Takdir selalu unik bagi Kinan. Seperti kini, saat ini. Beberapa bulan lalu, dokter Hamzah datang melamarnya. Setelah itu Kinan menerima lamaran tersebut. Lalu, hari ini dokter Hamzah akan menikahinya, dan mereka berdua adalah jodoh yang sebenarnya, yang tertera di Lauhul Mahfudz.
Setelah melalui beberapa bulan selama persiapan pernikahan, akhirnya hari bahagia itu datang. Kinan akan segera menjadi seorang istri.
Gadis yang belum lama ini genap berusia 22 tahun itu hanya menghela napas panjang. Tak ada penyesalan menerima lamaran dokter Hamzah karena itu adalah pilihannya yang menurutnya paling tepat. Hanya saja Kinan merenungi perasaannya sendiri sekarang. Tentang seseorang yang berada di dalam hatinya. Kinan menyimpan cinta dalam diam untuk Dude Danuarta.
Ini mungkin gila. Kinan pun tak henti terus mengutuk perasaannya sendiri. Kenapa Kinan masih saja begitu menyukai Dude? Padahal dia sudah melihat semuanya dengan mata kepala sendiri bahwa Dude memiliki seorang istri. Dude juga memiliki seorang putra yang sudah cukup besar.
"Ya Allah, Ki. Kamu kok daritadi belum keluar sih? Ibu nunggu kamu loh," kata Halimah yang baru saja masuk ke kamar putrinya. Kinan terlihat anggun dengan kebaya berwarna putih dan juga kerudung putih berhiaskan mahkota kecil di atasnya. Kinan meminta agar makeup yang dia kenakan tidak terlalu menor, dia juga tidak menggunakan perias, hanya make up sederhana yang dia lakukan sendiri.
Kinan tersentak kaget. "Maaf, Bu. Tadi Kinan baru selesai ngerapihin jilbab," jawabnya sambil menyentuh garis kerudung di dekat pipinya. Matanya mulai terasa pedih, dia melihat sosok wanita yang selama ini menemaninya setiap waktu, dan mendadak Kinan ingin menangis.
Ibu Kinan memperhatikan wajah putrinya yang tampak murung. "Kok anak ibu cemberut sih? Jangan nangis, nanti make up kamu luntur. Kamu udah cantik banget, anak ibu sebentar lagi akan segera menjadi istri seorang dokter yang saleh, insyaAllah."
Kinan langsung memeluk ibunya. Dia berusaha keras agar tidak menangis, tatapi tetap saja akhirnya Kinan menangis juga.
"Bu, maafkan Kinan, ya. Selama Kinan jadi anak Ibu, Kinan belum bisa membahagiakan Ibu. Kinan selalu bikin susah," ucap Kinan sambil sesenggukan, air matanya tumpah, dan dia tidak peduli dengan make up tipis yang dia kenakan.
Sejujurnya Halimah juga ingin menangis, dia tidak kuat mendengar suara anaknya berkata seperti itu sambil memeluknya. Tapi, dia tidak boleh terlihat lemah dihadapan anaknya, Kinan harus menjadi pengantin yang cantik hari ini.
"Ki, kamu itu kebahagiaan ibu yang terbesar. Jadi, jangan pernah berkata kamu menyusahkan, apalagi tidak pernah membahagiakan ibu. Karena kamu sendiri adalah sebuah kebahagiaan terbesar untuk ibu, Nak."
"Ibu, Kinan nggak mau menikah, Kinan mau menemani ibu aja."
"Ehh .... Nggak boleh gitu, udah, berhenti nangisnya. Ibu nggak mau Kinan sedih, apalagi sampai sesenggukan gini, liat tuh, makeup kamu luntur. Ya Allah, Nak. Sini ibu benerin," kata Halimah.
"Biarin aja, Bu. Kenapa ibu malah mikirin makeup," gumam Kinan cemberut.
"Karena ibu mau anak ibu jadi yang tercantik di hari pernikahannya," jawab Halimah sambil merapikan tatanan makeup di wajah Kinan.
"Kenapa kamu nggak mau pakai jasa perias, Nak? Ini bukannya terlalu sederhana, menurut ibu, dandanan kamu terlalu biasa."
Kinan tersenyum. "Ini juga permintaan dokter Hamzah lho, Bu. Dia suka wanita yang sederhana," Jawab Kinan tersipu.
Ibunya sontak tersenyum. "Owalah, ya sudah kalau memang calon suamimu yang menginginkan, ibu setuju saja," jawabnya.
Setelah semuanya siap, Kinan langsung duduk di sebuah mihrab yang disediakan khusus untuknya menunggu sampai mempelai pria selesai membacakan ijab qabul. Kinan sangat gugup, bayangannya malah muncul wajah Dude, selalu dia, tidak pernah pudar barang sebentar saja. Sekuat tenaga Kinan menghilangkan bayangan itu, sekarang seharusnya dokter Hamzah yang ada di dalam bayangannya.
Ibunya juga terlihat sama gugupnya menunggu pihak pengantin pria yang belum datang. Katanya, pihak pria masih bersiap-siap.
Lalu kemudian tidak lama muncul seorang wanita yang datang ingin bertemu dengan Kinan.
Ibunya yang menemui wanita itu, masih muda, kira-kira seusia Kinan.
"Ki, ada wanita muda yang ingin bertemu dengan kamu," kata Halimah.
"Siapa, Bu?"
Wanita itu lalu muncul dari belakang ibunya. "Ki-Kinan ...."
"Diana?"
Selama hampir tiga bulan saat menyiapkan pesta pernikahannya dengan dokter Hamzah, Kinan memang belum pernah bertemu lagi dengan Diana. Teman satu profesinya itu dipindahtugaskan, berbarengan dengan pindahnya calon suami Kinan, mereka pindah ke rumah sakit yang sama.
"Diana, ya Allah, lo kemana aja selama ini," ucap Kinan dengan wajah sumringah, dia senang didatangi Diana, pernikahannya akan makin sempurna saja.
Tapi, wajah Diana tampak murung, ibunya juga agak aneh melihat wajah wanita itu, pucat dan tidak ada raut ceria sama sekali di sana.
"Di, lo kenapa?" tanya Kinan.
Diana berjalan lemah menghampiri Kinan dan menangis, dia seperti tidak sanggup menahan kesedihan yang mendalam. Kinan yang dipeluk erat oleh temannya itu hanya terbengong, dia bingung, apa yang sudah terjadi pada Diana?
"Di, lo kenapa? Lo ada masalah?" tanya Kinan.
"Ki-nan, maa-fin, gu-e, Ki. Gue nggak berm-mak-sud meng-mengkhianat-i lo."
"Lo ngomong apa, sih, Di?" jawab Kinan makin tidak paham maksud omongan Diana. "Jangan bilang lo ngeprank gue, Di?"
Diana malah makin menangis. Ibu Kinan menghampiri Diana, dia menyentuh bahu wanita itu. "Kamu teman Kinan, kamu cerita aja, ada masalah apa? Lalu kenapa kamu malah minta maaf sama Kinan?" tanyanya.
Diana berdiri, dia agak menyingkir dari Kinan dan ibunya. Lalu dia mengeluarkan sebuah amplop dan menyerahkan itu pada Kinan.
"Ini apa, Di?" Kinan mengambilnya, dia menatap amplop putih kecil itu dengan menerka-nerka isinya. "Asli lo lagi ngeprank nih?" ucapnya masih belum paham dengan yang dilakukan Diana padanya.
"Maaf, Ki." Diana hanya terus meminta maaf. "Tolong buka itu, Ki."
Perlahan Kinan membuka amplop itu, dia langsung terkejut melihat isinya. Ternyata di dalamnya ada sebuah alat pendeteksi kehamilan, dan ada dua garis yang tampak di sana.
"Astaghfirullah, ini punya siapa, Di?"
"Astaghfirullah." Ibu Kinan juga ikut beristighfar melihat benda yang ada di tangan putrinya.
"Punya gue, Ki."
Kinan gemetar, dia tahu persis temannya itu belum menikah, lalu di tangannya ada sebuah testpack dengan hasil positif. Pikirannya mulai kacau, dia juga bingung kenapa Diana meminta maaf padanya.
"Lo hamil? Tapi, Di.... Lo, kan belum?"
"Maaf Ki, iya, gue hamil. Gue hamil anak dokter Hamzah, Ki."
Seperti ada gelegar di jantung Kinan. Matanya membulat, tangannya lemah, kakinya juga lemas tidak dapat menopang tubuhnya.
"Astaghfirullah. Kamu jangan bercanda! Maksud kamu apa bilang hamil dengan calon suami anak saya!" tekan Halimah sambil mencengkeram bahu Diana. Diana makin menangis, dia juga merasa amat bersalah terhadap Kinan, teman yang sangat baik padanya. Tapi, semua itu adalah yang terjadi, apalagi dokter Hamzah tidak mau bertanggung jawab padanya dan memilih tetap menikahi Kinan.
"Ibu, saya tahu saya salah. Tapi saya benar hamil anak dokter Hamzah, saya sudah meminta tanggung jawab, tapi dokter bilang yang pantas untuknya hanya Kinan. Lalu bagaimana nasib saya dan anak yang ada di kandungan saya, Bu..." ucap Diana mengatakannya secara lancar tanpa hambatan, meski dengan air mata berderai.
"Ya Allah Kinan, kenapa harus terjadi pada kamu, Nak...." Halimah akhirnya menangis sambil memeluk putrinya. Diana menutup mulut, dia juga merasakan kesedihan dengan kondisi Kinan walaupun dia lebih terpuruk lagi. Kinan mungkin terselamatkan karena tidak perlu menikah dengan pria yang bermuka dua seperti Hamzah.
"Ki, maaf," ucap Diana. Kinan berjalan mendekati Diana lalu menatapnya. "Berapa lama lo menjalin hubungan sama dia, Di! Lo tega sama gue, lo tahu, dan lo juga yang bilang supaya gue menikah dengan dia, kata lo dia jodoh yang cocok buat gue. Kenapa sekarang malah begini, Di! Jawab!"
Itu semua benar, Diana memang mendukung hubungan Kinan dengan Hamzah, semuanya berubah semenjak kepindahannya bersama dokter Hamzah ke rumah sakit yang berbeda dengan Kinan.
Saat itulah Dokter Hamzah mulai berbeda, dia seperti memiliki dua kepribadian yang sangat bertolak belakang. Dokter Hamzah sering menggoda Diana, dan mengatakan itu tidak masalah walau dibelakang Kinan, calon istrinya. Diana menolak, dia sangat menghargai Kinan, dia merasa dokter Hamzah hanya sedang stress sebelum hari pernikahan tiba. Tapi, ternyata dokter Hamzah malah melakukan hal yang tidak diinginkan Diana. Dokter Hamzah memberikan sebuah minuman pada Diana, dan Diana tertidur saat mereka hendak pergi ke suatu tempat. Rupanya itu adalah trik dokter Hamzah untuk menjebaknya. Hal itu terjadi, hingga sekarang Diana berdiri memberanikan diri mengatakan itu di hadapan wanita yang akan dinikahi dokter Hamzah.
"Ini semua jebakan dokter Hamzah, Ki. Percaya sama gue, demi Allah gue nggak pernah niat merebut dia dari lo."
Saat suasana tegang, tiba-tiba muncul seorang laki-laki bersama putranya. Dia adalah Dude. Dia sengaja pergi ke tempat Kinan untuk langsung mengucapkan selamat, dia sudah menunggu keluarga calon mempelai pria tapi belum kunjung datang. Dia terkejut melihat Kinan dan ibunya menangis, dia juga terkejut melihat seorang wanita di depan Kinan sedang bersimpuh seperti memohon sesuatu pada Kinan.
"Maaf, maaf saya..." Dude tergagap.
"Rey, kamu keluar dulu, ya," kata Dude.
"Iya, Pa," Jawab Rey menuruti kata-kata papanya.
Walau dia merasa tidak memiliki hak ikut campur, tapi dia tidak tega melihat Kinan menangis.
"Bu, ini ada apa?"
Dude sudah cukup mengenal Ibu Halimah, orang tua Kinan. Bahkan di hari pernikahan Kinan saha, Dude mengirimkan sebuah karangan bunga sebagai ucapan selamat untuk Kinan dan calon suaminya. Tapi, kenapa di hari pernikahan Kinan malah terlihat sedih?
"Mas Dude...." Kinan makin tidak dapat berkata-kata lagi.
"Bu, Kinan ingin membatalkan pernikahan ini," ucap Kinan.
Halimah menyentuh dadanya, dia merasakan sakit tepat di jantungnya, dia meringis karena sakitnya makin menjadi setelah Kinan mengatakan itu.
"IBU!! IBU KENAPA!" Kinan berteriak melihat ibunya kesakitan memegang dadanya.
"Jantung Ibu," ucap Halimah.
"Astaga!" Dude refleks membantu ibu Halimah untuk berdiri lalu mendudukkannya di sebuah bangku. "Ibu tidak apa-apa Bu? Sebenarnya ini ada apa?" tanya Dude.
Kinan masih menangis, sementara Diana ikut shock melihat ibu Kinan kesakitan.
"Pergi lo! Pergi dari hadapan gue!" Kinan meneriaki Diana.
"Ki, gue mohon maafin gue, Ki. Dokter Hamzah yang jahat, dia melakukan itu saat gue tidur, percaya, Ki! Percaya gue nggak pernah mau menyakiti lo! Gue bilang ini sama lo hari ini karena dia bungkam, dia nggak mau tahu apa yang terjadi sama gue, Kinan!"
"Pergi gue bilang! Gue benci sama lo!" teriak Kinan. Halimah makin lemah, ibu Kinan itu terus merintih kesakitan.
Dude yang tidak tahu apa-apa juga ikut panik. Baginya Kinan adalah orang yang baik dan berjasa karena sudah merawat Rey belakangan ini. Jadi, dia tidak bisa hanya berdiam diri melihat apa yang terjadi di depan matanya.
Diana akhirnya pergi, dia menyesal telah datang, tapi kalau dia tidak mengatakannya mungkin Kinan nantinya akan lebih menderita. "Maafin gue, Ki."
"Ibu jangan sakit, Bu. Kinan mohon, Kinan nggak apa-apa batalin pernikahan ini, semua belum terlanjur, Kinan nggak mungkin menikahi pria yang bejat seperti dokter Hamzah."
"Suster, memangnya apa yang dilakukan dokter Hamzah?" tanya Dude.
Halimah masih menangis, dia memeluk putrinya, dia hanya takut putrinya terluka, dia tidak mau putrinya terluka karena fakta yang baru saja dia dengar itu.
Kinan menyeka air matanya, dia tidak mengerti kenapa harus Dude yang datang di saat dia hancur seperti sekarang ini.
"Dia menghamili teman satu profesi ku, Mas." Kinan menjawabnya dengan air mata bercucuran. "Dia jahat."
"Astaga." Dude sangat amat terkejut, dia meremas telapak tangannya, dia tanpa sadar menahan geram. Padahal menurutnya Kinan adalah wanita yang baik.
"Tapi Ibu ingin kamu menikah, apa Ibu nggak bisa lihat kamu menikah sebelum ibu meninggal, Nak? Kenapa ini harus terjadi sama kamu," ucap Halimah dengan napas tersengal.
"Jangan ngomong gitu, Bu. Ini semua takdir," jawab Kinan berusaha kuat walau sejujurnya ini sangat amat menyakitkan.
Dude tidak tahu harus berbuat apa. Tapi kemudian seorang perempuan datang memberitahu bahwa penghulu sudah datang, tapi perwakilan pengantin pria juga datang untuk mengatakan pernikahan tidak bisa dilanjutkan. Orang itu bingung menyampaikannya pada Kinan sehingga dia menyampaikannya pada Dude yang terlihat lebih tenang.
"Saya akan sampaikan pada Kinan dan ibunya," kata Dude setelah diberitahu orang itu.
"Suster, penghulu sudah datang, tapi, pengantin pria mengirim utusan mengatakan pernikahan tidak dapat di lanjutkan. Dokter Hamzah pergi ke luar negeri hari ini," kata Dude yang hanya menyampaikan tanpa menambahnya.
Kinan makin terpukul. "Ya Allah apa yang harus hamba lakukan!"
"Ya Allah kenapa Engkau hancurkan perasaan anak hamba sehancur-hancurnya!" Isak Halimah.
Kinan sangat sakit, dia sakit melihat tangisan ibunya yang hanya mengharapkan kebahagiaannya. Belum lagi ibunya akan menanggung malu jika pernikahan ini batal.
"Suster Kinan kalau boleh saya ingin memberi solusi," Kata Dude secara tiba-tiba.
Kinan dan ibunya masih menangis, dia tidak tahu apakah ada solusi dari kerumitan yang terjadi padanya hari ini. Bukankah semua sudah hancur berantakan, tidak dapat diperbaiki lagi. Mungkin juga Kinan tidak akan menikah selamanya, itu yang ada di dalam pikiran Kinan sekarang.
..._______...
...lanjut nggak? hehe...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
untung ada dude... jd pengganti hamzahh... takdir ini bu...
2023-02-21
0
Sri Widjiastuti
untung blm menikah... duhlahhh
2023-02-21
0
Rizal dody Zakaria
hmmmmmm makin ke sini makin penasaran aq kak
2022-04-07
0