnya, sambil terus memperhatikan seluruh penampilan laki-laki di sampingnya.
"A–aku tidak tau mau ke mana? Bolehkah aku ikut bersama denganmu?" tanya Alisya memandang Agra penuh permohonan.
Dia yakin kalau Agra bukanlah seorang laki-laki jahat yang akan memanfaatkan kelemahannya saat ini. Lagipula entah mengapa hatinya seakan mendorongnya untuk mengatakan hal itu.
"Hah?!" Agra tersentak kaget, dengan permintaan dari seorang gadis di depannya.
Dia tidak habis pikir, bagaimana seorang gadis bisa meminta tolong pada seorang laki-laki tidak dikenal sepertinya. Berbagai prasangka pun terlintas di pikirannya, membuatnya menatap gadis itu penuh curiga.
"Tolong aku, aku mohon," ucap Alisya lagi, menangkup kedua tangannya di bawah dagunya.
Dia tidak lagi memerdulikan tatapan tajam dan penuh curiga Agra. Saat ini di dalam pikirannya hanya ingin pergi sejauh mungkin dari rumah dan keluarga pamannya, bila perlu ke luar kota atau luar pulau pun dia tidak apa.
Agra terdiam, dia seperti sedang menimbang, apa yang kan dia lakukan pada gadis di sampingnya itu.
Astaga, kenapa gadis di negri ini makin aneh saja, umpat Agra dalam hati, merasa frustrasi dengan sikap gadis itu.
Dia melihat jam mewah yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu pertemuannya tinggal sebentar lagi, sedangkan dia malah terjebak di sini, bersama dengan gadis tidak dikenal.
"Keluar sekarang!" tekan Agra dengan suara yang teramat dingin.
Alisya merasa sedikit takut dengan aura yang Agra keluarkan. Akan tetapi, rasa putus asa, membuatnya tidak memerdulikan semua itu.
Astaga, kenapa bulu kudukku terasa berdiri begini? Apa dia bukan manusia? tanya Alisya melihat Agra dengan penuh selidik.
"Apa yang kau pikirkan, hah?" tanya Agra, membalas tatapan gadis itu dengan lebih tajam
"Apa, aku tidak berpikir apa-apa?" elak Alisya, memalingkan wajahnya ke sembarang arah, menyembunyikan semburat merah di pipinya.
Aduh, kenapa rasanya, seperti maling yang baru ketahuan? batin Alisya, salah tingkah.
"Keluar sekarang," ucap Agra lagi, masih berusaha sabar, walau kali ini suaranya terdengar lebih berat.
"Aku tidak mau!" geleng Alisya, tetap duduk di bangkunya.
Agra melebarkan matanya, dia terkejut melihat ada seorang gadis yang berani melawan perintahnya. Dia menarik napas dalam lalu menghembuskannya kasar, merasa frustrasi dengan sikap gadis di sampingnya.
...🦅...
...🦅...
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Cahaya Sidrap
lanjut thor
2024-07-08
0
Ken arok
knapa ga kabur dulu2 pas masih kerja...
2022-10-11
1
djoko susilo
masing2 pd ga menyadari,ntar jg bucin mereka berdua hiiii ...siapa dulu authornya...
2022-09-13
1