...Ku lantunkan banyak doa. Tapi, doa yang paling ku seriuskan adalah tentangmu, setelah doaku tentang orang tua. Jodohku, aku percaya, kau pasti datang saat hati ini sudah mengikhlaskan. Datanglah, beritahu aku siapa kau sebenarnya... ...
...dalam sujud Kinan Adelia ~ ...
...*****...
Hari ini Kinan baru saja menyelesaikan jam lemburnya. Rey sudah menjalani serangkaian pemeriksaan, setelah hasilnya keluar maka baru bisa dilakukan tindakan selanjutnya oleh dokter Angga.
Waktu menunjukkan pukul 20.00 malam. Kinan masih menunggu angkutan umum yang biasa ia tumpangi. Saat itu jalanan masih agak ramai, lalu lalang kendaraan masih memenuhi jalanan ibukota. Kinan memilih untuk berjalan di sekitar jalanan tempat dia biasa menunggui angkutan umum. Tapi entahlah, malam ini angkutan umum yang biasa dinaiki Kinan belum juga lewat.
"Kok dari tadi belum juga lewat sih," gumam Kinan dengan mata berkeliling menyusuri satu-satu kendaraan yang lewat.
Saat ia masih memperhatikan jalanan. Tiba-tiba dua orang pria berbadan besar mendekati Kinan dengan tatapan tajam ke arahnya.
Kinan beringsut mundur. "Maaf, ada apa ya, Pak?" tanya Kinan sopan.
"Serahkan tas lu!"
Kinan memeluk erat tas yang ada di tangannya. "Kalian rampok?"
"Udah tahu kenapa banyak tanya! Cepet serahin tas lu!" gertak pria itu bergantian mendesak agar Kinan menyerahkan tasnya. Tapi Kinan tetap mempertahankan tas yang ada di tangannya. "Nggak! Pergi atau saya teriak!"
Jalanan begitu ramai, tapi entah kenapa tidak ada orang yang melihat Kinan. Semuanya fokus pada jalanan yang agak macet itu, mungkin suara teriakan Kinan juga tidak terdengar jelas tertutupi oleh suara klakson mobil yang bersahutan.
Kinan terus berdzikir dalam hati, sambil mempertahankan tasnya yang di dekap erat ke dadanya. "Pergi kalian!"
Dua lelaki itu malah tertawa keras.
"Kalau Lu serahin tasnya. Maka semuanya lebih cepat. Kita pasti pergi! Buruan kasih!" tekan mereka yang akhirnya menarik paksa tas Kinan.
Sebuah mobil berhenti tepat di dekat Kinan yang masih berusaha memegangi tasnya yang akan dirampas oleh para preman itu.
Kinan berharap orang yang keluar dari mobil itu akan menolongnya meski ia tidak tahu siapa orang tersebut.
"Lepas!" Kinan berteriak. "Tolong!"
Kinan ingat kata-kata ibunya. Kalau ada orang yang hendak berbuat jahat padanya, maka langsung saja tendang di bagian vitalnya. Kinan pun bertekad mengumpulkan keberanian dan mulai memasang ancang-ancang untuk menendang bagian vital salah seorang preman tersebut.
Bugh!
Satu tendangan mendarat tepat di bagian vital salah seorang preman yang berusaha menarik tas Kinan paksa.
"Arrggh!" Preman itu memekik kesakitan sambil memegangi bagian vitalnya. "Sialan lu!"
Saat teman preman yang lain berusaha membalas perbuatan Kinan. Seorang lelaki keluar dari mobil yang barusan berhenti di sisi Kinan persis.
"Kalian! Pergi sebelum gue habisin kalian satu-satu!" tekan orang tersebut.
"Mas Dude!" seru Kinan yang terkejut, ternyata orang yang keluar dari mobil itu adalah Dude Danuarta.
Dude melihat ke arah Kinan. "Suster Kinan?"
Ternyata Dude pun baru menyadari kalau perempuan yang sedang di rampok oleh preman itu adalah Kinan.
"Banyak bacot lo!" Salah seorang preman itu melayangkan bogem mentah ke arah Dude. Beruntung, karena cekatan dan sigapnya Dude, Bogeman itu berhasil ia hindari.
Dude mencengkeram kepalan preman tersebut. Lalu dengan kakinya yang panjang, Dude menendang preman itu sama seperti yang dilakukan Kinan tadi. Kedua preman itu pun sama-sama merasakan sakit di bagian vitalnya. Preman yang satu kesakitan karena tendangan Kinan, yang lainnya lagi kesakitan karena tendangan Dude.
"Ouh! Brengsek lo!" pekik preman itu yang akhirnya memancing perhatian orang-orang.
Karena keributan itu akhirnya membuat orang lain ikut melihat ke arah Dude dan menangkap dua preman meresahkan tadi. Kinan mengucap syukur karena Allah memberikan pertolongan untuknya.
"Alhamdulillah. Ya Allah, terima kasih." Kinan mengusap wajahnya sambil terduduk di pinggiran trotoar. "Ya Allah, tadi itu ...." Napasnya terengah-engah, jujur Kinan ketakutan tadi. Baru kali ini ada preman yang hendak merampoknya.
Dude mendekati Kinan lalu terbatuk satu kali. "Khem!"
Kinan mendongak. "Astaghfirullah."
Dude tersenyum menampakkan giginya. "Suster baik-baik aja kan?"
Kinan pun berdiri. "Alhamdulillah. Terima kasih Mas Dude udah nolongin saya tadi."
"Iya, sama-sama. Udah malem gini kenapa belum pulang?" tanya Dude.
"Ah itu, tadi nunggu angkot tapi belum juga lewat."
"Oh gitu," jawab Dude sambil terdiam beberapa saat.
"Hm, Suster Kinan keberatan kalau saya antar pulang? Ini udah malam, takutnya angkot nggak lewat lagi," ujar Dude.
Kinan membulatkan mata. "Di antar? Mas Dude mau anterin saya pulang?"
"Hmm, kalau Suster nggak keberatan, sih. Saya antar sampai rumah."
Kinan berfikir sejenak. Jujur ia masih shock karena dua preman tadi. Belum lagi setelah keramaian tadi pun, angkot belum juga muncul.
"Baiklah, kalau tidak merepotkan Mas Dude," jawab Kinan agak ragu. Dia berpikir ini termasuk urgent, tidak apa lah, batinnya.
"Enggak merepotkan. Kalau gitu silahkan masuk Suster," ujar Dude sambil membukakan pintu mobilnya.
Kinan pun mengangguk dan langsung masuk ke dalam mobil.
Dude menjalan mobilnya dengan kecepatan sedang. Pria itu menatap lurus ke jalanan. Sesekali Kinan melirik kearah Dude. Jantungnya masih terus berdebar sejak pria itu berada di dekatnya. Kinan terus beristighfar, kenapa hatinya terus tertuju pada Dude, bukan Hamzah yang sudah melamarnya. Sedangkan Dude hanyalah pria yang tidak dekat dengannya sama sekali.
"Suster rumahnya dimana?" tanya Dude.
"Di jalan Flamboyan nomor tujuh, Mas."
Dude mengangguk. "Oh, oke."
Kinan begitu kaku, tidak tahu harus membuat obrolan seperti apa dengan Dude.
"Suster setiap hari naik angkot?" tanya Dude lagi, Kinan hanya mengangguk. "Iya, Mas."
Dude tersenyum tipis. Kinan dapat melihat senyuman pria itu dari kaca mobil di depannya. Ya Allah, batin Kinan terus menahan perasaan aneh di dadanya.
"Mas Dude kok nggak di rumah sakit? Nggak jagain Rey?"
Akhirnya Kinan berusaha mencairkan suasana yang agak kaku tersebut.
"Tadi mau ke rumah sakit, abis dari kantor sebentar. Terus liat Suster Kinan di gangguin preman itu." Dude menjawabnya sambil menatap lurus jalanan, fokus mengendarai mobilnya.
"Oh, maaf ya jadi membuat Mas Dude repot."
Kinan merasa tidak enak.
"Nggak kok. Sebagai sesama manusia kita harus saling tolong menolong. Saya malah baru tahu kalau tadi itu Suster Kinan yang di gangguin preman. Kirain siapa," sahut Dude, santai.
Kinan tersenyum sambil mengangguk. "Alhamdulillah."
Dude ikut tersenyum sambil melirik sekilas ke arah Kinan. Keduanya tidak sengaja saling menatap dan salah tingkah. Dude menarik napas dalam-dalam, terlihat jelas oleh Kinan. Mendadak Kinan merasakan hawa panas itu lagi, dalam hatinya terus beristighfar. Setiap kali di dekat Dude pasti seperti itu.
Ada apa dengan Kinan?
Mobil Dude pun berhenti tepat di depan rumah Kinan.
"Ini rumahnya Suster?"
Kinan mengangguk. "Iya, ini rumah saya, Mas. Benar."
Gadis itu membuka sabuk pengaman dan langsung keluar dari mobil. Dude pun ikut keluar dari mobilnya.
"Terima kasih banyak ya Mas, udah mau mengantar saya pulang. Sekali lagi maaf sudah merepotkan."
"Iya sama-sama. Saya senang melakukannya. Kalau gitu saya permisi ya, harus ke rumah sakit lagi." Dude tersenyum kepada Kinan. Saat itu Kinan terpaku dengan senyuman tersebut.
"Iya, hati-hati ya."
Dude pun masuk ke dalam mobilnya. "Assalamu'alaikum."
Kinan mengangguk. "Wa'alaikumsalaam."
Ibu Kinan melihat hal itu dari balik tirai jendela rumahnya. Tentu ibu Kinan bertanya dalam hatinya, siapa lelaki yang mengantar Kinan barusan?
"Ya Allah, pipiku panas banget." Kinan memegangi pipinya yang bersemu. Ibu Kinan melihat gelagat itu dan merasa ada yang berbeda dari raut putrinya.
Kinan memasuki rumah, lalu terkejut ketika ibunya muncul secara tiba-tiba di hadapan Kinan.
"Astaghfirullah, Ibu. Assalamu'alaikum, Bu. Kinan kaget," ucapnya.
"Wa'alaikumsalaam. Siapa tadi Ki?"
"Hm, siapa?"
"Yang mengantar kamu tadi, yang bawa mobil bagus itu."
Ternyata Ibunya melihat Kinan turun dari mobil Dude tadi.
"Oh itu, dia orang tua pasien di rumah sakit. Tadi nggak sengaja nolongin Kinan waktu hampir di rampok preman," terang Kinan.
"Astaghfirullah. Kamu mau di rampok Ki?"
Ibu Kinan terkejut. "Ya Allah kamu nggak apa-apa kan, Nak?"
Kinan menggeleng. "Alhamdulillah Kinan nggak apa-apa Bu. Tadi untunglah ada orang tua pasien itu. Jadi Kinan tertolong juga. Berhubung nggak ada angkot jadi Kinan di antar pulang, gitu Bu."
Halimah menghela napas lega. "Oh jadi dia udah punya keluarga?" tanyanya pada putrinya. Untuk sejenak Halimah berpikir Kinan dekat dengan lelaki itu.
"Iya, Bu." Seolah tertampar kenyataan. Benar juga, Mas Dude sudah punya anak.
Halimah melihat raut anaknya berbeda saat itu. Kenapa dia berpikir bahwa anaknya menyukai lelaki tadi? Semoga saja pikiran dia salah.
"Alhamdulillah kalau kamu nggak kenapa-kenapa, Ki. Kamu sekarang istirahat ya, besok naik ojek aja deh nggak usah angkot ya," ucap Ibu Kinan.
"Iya, Bu. Ya udah, Kinan masuk kamar dulu ya."
Halimah mengangguk. Saat itu Halimah dapat melihat jelas ada raut kekecewaan yang di perlihatkan putrinya.
...******...
...Memendam perasaan itu memang berat. Apalagi seringkali takdir menggoda kita, pertemuan demi pertemuan kerap terjadi. Akhirnya hati kita terpaksa terus memelihara perasaan itu. ...
...Bersambung.. ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Masih menunggu jawaban kinan...
2022-01-18
1
Dian_melati
duhhhh dude makin ehem deh 😍
2021-12-29
3
Sumiyati
lagi seru"nya mlh bersambung,,lanjut
2021-12-23
3