...Tangisan suci yang tak dapat ku abaikan. Hingga kini aku tidak menyesal membawanya dalam dekapan. ~ Papa Dude...
...****...
Kinan baru saja melaksanakan salat subuh. Hari ini dia libur bekerja. Sudah tiga hari dia bertugas sebagai perawat Raihan, putra dari pria yang dia panggil Mas Dude.
Alhamdulillah. Keadaan Raihan mulai membaik. Hasil pemeriksaan tidak menunjukkan ada yang serius dengannya. Meski begitu, wajar jika pasca operasi pengangkatan tumor otak akan mengalami efek jangka panjang. Mungkin Rey juga kerap merasakan pusing, mual, juga mudah lelah.
Hal yang hampir Kinan lupakan adalah jawaban dari lamaran dokter Hamzah Minggu lalu. Lusa, Hamzah dan ayahnya akan datang lagi ke rumah Kinan untuk menanti jawaban yang akan diberikan Kinan terkait lamaran.
Kinan Adelia. Gadis berumur 22 tahun itu awalnya belum siap mengarungi bahtera rumah tangga. Kinan merasa belum cukup pantas meraih gelar istri. Gadis yang mulai memakai tudung saat lulus sekolah menengah atas itu bahkan belum memahami dasar-dasar menjadi istri yang Sholehah.
Namun Kinan tidak dapat membantah keinginan ibunya yang berharap dia segera menikah. Halimah juga terlihat sangat menyukai dokter Hamzah. Kinan sudah melakukan istikharah, dan hatinya masih belum memiliki kecocokan dengan sosok Hamzah. Lalu haruskah Kinan tetap menerima lamaran Hamzah demi menyenangkan hati ibunya?
"Bismillah, aku akan menerima lamaran Dokter Hamzah," katanya lirih.
...****...
"Papa."
"Ya?"
Dude menghampiri anaknya. "Kenapa, Rey?"
"Papa mau janji sesuatu nggak sama Rey?"
Dude mengerutkan kening. "Janji apa?"
"Papa janji kan anterin Rey ketemu sama Mama kalau Rey sembuh?"
Dude terdiam. Saat itu dia bingung harus menjawab apa. Permintaan Rey itu terlalu sulit untuk dia kabulkan.
"Papa kok diam? Papa mau kan? Rey cuma pengen tahu siapa Mama kandung Rey."
Senyum Dude melingkar tipis. Pria itu meraih puncak kepala Rey sambil mengelusnya perlahan. "Iya, kalau Rey udah benar-benar sembuh. Papa akan ajak Rey ketemu dengan Mama Rey, oke?"
Tawa ceria terlihat di bibir Raihan. Anak itu sangat merindukan ibunya.
"Terima kasih, Papa. Tapi apa Mama mau bertemu dengan Rey?"
Dude terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk. "Tentu. Rey kan anak mama. Pasti mama mau bertemu dengan Rey."
"Alhamdulillah. Rey seneng banget, Pa. Rey benar-benar menunggu hari itu, saat Rey akhirnya bertemu dengan Mama yang sudah melahirkan Rey."
Dude terenyuh. Bibirnya bergetar dengan mata yang berkilauan sambil menatap sepasang mata bening Raihan. Saat itu Dude tidak sanggup berkata-kata, dia hanya langsung memeluk tubuh puteranya.
"Papa akan selalu jagain Rey. Meskipun Mama nggak bisa selalu sama Rey. Jadi Rey harus janji, setelah bertemu dengan mama nanti. Apapun yang Rey lihat, apapun yang terjadi, Rey tetap anak Papa, oke?"
Rey mengangguk sambil mengelus punggung papanya. "Iya, Papa."
Dude membiarkan anaknya beristirahat. Sementara dia pergi ke sebuah cafe untuk memesan secangkir kopi.
"Kopinya, Pak."
"Terima kasih."
Pelayan menaruh secangkir kopi di meja Dude. Dia segera mengambil cangkir tersebut dan mulai menyeruput isinya.
Kalau diingat-ingat, dia selalu sendirian. Dude menjadi sangat sibuk sejak sepuluh tahun silam. Saat Raihan terlahir ke dunia. Dude bahkan tidak sempat memikirkan dirinya sendiri, karena yang ada di pikirannya hanyalah Raihan saja.
"Dude? Itu beneran kamu?" ucap seorang lelaki yang tiba-tiba saja menyapa Dude.
"Maaf, apa kita saling kenal?" tanya Dude yang tidak asing dengan orang itu. Tapi dia juga tidak terlalu ingat wajahnya.
"Ya Allah, masa kamu lupa sama saya? Ini saya Hamzah."
"Hah? Hamzah? Maksudnya dokter Hamzah yang belum lama ini mutasi ke rumah sakit Al Azhar?" tanya Dude memastikan.
Hamzah mengangguk. Rupanya keduanya saling mengenal. Hamzah adalah teman Dude saat kuliah dulu. Tapi keduanya berpisah karena mengambil jurusan yang berbeda. Hamzah memilih jurusan kedokteran dan pindah kuliah ke universitas khusus kedokteran. Sementara Dude mengambil jurusan Bisnis Management.
"Iya, jadi bener kan kamu Dude? Wah, udah lama banget kita nggak pernah ketemu. Nggak sangka bakalan ketemu di sini," kata Hamzah.
"Masha Allah. Iya, duduk dulu deh biar ngobrolnya lebih enak." Dude mempersilahkan Hamzah untuk duduk.
Hamzah pun dengan senang hati duduk dan mengobrol dengan Dude. Keduanya cukup akrab dahulu, tapi karena jarang bertemu sehingga membuat mereka agak sedikit canggung saat ini.
"Jadi kamu udah tiga hari di rumah sakit? Astaghfirullah, maaf banget saya baru tahu kalau kamu ada di rumah sakit. Belakangan saya sibuk banget, De."
"Iya. Saya nemenin anak saya yang harus menjalani pemeriksaan selama seminggu ini. Nggak apa-apa, kamu lagi banyak pasien kah?" tanya Dude pada Hamzah.
"Jadi anak kamu sakit? Kamu udah punya anak? Kok saya nggak di undang pas kamu nikah sih?"
Hamzah terkejut. Dia tidak menyangka kalau Dude sudah memiliki anak. Dude yang ditanya hal itu mendadak bisu. Hamzah agak sedikit bingung, kenapa Dude malah diam.
"Dude?"
"Ah itu, sebenarnya panjang ceritanya. Intinya anak saya sakit. Dokter sendiri apa sudah menikah?" jawab Dude sambil mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Oke. Kalau kamu belum mau membahas masalah pernikahan kamu, De. Tapi alangkah baiknya kalau nikah undang saya. Saya juga kan mau kasih selamat. Luar biasa kamu malah udah punya anak. Saya baru akan berencana, masih menunggu jawaban seseorang." Hamzah tersenyum tipis. "Anak kamu sakit apa?"
Dude tersenyum samar. Rupanya Hamzah sudah melamar seseorang. Lalu kenapa dia malah teringat suster yang menjaga Raihan. Bukannya suster Kinan juga bilang bahwa dia sudah dilamar?
"Anak saya beberapa waktu lalu menjalani operasi tumor otak. Tapi, keadaannya sudah mulai stabil. Nah, beberapa hari ini dia sepertinya mulai merasakan efek samping pasca operasi. Karena itu saya ingin memeriksakan keadaan dia, memastikan dia baik-baik saja."
Hamzah terkejut dan tidak menyangka kalau anak Dude pernah menjalani operasi tumor otak.
"SubhanAllah. Semoga anak kamu cepat pulih dan sehat ya. Insyaallah semua akan baik-baik saja."
"Aamiin,"
Karena banyak hal yang harus di urus oleh Dude. Dia memutuskan untuk pamit kepada Hamzah. Padahal keduanya masih akrab mengobrol, hanya saja Dude harus segera menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk setiap hari.
Dude tipikal orang yang loyal terhadap apapun yang menjadi tanggung jawabnya. Dia pun berusaha sebaik mungkin menyelesaikan segala macam pekerjaan yang sudah di emban kan kepadanya. Meski posisinya di kantor adalah pimpinan, tetap saja dia merasa memiliki tugasnya sendiri.
Dude duduk di meja kerjanya. Hari ini dia harus menandatangani beberapa dokumen. Matanya mengarah pada foto wanita yang ada di dalam pigura. Wanita itu tersenyum ke arahnya dengan sangat manis. Namanya Raihana, ibu kandung Raihan.
Ia teringat permintaan Raihan yang ingin sekali bertemu dengan ibu kandungnya. Tapi sejujurnya Dude meragu akan hal itu, yang dia takutkan hanyalah Raihana yang belum siap bertemu dengan putranya sendiri.
Setiap kali memikirkan hal itu membuat Dude merasa sedih. Waktu terus berjalan dan tidak terasa sudah sepuluh tahun Dude membesarkan Raihan sendirian. Dude bahkan sampai lupa kapan terakhir kali dia berkencan dengan wanita? Tentunya setelah Raihan lahir ke dunia. Dude yang waktu itu baru berumur 20 tahun masih berstatus mahasiswa tingkat akhir.
Namun, kedua mata bening itu berhasil membuat hatinya tersentuh. Tangisan seorang bayi tak berdosa, membuat ia bertekad bulat untuk membesarkan Raihan, meski dia masih terlalu muda untuk dipanggil Papa, pada saat itu.
Raihan tumbuh dengan baik, dia mendapatkan kasih sayang yang penuh meski hanya dari dirinya saja. Dude tidak memiliki keluarga, hanya Raihan sajalah keluarganya yang tersisa. Beruntung, orang tua Dude meninggalkan warisan yang cukup untuk dia jaga dan kembangkan sampai seperti sekarang.
Saat ini Dude hanya berharap Rey sehat seperti sedia kala. Bayi prematur yang menangis di pelukannya itu kini telah tumbuh menjadi anak laki-laki yang Sholeh. Anak itu selalu mengingatkan Dude untuk sholat tepat waktu, tidak lupa berpuasa dan bersedekah. Meskipun hal itu diketahui Raihan bukan dari pendidikan yang diberikan Dude, melainkan Raihan ambil dari nasehat para pengasuhnya. Karena itu juga Raihan memilih bersekolah di sekolah khusus agama.
Tidak terasa ada air mata yang mengaliri pipi Dude sekarang. Dia selalu menangis jika mengingat semua hal yang berkaitan tentang Raihan.
...________...
Terima kasih sudah membaca ;)
...
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
raihana ibu kandung nya raihan.... trus...??
2023-02-21
0
Sap Saprudin
sepertinya akan ada banyak rahasia
2022-06-28
0
Rizal dody Zakaria
lanjut.....
2022-04-06
0