01 : Harapan Orang Tua

...Mencintai dalam diam, senyatanya butuh pergelutan batin . Lantaran senyapnya seorang gadis tidak sekadar keheningan semata, melainkan jua tersemat sebuah asa. ...

...******...

"Permisi, Mbak. Ruangan dokter Angga dimana ya?" tanya pria itu pada Kinan yang malah membungkuk, gugup.

Namun menyusul mengangkat kepala sebentar untuk menjawab.

"Dokter Angga? Oh, bisa saya antar kalau mau," Kinan menawarkan bantuan. 

Kenapa dengan dia? Dari tadi tidak mau menatapku? Pikir si pria yang tengah menggandeng anak lelakinya.

"Pa, jangan di liatin terus. Ingat, nggak boleh kata pak ustad." Anak lelaki itu lebih-lebih paham ketimbang papanya.

"Oh, iya ya? Papa lupa." Lagi-lagi pria itu membalas santai.

"Boleh, Mbak. Eh, Mbak ini suster ya?" tanya pria itu saat melongok seragam perawat yang dikenakan Kinan.

"Iya, Mas. Eh, Pak."

Kinan mendadak salting.

"Saya Dude, panggil aja Dude."

Dag-dig-dug.

Kinan berdebar mendengar pria itu akhirnya memberitahukan namanya.

"Oh, iya silahkan biar saya antar ke ruangan dokter Angga ya," angguk Kinan enggan berlama-lama terpesona.

Dude mengikuti Kinan dari belakang sambil memperhatikan gelagat Kinan yang aneh. Biasanya perempuan jika berhadapan dengannya tidak pernah menundukkan pandangan. Apa karena dia menggandeng Rey? Terkadang Dude sering merasa perempuan menjauhinya karena dia memiliki anak. Tapi jika begitu, terserah saja. Toh Dude hanya akan melihat wanita yang mau menerima kehadiran anak lelakinya.

"Silahkan, Pak. Ini ruangan dokter Angga." Senyum gadis bertudung rapih itu kepada Dude yang tak melepaskan gandengan tangannya pada anak lelaki di sisinya.

"Terima kasih, Suster."

"Makasih ya Kakak cantik," ucap anak lelaki di samping Dude.

Dude ikut tersenyum sambil mengacak rambut putranya. "Dasar kamu, bisa aja memuji cewek."

"Ih, kan memuji itu termasuk menyenangkan hati orang lain, Pa."

"Iya iya," jawab Dude menyerah tanpa perlawanan.

Kinan terkekeh pelan. Ternyata papa dan anak itu dua-duanya sama lucunya, batin Kinan.

"Iya, sama-sama. Nama kamu siapa?" tanya Kinan pada anak tersebut.

"Nama suster Kinan Adelia, iya kan?" ucap Dude yang baru saja mengetahui nama itu dari name tag yang menempel di seragam Kinan.

"Kok tau?"

"Ada di situ, Kak," tunjuk anak kecil itu pada name tag Kinan.

"Astaghfirullah, maaf." Kinan tertawa kecil. Sejenak ia berpikir Dude bisa menebak namanya, padahal kan tidak mungkin.

"Nama Kakak bagus, kenalin namaku Raihan. Panggil aja Rey."

Kinan memasang wajah mesem sembari mengangguk. "Oke, Rey."

"Ini papaku, namanya Dude. Dia jomblo loh." Rey tertawa, tapi lebih mirip nyengir.

"Hushh! Masih kecil kayak tahu jomblo itu apa!" tegur Dude.

Kinan tersenyum samar. Meski ia sudah mengetahui pria itu memiliki anak. Tapi entah kenapa Kinan tetap saja menaruh simpati pada pria tersebut. Kinan terus menerus beristighfar dalam hatinya. Ini kali pertama Kinan menaruh kagum pada seorang pria. Tapi, kenapa Kinan harus memiliki perasaan seperti itu pada pria yang sudah memiliki anak? Bagaimana kalau dia juga masih memiliki istri?

"Terima kasih suster Kinan. Kalau begitu saya dan anak saya masuk dulu," ujar Dude pada Kinan.

"Iya, sama-sama. Silahkan," jawab Kinan.

Dude dan Rey pun masuk ke dalam ruangan dokter Angga.

"Huhh..." Kinan menghela napas panjang.

"Ya Allah, gerah banget ya. Kenapa jadi terasa panas gini sih, kamu sih Kinan. Ingat jaga hati. Astaghfirullah. Kenapa ujian-Mu sungguh berat pada hamba. Kok bisa ada cowok gantengnya Masha Allah gitu ya. Kinan! Lupakan Kinan!"

Akhirnya Kinan memilih pergi untuk memulai pekerjaannya.

"Assalamu'alaikum, Dokter Angga."

"Wa'alaikumsalaam, Dude?"

"Hai, udah lama nggak ketemu, Dok? Gimana kabarnya?" sapa Dude akrab. Keduanya merupakan teman lama.

"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana? Wah, Rey ikut juga. Gimana Rey udah merasa sehat kan sekarang?" tanya Dokter Angga pada Rey.

"Udah, Dokter. Alhamdulillah," jawab Rey dengan senyum kecilnya.

"Alhamdulillah. Silakan duduk, Dude. Duduk ya Rey. Ada apa nih tumben kok kesini nggak ngabarin dulu?"

Dude pun langsung duduk. "Cuma silaturahmi aja. Sekalian mau memeriksakan Rey. Apa kondisi dia sudah benar-benar sembuh dari penyakitnya kemarin, Dok?"

Rey beberapa bulan yang lalu baru saja melakukan operasi pengangkatan tumor di otaknya. Untungnya tumor itu belum menjalar ke bagian yang lain. Sehingga tumor itu dapat di angkat. Tapi, belakangan Rey seringkali merasakan kepalanya sakit dan agak mengganggu. Karena itu Dude mengantar anaknya itu untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Berhubung waktu itu Dokter Angga yang menangani Rey, maka sekarang Dude kembali menemui dokter Angga.

"Rey ada keluhan? Apa kepalanya masih sakit?" tanya Dokter Angga.

Rey hanya terdiam. Sebenarnya dia tidak ingin di periksa lagi, tapi papanya terus saja memaksa Rey untuk diperiksa. Dude cemas kalau sampai terjadi sesuatu lagi dengan anaknya.

"Iya, Dokter. Hanya sedikit, tapi saya cemas kalau Rey masih sakit. Saya ingin Rey menjalani pengobatan kalau memang dia masih sakit." Dude menjelaskan pada dokter Angga tentang keluhan Rey padanya belakangan ini.

Rey tertunduk. Rasanya kepalanya memang tidak dalam keadaan baik-baik saja sekarang. Tapi, kalau ternyata dia sakit parah bagaimana? Rey tidak mau membuat papanya susah.

"Baiklah, saya akan melakukan pemeriksaan terhadap Rey secara menyeluruh. Rey siap ya?"

Rey hanya mengangguk. Sesekali ia melihat ke arah papanya. Dude mengusap puncak kepala Rey. "Nggak apa-apa, demi kesehatan Rey juga," ucap Dude.

...****...

"Ki, besok malam ada acara nggak?" tanya Diana teman seprofesi Kinan.

"Besok malam? Aduh sorry Di, gue kan nggak pernah keluar malam. Tahu sendiri nyokap di rumah, pasti ngomel kalau gue pulang malam." Padahal bukan karena larangan ibunya, melainkan Kinan memang tidak suka keluyuran malam-malam. Menurut Kinan hal itu tidak etis dilakukan oleh seorang perempuan.

"Yah, sayang banget. Padahal gue pengen ajak lo ke pestanya temen gue. Di sana ramai banget, ngundang artis loh." Diana begitu antusias, tapi Kinan terlihat biasa-biasa saja.

"Sorry, Diana. Lo ajak yang lain yah." Angguk Kinan. "Gue balik duluan," ujarnya sambil melambaikan tangan ke arah Diana.

"Huh, iya deh. Hati-hati ya Kinan."

"Ya, Assalamu'alaikum." Kinan tersenyum dan berlalu meninggalkan Diana.

"Wa'alaikumsalaam," jawab Diana.

Seperti biasa, Kinan pulang ke rumah menaiki angkutan umum seperti tadi. Sore hari macetnya Jakarta bertambah padat. Orang-orang berdesakan masuk ke angkutan umum, tapi Kinan sudah biasa. Di sebelahnya ada seorang nenek yang sudah sangat sepuh. Ia terlihat kesusahan masuk ke dalam angkot karena terlalu banyak yang ingin masuk. Kinan merasa kasihan, ia pun akhirnya menggedor angkot tersebut. "Kasihan nih ada nenek yang mau masuk. Bu, bisa tukaran nggak? Biar nenek ini duduk di depan," ucap Kinan pada ibu yang duduk di samping supir.

Ibu tersebut melihat sekilas nenek yang memang tampak kesusahan duduk berdesakan di dalam angkot. Ia juga merasa tidak tega. "Saya naik angkot yang lain aja ya, soalnya penuh di sini. Nek, duduk aja di tempat saya," ucap ibu tersebut.

Nenek tadi tersenyum ke arah Kinan. "Makasih ya, Nak."

Kinan mengangguk. "Hati-hati Nek, turunnya pelan-pelan," ujarnya sambil membantu nenek itu turun dari angkot.

Kalau melihat nenek-nenek seperti itu, Kinan jadi teringat dengan neneknya yang entah ada di mana. Orang tua ibunya itu membuang Halimah yang adalah anak kandungnya sendiri. Kinan mengetahui hal itu dari cerita mendiang ayahnya. Ayahnya bilang nenek Kinan masih hidup sampai sekarang, dan Kinan adalah cucunya yang paling kecil. Tapi neneknya itu tidak mengakui Halimah sebagai anaknya lagi, karena memilih hidup bersama dengan ayahnya daripada ikut dengan neneknya yang melarang hubungan Halimah dengan ayah Kinan.

Akhirnya Kinan sampai di rumah. Ibunya sedang duduk sambil menyiram tanaman di depan rumahnya.

"Kinan, kamu udah pulang?"

Kinan mengangguk lalu meraih tangan ibunya. "Assalamu'alaikum." Kinan mencium punggung tangan ibunya, lalu duduk di kursi yang ada di depan rumahnya.

"Wa'alaikumsalaam. Masuk gih, ganti baju, terus makan."

"Iya, Bu. Kinan laper banget, tadi di rumah sakit belum makan," jawab Kinan sambil memegangi perutnya yang keroncongan. Ini semua karena kehadiran cowok ganteng yang bernama Dude. Apakah dia duda? Kinan masih saja bertanya-tanya dalam hati. Semoga aja duda, entahlah apa Kinan sudah gila? Segitu terpesonanya dia dengan sosok Dude. Sampai berharap pria itu adalah seorang duda.

"Kenapa nggak makan? Tumben biasanya kamu istirahat kerja pasti makan?" tanya Ibu Kinan.

"Em, itu. Bukan apa-apa kok. Udah ah, Kinan mau masuk, Kinan laper mau makan."

Gadis itu langsung masuk ke rumahnya karena enggan ibunya mengintrogasi dirinya dengan pertanyaan yang tidak henti-hentinya dilayangkan nanti.

...*****...

Setiap malam Kinan selalu meluangkan waktu untuk menemani ibunya mengobrol di

ruang tengah sambil menonton acara kesukaan ibunya, sinetron yang sedang hits dikalangan ibu-ibu. Tentu saja bukan karena Kinan menyukai sinetron, tapi itu semua karena ibunya yang memegang penuh hak remot televisi.

"Ki, gimana kerjaan kamu, lancar kan?"

"Lancar kok, Bu. Alhamdulillah," jawab Kinan sambil membuka toples kue kering yang ada di meja.

"Kamu nggak punya kenalan dokter atau apa gitu, yang lagi kamu incar?" tanya Halimah. Kinan mengambil kue kering di dalam toples lalu memasukkannya ke dalam mulut. "Enggak, semua cuma Kinan anggap teman, Bu. Kenapa? Ibu pengen tanya kapan Kinan nikah lagi ya?" tebak Kinan yang sepertinya sudah paham betul arah obrolan ibunya.

"Enggak, Ibu kan cuma nanya. Lagian kamu pasti mau nikah kan, Ki?"

Mendengar ucapan ibunya membuat Kinan menelan kue di mulutnya tanpa mengunyahnya. Kenapa ia merasa bosan dengan bahasan menikah lagi menikah lagi. Semenjak usianya menginjak 22 tahun, ibunya memang lebih sering menanyakan tentang pernikahan terus menerus. Seolah tak bosan, padahal Kinan saja bosan ditanya terus.

"Iya Bu, Kinan mau nikah. Tapi nanti nggak sekarang," jawab Kinan menaruh lagi toples kue ke atas meja. "Umur Kinan baru 22, belum ketuaan kok Bu," terang Kinan menambahkan dengan kejelasan lebih.

Halimah mematikan televisi yang sedang ia tonton secara tiba-tiba. "Hm, kamu bosan ya ditanya nikah terus sama ibu?"

Tentu saja bosan. Tapi sekarang apa? Halimah ngambek kah dengan Kinan?

"Enggak kok, Ibu jangan ngambek ah. Biasanya nonton sinetron sampai selesai, kok dimatikan?"

"Udah nggak selera, ibu mau tidur aja."

"Ibu mah. Kinan minta maaf deh, habisnya beneran Kinan belum mau nikah, karena belum ada yang pas aja. Lagi pula Kinan masih mau sama Ibu, Kinan ingin membahagiakan Ibu dulu, belum mau di ambil sama orang, dan jauh dari Ibu nantinya."

Bukan tanpa alasan Halimah ingin agar Kinan menikah. Menurut Halimah selagi ia masih diberikan umur dan kesempatan, ia ingin melihat putrinya bersanding dengan lelaki yang Sholeh dan bertanggung jawab terhadap anak satu-satunya itu. Halimah tidak ingin Kinan merasakan apa yang ia rasakan, dulu hubungannya dengan ayah Kinan ditentang oleh keluarganya. Saat menikah dengan ayah Kinan, Halimah kerap kali mendapatkan cibiran dan cemooh dari keluarga besarnya. Itu semuanya hanya karena ayah Kinan bukan dari kalangan orang kaya, sedangkan keluarga Halimah adalah keluarga yang terpandang.

"Maafkan Ibu ya, Nak. Ibu cuma takut nanti ibu nggak bisa menyaksikan kamu menikah. Ibu sering merasa cemas, kalau kamu nggak ada yang jagain."

"Ih kok Ibu ngomongnya gitu sih?"

Kinan memeluk ibunya. Ia hanya memiliki ibu, tentu ia tidak ingin kehilangan ibunya juga. "Jangan ngomong gitu, Kinan jadi sedih,"

Halimah mengusap rambut anaknya. "Iya, Ibu nggak akan kemana-mana kok."

...__________...

Insya Allah akan di update sampai tamat. Doakan lancar ya. Terima kasih :)

Terpopuler

Comments

Sap Saprudin

Sap Saprudin

msh nyimak

2022-06-28

0

Dwi Sasi

Dwi Sasi

Jadi ingat ibuku... 😍😍

2022-01-18

0

En Dik

En Dik

alur ceritanya kaya' kehidupan sehari-hari... mengalir apa adanya..

2022-01-18

3

lihat semua
Episodes
1 00 : Pria Tampan
2 01 : Harapan Orang Tua
3 02 : Lamaran
4 03 : Bertemu Lagi
5 04 : Rasa Kecewa?
6 05 : Bayi Yang Tidak Berdosa
7 06 : Menerima Lamaran
8 07 : Gemuruh Di Hati Kinan
9 08 : Rasa Yang Salah
10 09 : Kekacauan Di Hari Pernikahan
11 010 : Menikahi Pria Yang Berbeda
12 011 : Bukan Pelakor
13 012 : Serba Salah
14 013 : Menjadi Madu?
15 014 : Kerumitan Takdir
16 015 : Raihana Sayang, Raihana Malang.
17 016 : Berteman Dengan Suamiku
18 017 : Masa Lalu Hana, Masa Depan Kinan.
19 018 : Tidur Bersama
20 019 : Subuh Pertama
21 020 : Kupu-kupu
22 021 : Kecupan
23 022 : Makan Siang
24 023 : Kelembutan Membuai
25 024 : Mimpi Kinan
26 025 : Mimpi Aneh Yang Bukan Sekedar Keanehan Biasa
27 026 : Fakta Tentang Diana
28 027 : Pacaran Setelah Menikah
29 028: Bahagia Kinan
30 029 : Apa Ini Mimpi Lagi?
31 030 : Bercumbu
32 031 : Genophobia
33 032 : Pesan Singkat Untuk Suamiku
34 033 : Salah Paham
35 034 : Perubahan Sikap Kinan
36 035 : Penjelasan
37 036 : Bolehkah Aku Mencium Kamu?
38 037 : Cinta Platonik
39 038 : Mas, Aku Ingin Hamil
40 039 : Berhubungan Dua Hari Sekali?
41 040 : Malam Pengantin
42 041 : Saya Sayang Kamu
43 042 : Sama-sama Sayang
44 043 : Kamu Jodohku, Bukan Rencana ku
45 044 : Astaga, Selina?
46 045 : Kisi-kisi Jodoh
47 046 : I Love You, Kinan ~
48 047 : Are You Okay?
49 048 : Lagi
50 049 : Saya Yang Beruntung Menikahi Kinan
51 050 : Saya Dulu Hidup Penuh Kebebasan
52 051 : Apa Yang Harus Saya Lakukan?
53 052 : Suami Idaman
54 053 : Aku Tidak Punya Tuhan
55 054 : Dunia Itu Memang Sempit, Ya
56 055 : Karena Manisnya Itu Dari Kamu
57 056 : Benar-benar Jatuh Hati
58 057 : Sentuh Aku, Mas!
59 058 : Bimbing Papamu, Reyhan!
60 059 : Cappadocia
61 060 : Boleh, Sayang. Boleh Istriku.
62 061 : Merasa Tidak Pantas
63 062 : Sebuah Pertanyaan & Syarat
64 063 : Air Mata Kebahagiaan
65 064 : Hanya Dua Malam
66 065 : Kinan, Tunggu!
67 066 : Wangi Parfum Yang Menempel
68 067 : Lepaskan Saya!
69 068 : Itu Fitnah, Mas. Fitnah!
70 069 : Aku Tidak Rela, Kinan.
71 070 : Aku Hanya Laki-laki Biasa Yang Dapat Terbakar Cemburu
72 071 : Maaf Beribu Maaf, Sayang.
73 072 : Aku Milik Kamu
74 073 : Diana Sadar. Lo Berharga.
75 074 : Pasal Berlapis
76 075 : Saya Hanya Mencintai Kinan Adelia
77 076 : Aku Mencintaimu
78 077 : Kinan Mau Kasih Sesuatu
79 078 : Kesabaran Seorang Suami
80 079 : Tanda Cinta
81 080 : Permintaan Bercinta
82 081 : Sebentar Lagi Aku Akan Menikah
83 082 : Kapan Aku Merasakan Hamil Kembali
84 083 : Bahagia Dan Rasa Syukur
85 Extra Part 01
86 Extra Part 02
87 Extra Part 03
88 Extra Part 04
89 Extra Part 05
90 Mendadak Istri Tuan Kalandra
Episodes

Updated 90 Episodes

1
00 : Pria Tampan
2
01 : Harapan Orang Tua
3
02 : Lamaran
4
03 : Bertemu Lagi
5
04 : Rasa Kecewa?
6
05 : Bayi Yang Tidak Berdosa
7
06 : Menerima Lamaran
8
07 : Gemuruh Di Hati Kinan
9
08 : Rasa Yang Salah
10
09 : Kekacauan Di Hari Pernikahan
11
010 : Menikahi Pria Yang Berbeda
12
011 : Bukan Pelakor
13
012 : Serba Salah
14
013 : Menjadi Madu?
15
014 : Kerumitan Takdir
16
015 : Raihana Sayang, Raihana Malang.
17
016 : Berteman Dengan Suamiku
18
017 : Masa Lalu Hana, Masa Depan Kinan.
19
018 : Tidur Bersama
20
019 : Subuh Pertama
21
020 : Kupu-kupu
22
021 : Kecupan
23
022 : Makan Siang
24
023 : Kelembutan Membuai
25
024 : Mimpi Kinan
26
025 : Mimpi Aneh Yang Bukan Sekedar Keanehan Biasa
27
026 : Fakta Tentang Diana
28
027 : Pacaran Setelah Menikah
29
028: Bahagia Kinan
30
029 : Apa Ini Mimpi Lagi?
31
030 : Bercumbu
32
031 : Genophobia
33
032 : Pesan Singkat Untuk Suamiku
34
033 : Salah Paham
35
034 : Perubahan Sikap Kinan
36
035 : Penjelasan
37
036 : Bolehkah Aku Mencium Kamu?
38
037 : Cinta Platonik
39
038 : Mas, Aku Ingin Hamil
40
039 : Berhubungan Dua Hari Sekali?
41
040 : Malam Pengantin
42
041 : Saya Sayang Kamu
43
042 : Sama-sama Sayang
44
043 : Kamu Jodohku, Bukan Rencana ku
45
044 : Astaga, Selina?
46
045 : Kisi-kisi Jodoh
47
046 : I Love You, Kinan ~
48
047 : Are You Okay?
49
048 : Lagi
50
049 : Saya Yang Beruntung Menikahi Kinan
51
050 : Saya Dulu Hidup Penuh Kebebasan
52
051 : Apa Yang Harus Saya Lakukan?
53
052 : Suami Idaman
54
053 : Aku Tidak Punya Tuhan
55
054 : Dunia Itu Memang Sempit, Ya
56
055 : Karena Manisnya Itu Dari Kamu
57
056 : Benar-benar Jatuh Hati
58
057 : Sentuh Aku, Mas!
59
058 : Bimbing Papamu, Reyhan!
60
059 : Cappadocia
61
060 : Boleh, Sayang. Boleh Istriku.
62
061 : Merasa Tidak Pantas
63
062 : Sebuah Pertanyaan & Syarat
64
063 : Air Mata Kebahagiaan
65
064 : Hanya Dua Malam
66
065 : Kinan, Tunggu!
67
066 : Wangi Parfum Yang Menempel
68
067 : Lepaskan Saya!
69
068 : Itu Fitnah, Mas. Fitnah!
70
069 : Aku Tidak Rela, Kinan.
71
070 : Aku Hanya Laki-laki Biasa Yang Dapat Terbakar Cemburu
72
071 : Maaf Beribu Maaf, Sayang.
73
072 : Aku Milik Kamu
74
073 : Diana Sadar. Lo Berharga.
75
074 : Pasal Berlapis
76
075 : Saya Hanya Mencintai Kinan Adelia
77
076 : Aku Mencintaimu
78
077 : Kinan Mau Kasih Sesuatu
79
078 : Kesabaran Seorang Suami
80
079 : Tanda Cinta
81
080 : Permintaan Bercinta
82
081 : Sebentar Lagi Aku Akan Menikah
83
082 : Kapan Aku Merasakan Hamil Kembali
84
083 : Bahagia Dan Rasa Syukur
85
Extra Part 01
86
Extra Part 02
87
Extra Part 03
88
Extra Part 04
89
Extra Part 05
90
Mendadak Istri Tuan Kalandra

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!