Meskipun dia tidak pernah berharap dokter Hamzah akan melamarnya. Tetapi Kinan bisa melihat dari gerak-gerik lelaki itu, bahwa lelaki itu menaruh rasa padanya. Dokter Hamzah baik, dia juga Saleh, jadi jika harus menolak, maka alasan apa yang pantas Kinan berikan? Bukankah menikahi pria Saleh adalah sebuah anugerah Yang Maha Kuasa?
"Aku butuh petunjuk-Mu, Ya Allah."
Keesokan harinya. Kinan sudah bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. Ibunya tersenyum lebar pagi ini, dapat terlihat guratan penuh rasa syukur menghiasi wajahnya yang mulai dihiasi garis keriput.
"Ki, nanti sore mau ibu masakin apa?" tanya Halimah sambil menuang teh pada cangkir Kinan.
"Nggak usah masak yang macam-macam, Bu. Tempe, tahu, udah cukup," jawab Kinan.
"Masa kamu maunya makan tempe tahu terus, sih? Kapan lagi ibu masakin kamu, selagi kamu belum menikah. Kalau udah menikah nanti, kamu yang harus masakin suami kamu kan?"
Kinan tertegun sesaat. "Ah, Ibu. Kinan nggak mau ibu capek masak. Intinya masakan apapun yang dibuat Ibu, Kinan pasti makan, Kinan pasti suka," katanya yang enggan membahas masalah jodoh dengan ibunya.
Halimah tersenyum lalu memeluk tubuh Kinan secara mendadak. Kinan terdiam sambil merasakan pelukan erat ibunya.
"Dokter Hamzah baik, Ki. Ibu harap kamu menerima lamaran dia," ucap Halimah sambil mengusap punggung Kinan.
Saat itu Kinan tidak menjawab. Semalam ia sudah melakukan sholat istikharah. Semuanya sudah dia pasrahkan pada yang maha membolak-balikkan hati manusia.
"InsyaAllah, Bu." Kinan hanya tersenyum lalu mengecup punggung tangan ibunya. "Kinan pamit ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalaam." Halimah mengelus dadanya. Besar harapannya terhadap Kinan.
"Semoga Allah mudahkan, Aamiin."
...****...
...Di Rumah sakit. ...
Kinan berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ruangan dokter Angga. Pagi ini dokter Angga memanggilnya agar menghadap ke ruangannya. Entah apa yang akan ditugaskan dokter Angga padanya, Kinan hanya menjalani pekerjaannya sebaik mungkin sebagai seorang perawat.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalaam. Masuk,"
Kinan pun masuk ke dalam ruangan dokter Angga.
"Suster Kinan. Maaf memanggil secara tiba-tiba. Ada yang perlu saya mintai tolong."
"Tolong apa, Dokter?" tanya Kinan. "Katakan aja, saya akan bantu sebisa saya."
"Begini, saya ada pasien berumur 10 tahun. Kamu bisa kan bantu saya untuk menjaga dia selama di rumah sakit. Mengurus segala keperluan dia. Anak ini akan melakukan pemeriksaan intensif di bagian kepalanya pasca operasi tumor otak beberapa bulan lalu," tutur dokter Angga.
"Baik, Dokter. Pasien ada di ruangan apa? Dia pasien VIP?" tanya Kinan yang penasaran, kenapa dokter Angga sampai meminta penjagaan khusus olehnya, pasti itu adalah pasien VIP dokter Angga, pikirnya.
"Dia anak dari kenalan saya. Waktu itu saya yang menangani operasinya. Saya hanya ingin memastikan dia tidak berganti-ganti perawat. Anaknya pendiam dan tidak mudah akrab dengan orang baru. Saya rasa kamu bisa berbaur dengannya nanti, Suster Kinan."
Kinan mengangguk. "Rupanya begitu, baiklah Dokter. Saya akan menjaga pasien tersebut sebaik mungkin."
Usia 10 tahun dan belum lama habis menjalani operasi tumor otak? Kinan merasa iba mendengarnya. Bagaimana bisa usia sekecil itu menahan rasa sakit yang luar biasa. Tumor otak bukan penyakit ringan. Menjalani operasi pengangkatan tumor di dalam otak tidak serta-merta membuat tumor menghilang. Anak itu pasti mengalami komplikasi pasca operasi.
Kinan langsung menuju ruangan tempat pasien anak tersebut di rawat. Kinan memutar gagang pintu, kemudian mendorong pintunya pelan hingga terbuka lebar.
"Permisi," ucap Kinan.
"Suster, silahkan masuk."
Suara itu?
Kinan mengangkat wajahnya dan terkejut. Rupanya anak itu adalah Rey. Anak yang pernah bertemu Kinan beberapa hari yang lalu bersama papanya yang bernama Dude.
"Suster 'kan?" kaget Pria yang bernama Dude saat melihat Kinan masuk.
"Jadi, Rey yang di rawat?" tanya Kinan yang masih ingat nama anak itu. Tapi di data pasien tertulis Raihan bukan Rey. Sehingga Kinan tidak menyangka kalau anak itu adalah Rey.
"Iya, Suster. Alhamdulillah ternyata suster yang jadi perawat Rey," kata Rey dengan senyum lebar. Bagaimana bisa dia tersenyum setulus itu padahal sedang merasakan sakit.
Kinan berjalan mendekati Rey lalu mulai memeriksa keadaan Rey. "Iya, suster nggak tahu kalau Raihan itu Rey."
Dude tersenyum tipis. "Raihan nama Rey yang sebenarnya, Suster."
Kinan melirik sekilas ke arah Dude. "Oh jadi gitu," ucapnya.
Rey tidak terlihat sedang sakit. Malahan Rey sangat ceria sekarang. Dokter Angga bilang Rey tidak mudah akrab dengan orang lain, tapi syukurlah dengan Kinan sebaliknya. Rey langsung akrab.
Dude duduk di samping tempat tidur Rey. Saat itu Kinan tidak dapat fokus. Jantungnya terus berdebat saat berada di dekat Rey yang diawasi terus oleh Dude, papanya. Sejak tadi Kinan penasaran, kenapa Rey hanya selalu bersama papanya, lalu kemana mamanya?
"Em. Suster Kinan, apa saya boleh tanya sesuatu?" tanya Dude.
Kinan menatap Dude, lagi-lagi hanya sekilas sebelum akhirnya Kinan mengalihkan pandangan.
"Boleh saja,"
Dude menggaruk sebelah alisnya, dengan wajah tampan yang semakin membuat Kinan tidak dapat mengontrol peluhnya. Kinan merasakan gerah, padahal di sana ruangan full AC.
Kinan merasa gugup.
"Apa suster sudah menikah?" tanya Dude.
Deg
Kenapa tiba-tiba bertanya hal itu. Di rumah pernikahan juga yang selalu dibahas ibunya. Lalu sekarang, pria itu membahas masalah pernikahan juga.
"Belum," jawab Kinan.
Dude mengangguk-angguk. "Oh gitu, saya kira suster sudah menikah."
Kinan menatap Dude lagi, sekilas. Kenapa juga harus tanya tentang menikah lagi, menikah lagi, apa dia terlihat tua untuk terus ditanya demikian? Itu yang ada dalam batin Kinan saat ini.
"Suster Kinan cantik, pasti sudah ada yang melamar, iya kan?" celetuk Rey.
"Rey, kamu nih sok tahu," timpal Dude agak kaget saat Rey berkata begitu pada Kinan.
"Bener loh, Pa. Pasti udah ada yang melamar Suster Kinan, iyakan Suster?"
Kinan terdiam lalu menampakkan senyum kecil di bibir. "Sudah, kok Rey tahu?" jawabnya yang berusaha jujur. Semalam dia memang sudah dilamar oleh Hamzah.
Rey mengangkat jempolnya. "Bener kan kata Rey juga apa," ucap anak itu.
Dude tertawa kecil. "Dasar kamu tuh suka iseng, jahil."
Rey ikut tertawa.
"Semoga lancar ya, Suster," kata Dude.
"Aamiin." Kinan hanya dapat menanggapi dengan senyum.
Entah kenapa hatinya merasa sedih. Di doakan oleh pria yang jujur berhasil membuat jantungnya berdebar. Sebelumnya Kinan belum pernah merasakan demikian saat dekat dengan lelaki lain.
Meski itu bukan berarti cinta. Tapi, Kinan terbukti mengagumi sosok Dude. Seorang Papa yang sangat menyayangi anaknya. Agaknya Dude adalah tipe ideal Kinan yang bahkan Kinan sendiri baru menyadari bahwa dia menyukai pria seperti Dude.
Kinan duduk di meja kerjanya. Ia melihat surat yang berisi identitas orang tua Raihan.
"Dude Danuarta. Jadi itu nama lengkap Mas Dude? Tapi kenapa tidak ada identitas mama Raihan? Padahal aku sudah memeriksanya berulang kali, hanya ada keterangan tentang papa Raihan saja," gumam Kinan.
Tak lama kemudian Diana masuk ke ruangan Kinan. "Assalamu'alaikum, Ki."
"Wa'alaikumsalaam, Di."
Diana duduk di samping Kinan. Saat itu Kinan masih memeriksa berkas milik Raihan.
"Ini berkas milik anak Pak Dude, ya?"
"Du-Da keren. Alias Dude Danuarta keren," tambah Diana sambil tercengir ke arah Kinan.
"Iya, lo nih bisa aja. Masa nama orang lo singkat-singkat." Kinan menggeleng.
"Bener dong, Du-Da alias Dude Danuarta. Satu rumah sakit udah tahu dia, dia kenalan Dokter Angga. Beberapa waktu lalu anaknya operasi tumor otak ditangani dokter Angga. Waktu itu lo belum di mutasi ke sini, Ki."
Memang sebelumnya Kinan tidak bekerja di rumah sakit itu. Kinan dipindahkan dari rumah sakit yang lama.
"Oh gitu, iya. Gue dimintain tolong dokter Angga buat merawat Rey," sahut Kinan.
Diana mengangguk. "Raihan berati cocok sama lo, Ki. Soalnya gue denger dia nggak mudah akrab sama orang lain," terang gadis berambut pendek di samping Kinan.
"Iya, syukurlah kalau dia mau akrab sama gue, Di."
Diana tertawa kecil. "Lo nggak naksir sama papanya?"
Kinan terkejut dan reflek memukul lengan Diana. "Sembarangan lo kalau ngomong! Kalau istrinya denger bisa salah paham."
"Duh, sakit," ringis Diana.
"Mamanya Rey maksud lo?"
Kinan mengangguk. "Ya iyalah, istri pak Dude itu kan mamanya Rey."
"Denger-denger mamanya Rey udah lama meninggal, sewaktu Rey masih bayi."
Kinan kembali terkejut. Ternyata Dude memang seorang Duda?
Kalau dipikir umur Rey 10 tahun sekarang. Sedangkan Umur Dude 30 tahun. Apakah itu tandanya Dude menikah muda dulunya?
"Jadi pak Dude 10 tahun nggak menikah lagi?" tanya Kinan mendadak penasaran. Sepertinya Diana tahu banyak tentang Dude.
"Gue kurang tahu, Ki. Yang jelas pak Dude itu pengusaha ternama. Gue mikir mustahil dia sendirian selama 10 tahun. Bisa jadi istri barunya nggak di ekspos, iya kan?"
Kali ini Kinan mendadak lemas. Benar juga yang dikatakan Diana. Mungkin saja demikian.
Berpikir apa sih, Ki. Kenapa jadi mikirin suami orang!
"Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumsalaam," jawab Kinan dan Diana.
"Wah, ternyata Suster Kinan belum pulang. Kebetulan, ini saya mau mengantar sedikit bingkisan," kata Dokter Hamzah sembari menyerahkan paper bag yang entah apa isinya.
"Ya ampun Dokter Hamzah, perhatian banget, senengnya jadi Kinan," seru Diana sambil menyikut pelan lengan Kinan.
Sementara Kinan malah entah memikirkan apa, dia hanya tersenyum ragu lalu mengambil pemberian Hamzah padanya. "Nggak perlu repot-repot, Dok. Saya jadi tidak enak," katanya.
"Enggak, Kok. Ini sama sekali tidak merepotkan. Kalau gitu saya tinggal dulu ya, Suster Kinan, Suster Diana. Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalaam."
"Wow!!! Dokter Hamzah baik banget, Ki. Dia kayaknya beneran serius banget deh sama lo."
Bagaimana, tidak, Diana saja yang belum tahu bahwa lelaki itu sudah melamarnya kemarin.
"Iya, gue jadi nggak enak, deh." Kinan menatap bingkisan pemberian Dokter Hamzah. "Gue balikin aja kali ya?"
"Eh eh, emangnya lo nggak suka sama dokter Hamzah, Ki?"
Sebenarnya, Kinan bukan tidak suka. Tapi, untuk suka yang menjurus pada rasa spesial memang belum ada.
"Gue nggak tahu, Di. Bingung, gue juga belum terlalu kenal deket, kan. Sekedar tegur sapa, jadi agak gimana gitu."
"Dijalani aja dulu, Ki. Kalau dia jodoh lo pasti nantinya akan timbul rasa deh."
Yang dikatakan Diana memang benar. Jadi apa sebaiknya Kinan terima saja lamaran dokter Hamzah? Toh, ibunya sangat suka dengan Dokter Hamzah, kan?
...__________...
...Masih menjadi teka-teki, siapa sebenarnya ibu dari Rey. Apa iya Dude menjadi duda selama 10 tahun? ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
@maydina777
masih bingung
2023-01-31
0
♥️💕 MomSha 🌹🌹💕❤️
jodohnya kinan ini siapa yah?dokter hamzah apa dekerjir (duda keren dan tajir)?
2022-03-07
1
Dwi Sasi
Pilihannya ideal semua... Kl jd kinan jg bingung 😄
2022-01-18
1