Dalam hidup Kinan yang sebelumnya biasa-biasa saja. Menjadi seorang anak perempuan, tidak memiliki saudara kandung karena terlahir sebagai anak tunggal. Ayahnya meninggal dunia dan ibunya kian renta di usianya yang sudah tidak lagi muda. Harapannya hanya ingin memberi kebahagiaan untuk ibunya, atau setidaknya jika itu pun belum mampu, maka prinsip Kinan tidak ingin membuat orang tuanya susah.
Menikah. Kinan tidak pernah menyangka, caranya menemukan pendamping hidup akan begini, takdir Allah memang tidak bisa disangka. Jodoh Kinan, seorang pria yang sempat menyentuh hatinya dan membuatnya berdebar serta kepikiran. Bahkan Kinan pernah melangitkan doa khusus agar dijodohkan dengan pria itu.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Dude disambut hangat oleh orang tua angkatnya. Mereka sepasang suami-istri yang usianya kira-kira seumuran dengan ibu Kinan. Berhubung Kinan orang baru, dia hanya berdiri di belakang Dude sejak tadi.
Mereka menangis memeluk Hana yang bagaikan seonggok daging yang bernyawa tapi kosong, tidak mengeluarkan sepatah kata, hanya diam, tidak berubah dari keadaan sebelumnya.
Mereka histeris, diikuti tangisan Rey, cucu mereka, yang masih semuda itu harus menghadapi kenyataan memiliki ibu depresi.
"Sudah, Bu, Pak. Hana akan segera sembuh, kita doakan saja. Sebentar lagi akan ada dokter yang datang menjemput Hana ke tempat dia dirawat sebelumnya."
Orang tua angkat Dude mengangguk sambil menghapus air mata lalu menatap Kinan yang ikut bersedih melihat keadaan Hana.
Hana masuk ditemani Rey dan salah seorang pelayan. Orang tua angkat Dude langsung terfokus perhatiannya pada Kinan.
"Siapa ini, Le?" tanya ibu angkat Dude yang berbama Bu Fatimah.
"Iya, kenapa tidak dikenalkan?" sambung bapak angkat Dude, beliau bernama Pak Rahman.
Kinan hanya tersenyum menunggu Dude angkat bicara.
"Kenalkan, Pak, Bu, ini istri Dude. Namanya Kinan, maaf karena terlalu mendadak, Dude sampai belum sempat mengabari ibu dan bapak sebab kejadian yang tidak di duga-duga," tutur Dude.
"Ya Allah, Le. Kenapa kamu nikah ndak memberi kabar? Separah apa masalahnya sampai tidak memberitahu bapak dan ibu, Le," ujar Bu Fatimah dengan nada kecewa yang terdengar jelas. Walau dia hanya orang tua angkat, tapi Dude sudah dia rawat sejak kecil seperti anak kandungnya.
"Sudah, Bu. Dude pasti punya alasan, lagi pula hidupnya sudah cukup sulit menjaga Hana dan Reyhan, kita maklumi saja. Nak Kinan, salam kenal, saya Pak Rahman, Bapaknya Dude."
"Iya, Pak. Bapak benar. Maafkan Ibu ya, Dude. Ibu mengerti pasti berat bagi kamu. Ibu ikut bahagia kalau kamu sudah menikah. Salam kenal ya, Kinan. Saya bu Fatimah, ibunya Dude."
"Salam kenal, Bu, Pak. Maaf karena sudah membuat kaget Bapak dan Ibu. Saya Kinan Adelia," jawab Kinan tidak lupa menyalimi bu Fatimah dan pak Rahman dengan sopan.
Dude membuang napas pelan sambil memijat kening. Dia agak bingung menjelaskan semuanya, tapi syukurlah, bapak dan ibu angkatnya itu mau mengerti dan tidak banyak bertanya.
Setelah perkenalan singkat, orang tua Dude pun mempesilakan Kinan dan Dude untuk beristirahat. Rey dan Hana juga baru saja pergi ke rumah sakit jiwa, Hana dijemput dengan dokter dan petugas rumah sakit. Rey bersikukuh ikut mengantar ditemani pak Rahman.
Dude ingin ikut, Kinan juga, tapi bu Fatimah melarang, menurutnya lebih baik Kinan dan Dude menunggu saja di rumah.
Karena orang tua Dude tidak tahu hubungan Kinan dan Dude sudah sedekat apa sebelum menikah. Sebagai suami-istri yang sah, mereka hanya di sediakan satu kamar untuk berdua. Padahal sejak pernikahan mereka yang belum genap seminggu, Kinan dan Dude tidur terpisah.
Suasana canggung pun kian mencekam di antara mereka yang sedang duduk berdua dan diam tanpa kata. Dude berdeham sesekali sambil melirik Kinan, berusaha membunuh kesunyian yang sangat membuat canggung.
"Saya minta maaf karena hanya ada satu kamar di sini," ucap Dude.
Kinan menarik napas dalam-dalam lalu mengangguk pelan. "Iya, Mas. Nggak apa-apa," jawabnya.
Lalu mereka diam lagi. Dude sangat tidak biasa dengan suasana sepi dan canggung seperti itu. Sehingga dia berinisiatif keluar kamar agar Kinan lebih nyaman.
Namun Kinan malah mencegah itu dan refleks menyentuh telapak tangan Dude.
"Mas mau ke mana?" Sekarang Kinan sudah menggenggam tangan Dude tanpa dia sadari.
Dude menatap tangannya yang telah digenggam Kinan cukup erat. Dia pun refleks salah tingkah.
"Mau ke luar supaya Kinan tidak merasa canggung lagi. Saya bisa tidur di sofa ruang tamu," jawabnya tanpa melepaskan genggaman tangan Kinan.
"Jangan, Mas. Tidak apa-apa. Saya tidak masalah kalau Mas di sini. Akan lebih tidak enak kalau Mas tidur di luar," ujar Kinan.
Dude tersenyum, dia lalu agak tertawa sambil mengusap punggung tangan Kinan, dan saat itulah Kinan sadar bahwa dia sudah menyentuh pria itu.
"Astaghfirullah." Kinan secepatnya melepaskan tangan Dude.
"Maaf, Mas."
"Kenapa minta maaf. Tidak masalah, Ki. Ya sudah, saya tetap di sini, kalau begitu kamu boleh istirahat duluan," balas Dude dengan begitu santainya.
Walaupun sudah suami-istri tapi Kinan masih belum siap membuka kerudung yang selalu dia kenakan.
Di pikiran Dude sempat terbesit pertanyaan apakah Kinan tidak kegerahan karena terus memakai kerudung? Tapi, Rey sempat menjelaskan padanya, bahwa itu adalah identitas Kinan sebagai seorang muslim. Dia pun mengerti, karena pemahamannya yang teramat minim tentang agama kalau bukan Rey yang selalu mengingatkannya.
Kinan menyentuh dadanya, dia sudah berbaring menyamping, sementara Dude menyusul berbaring di samping Kinan dengan guling sebagai pembatas.
'Ya Allah aku harus gimana? Tidur pakai jilbab apa dibuka? Tapi, gerah juga,'
Kinan hanya bisa membatin, dia berpikir mereka sudah suami-istri seharusnya wajar kalau Kinan membuka jilbab di hadapan Dude.
Lalu dia pun beranjak menuju kamar mandi. Dude hanya diam saja sambil memperhatikan Kinan yang mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Mungkin Kinan mau berganti pakaian, pikirnya.
Dude pun berusaha memejamkan mata walau dia belum mengantuk. Di dalam kamar mandi, Kinan menatap pantulan dirinya di cermin dan agak ragu keluar tanpa mengenakan hijab. Dia memakai piama tidur panjang dan tertutup, hanya saja rambut panjangnya tergerai setelah dia sisir dengan rapi.
"Nggak apa-apa, Ki. Dia kan, suami kamu." Kinan pun akhirnya keluar dengan tanpa mengenakan hijab. Dude sedang memejamkan mata, dia tidak tidur, dia juga mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.
Kinan kembali ke posisi tidurnya, lalu menarik napas dalam-dalam.
"Kinan tidur duluan, ya, Mas."
Dude langsung membuka matanya, menoleh pada Kinan dan terkejut melihat Kinan tanpa kerudung.
"Ki-kinan."
"Ada apa, Mas?" jawab Kinan ikut panik. "Apa ada yang salah dengan penampilan saya?" tanya Kinan sambil memeriksa rambutnya.
Dude terlihat salting, tapi secepatnya dia menghilangkan raut panik di wajahnya melihat Kinan membuka jilbab.
"Enggak, cuman agak kaget aja kamu tidak pakai kerudung," jawab Dude agak meneguk ludah.
"Iya, Mas. Bukannya aneh kalau tidur pakai kerudung? Atau Mas lebih nyaman saya pakai aja?"
"O, enggak! Bukan gitu." Dude menggeleng cepat. "Tidak apa-apa. Benar kata kamu, lebih baik dibuka saja saat sedang tidur."
Kinan tersenyum malu sambil mengangguk-angguk kecil. "Kalau gitu Kinan tidur ya, Mas."
"Iya, Kinan. Selamat tidur, ya."
Kemudian Kinan memejamkan matanya, Dude mematikan lampu dan mereka tidur dibawah temaramnya cahaya.
'Kenapa jantung saya jadi berdebar gini? Apa karena pertama kalinya tidur dengan wanita? Tapi, dia tidak mengenakan jilbab dan rambutnya yang panjang membuat saya tidak tenang.'
'Tidur, Kinan. Jangan sampai kamu terjaga dengan jantung yang nyaris lepas saking gugupnya.'
Padahal mereka tidak melakukan apa-apa. Hanya sekedar berbaring bersebelahan di ranjang yang sama. Karena Dude tidak akan melakukan apapun pada Kinan sebelum hubungan mereka makin dekat dan sudah sama-sama siap.
..._____ ...
...Baru gini aja udah senyum-senyum :) Siapa tuh? Yang baca, lah. 😁😇...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Andi Fitri
pembaca pada ikut dag dig dug..😁
2023-11-22
0
Roy Romanza
senam jantung thor gwe
2022-03-22
0
Bagus X
sa ae Thor😀😀
2022-01-17
0