Aeda keluar seperti biasa untuk membeli bahan makanan sesuai jadwal yang telah di siapkan, hari itu supir mengantarnya ke swalayan. Banyak barang yang ia beli karena memang ia belanja untuk seminggu penuh, dua jam ia habiskan hanya untuk berbelanja bahan makanan.
Tak cukup sampai di situ, ia juga pergi ke pasar untuk membeli ikan segar di tempat langganannya. Hanya pada satu orang yaitu penjual ikan yang sangat ia percayai, ikan yang ia beli di sana adalah kualitas bagus yang Chad suka sehingga ia menjadi pelanggan tetap.
"Halo tuan Giant, apa kabar?" sapa Aeda.
"Oh nyonya, kabar baik" jawab Giant ramah.
"Kau pulang kampung begitu lama sampai aku kewalahan mencari ikan"
"Hehe maaf, aku punya sedikit urusan jadi pulang lebih lama. Baiklah apa yang kau butuhkan sekarang?"
"Aku perlu ikan tuna dan tolong kakap merahnya juga" jawab Aeda.
"Baiklah akan ku siapkan, Agler! tolong bawakan kakap merah kesini!" teriak Giant.
"Baik paman!" jawab Agler yang segera datang.
Bagai ada tsunami di depan mata, Aeda tak mampu berkedip melihat Agler menghampirinya dengan membawa ikan.
"Nyonya, ini ikan anda" ujar Agler ramah.
"Tu-tuan muda... " gumam Aeda pelan.
Wajah itu, wajah yang sama persis seperti Chad. Aeda mengerjap beberapa detik kemudian, memperhatikan lebih seksama lagi. Wajah Agler sangat mirip dengan Chad sampai membuat Aeda kaget setengah mati.
"Te-terimakasih" jawab Aeda.
Agler tersenyum dan kembali ke tempatnya semula, di gantikan oleh Giant yang datang untuk membungkus semua ikan itu.
"Siapa pemuda itu?" tanya Aeda tanpa mengalihkan pandangannya dari Agler.
"Oh namanya Agler, dia dari kampung yang sama dengan ku. Niatnya kemari adalah untuk belajar sambil bekerja, apa kau menyukainya juga?"
"Apa?" tanya Aeda kurang paham.
"Semenjak dia bekerja padaku tiba-tiba aku memiliki banyak pelanggan tetap, yah kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu yang ingin menjodohkan Agler dengan putrinya. Aku dapat mengerti hal itu karena Agler memang memiliki wajah yang tampan serta sifat yang ramah, jika di pikir lagi aku beruntung sudah mengajaknya bekerja padaku"
"Sepertinya kau kenal baik pemuda itu" ujar Aeda.
"Tentu saja, aku adalah teman ayahnya. Bahkan saat kecil Agler sudah akrab dengan keluarga ku, karena itulah aku membawanya ke sini" jawab Giant.
Dari ekspresi Giant dan caranya menceritakan tentang Agler ia tahu Giant tidak berbohong,itu artinya Agler bukanlah Chad. Ia hanya pemuda miskin yang kebetulan sangat mirip dengan tuannya, namun dengan rambut yang lebih panjang dan sifat yang lebih ramah.
"Ini pesanan mu sudah selesai" ujar Giant.
"Terimakasih, kalau begitu aku pergi dulu" jawab Aeda.
Ia pun segera pergi meninggalkan tempat itu, dalam perjalanan pulang benaknya masih saja mengingat wajah Agler. Bagai pinang di belah dua mereka benar-benar mirip, ia pun menjadi memiliki keinginan untuk mempertemukan mereka dan membandingkannya.
"Ah jika dari sifat pemuda bernama Agler itu pasti lebih unggul, dia sangat ramah dan murah senyum berbanding terbalik dengan tuan muda" gumamnya.
Setelah ia sampai di kediaman Joyi dengan segera ke dapur untuk memerintahkan pelayan lainnya membereskan barang belanjaan.
"Aeda... " panggil Joyi.
"Iya nyonya"
"Tolong buatkan aku teh dan bawakan juga beberapa biskuit, aku sangat ingin cemilan manis"
"Akan saya siapkan" jawab Aeda patuh.
Setelah kepergian Joyi dengan segera ia menyiapkan apa yang diminta, setelah teh selesai di buat ia taruh di atas nampan dengan biskuit dan dibawanyalah ke ruang Joyi.
"Nyonya, saya bawakan pesanan anda" ujar Aeda saat memasuki ruangan.
"Terimakasih" jawab Joyi.
Ditaruhnya teh dan biskuit itu di atas meja, sedang Joyi menatap kebun kecil di halaman belakang rumahnya. Pemandangan itu nampak indah meski tak ada gunung yang menjadi latarnya, atau udara sejuk seperti di pedesaan.
"Aeda, kau sudah lama tidak mengambil cuti. Apa keluarga mu baik-baik saja? tengoklah mereka sesekali" ujar Joyi.
"Saya sudah menelpon mereka, semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. Terimakasih nyonya sudah mengkhawatirkan keluarga saya"
"Apa kau tidak merindukan mereka?"
"Tentu rindu, tapi pekerjaan saya masih banyak dan jauh lebih penting. Jika ada kesempatan nanti pun saya akan meminta ijin untuk pulang"
"Berapa usia cucumu?"
"Dia sudah menginjak tiga tahun"
"Benarkah? dia pasti sangat lucu dan menggemaskan, jika ada kesempatan aku ingin mengunjungi keluarga mu"
"Nyonya... " panggil Aeda yang merasakan kesepian terpancar dari diri Joyi.
Lima belas tahun yang lalu, di bawah rintik hujan dan petir yang menggelegar Aeda berjalan tanpa jiwa. Kakinya terus melangkah tanpa tahu kemana tujuannya, sampai akhirnya aliran sungai yang deras mengalihkan perhatiannya.
Seolah ada tangan yang melambai-lambai, memanggilnya agar terjun dari atas jembatan itu. Beberapa detik berlalu kini kakinya sudah memanjat pagar besi itu, hanya dengan satu loncatan saja maka semuanya akan berakhir.
Tapi tiba-tiba sebuah tangan menariknya, menjatuhkan mereka di atas jembatan yang basah karena hujan. Aeda melihat wajah seorang wanita yang keras, ada kerutan di kening wanita itu sebab matanya perih terkena cipratan air yang kotor.
Wanita pemberani, penyelamat hidupnya, itulah kesan pertama yang Aeda dapat dari Joyi. Beberapa saat kemudian cacian ia dengar dari mulut Joyi, tapi semua itu merupakan motivasi untuk dirinya yang sudah kehilangan semangat hidup.
Dalam isak tangisnya Aeda bercerita bahwa dia terlilit hutang yang sangat besar, anaknya di culik dan dijadikan jaminan. Jika dia tidak bisa melunasi hutangnya maka anaknya akan di jual ke rumah bordir, hanya sebatang kara tanpa adanya suami ia kewalahan dan tak tahu harus berbuat apa.
"Jika kau mati apa anakmu akan selamat? justru kematian mu adalah pintu neraka yang akan anak mu masuki" ujar Joyi kala itu.
Aeda tersadar dan malu akan dirinya sendiri, di saat ibu lain akan berjuang mempertaruhkan nyawa demi anaknya ia malah akan merenggut nyawanya demi kebebasannya sendiri.
Meski Aeda adalah orang asing tapi Joyi mau membantunya, ia melunasi hutang Aeda tanpa meminta apa pun darinya. Saat itulah Aeda bersumpah akan mengikuti kemana pun Joyi pergi sekali pun ke neraka.
Ia menjadi pembantu pertama Joyi dan terus menemaninya hingga saat ini, semakin hari semakin kenal mereka terus bertukar cerita hingga saling memahami.
"Suatu saat nanti, tuan Chad pasti akan membawa gadis ke rumah ini. Dia akan mengenalkan gadis itu kepada anda dan meminta restu anda, rumah ini pasti akan ramai karena teriakan malaikat kecil yang memanggil anda" ujar Aeda.
"Apakah hal itu akan terjadi pada keluarga ku?" tanya Joyi yang tidak yakin.
"Tentu saja, tuan muda sudah berumur delapan belas tahun pasti ada gadis yang diam-diam dia sukai"
"Chad terlalu kasar, menurut mu apa akan ada gadis yang menyukainya? para gadis sekarang hanya cinta pada materi tidak ada yang benar-benar memiliki cinta"
"Pasti ada nyonya, gadis yang mungkin sedikit gila karena dia menyukai pria dingin seperti tuan muda"
Hahahaha
"Astaga Aeda, kau membuat ku tertawa" ujar Joyi merasa geli.
* * *
Hhhhaaaaaaccccciiuuhhh
"Astaga Ima! apa kau flu?" tanya Mina khawatir.
"Tidak! mungkin aku menghirup debu" jawab Ima sambil menggosok hidungnya.
Ia beranjak dari tempat duduknya dan mulai membereskan pakaian yang telah ia setrika, mengemasnya ke dalam tas dan menaruhnya di tempat biasa.
"Ibu, beberapa saat lalu aku bertemu dengan dua vampire pengelana"
"Benarkah? kenapa jadi banyak vampire pengelana datang kemari?" tanya Mina mulai cemas.
"Mereka hanya lewat dan kebetulan sedang mencari makan, aku sudah menawari mereka untuk singgah tapi mereka tidak mau"
"Jangan ajak vampire sembarangan datang ke rumah kita Ima, ibu tidak mau berurusan dengan para vampire itu"
"Andai mereka datang ke sini ibu pasti kaget! sebab salah satu dari mereka sangat mirip dengan kakak"
"Maksudmu?" tanya Mina tak mengerti.
"Wajahnya benar-benar mirip dengan kakak, sampai-sampai aku pun mengira bahwa itu kak Agler. Aku sempat memanggilnya kak Agler tapi kemudian temannya memberitahu bahwa dia orang yang berbeda"
"Apa benar-benar mirip kakak mu?"
"Sangat mirip! aku saja sampai kaget, tapi jika di perhatikan dia seperti kakak dalam mode jahat"
"Maksudnya?" tanya Mina lagi-lagi tak mengerti.
"Meski pengelana tapi caranya berpakaian sangat rapih berbeda sekali dengan kakak yang norak, rambutnya juga di potong rapi tapi meski wajahnya mirip kakak dia berwajah lebih keras seperti orang yang akan marah. Dia tidak banyak bicara dan sangat dingin, auranya bahkan lebih kuat dari kakak"
"Oh, semirip apa pun seseorang pasti akan ada bedanya. Bahkan anak kembar sekali pun memiliki tabiat yang berbeda, ibu dengar di dunia ini ada tujuh orang dengan wajah yang sama, mungkin kakak mu adalah salah satunya" jawab Mina.
"Sepertinya begitu, tapi jika di suruh memilih aku lebih suka pria itu dari kakak"
"Kenapa?"
"Kenapa? karena meski wajah mereka mirip tapi pria itu lebih tampan dan berkharisma, ah.... dia benar-benar tipe ku sekali... " ujar Ima sambil membayangkan pertemuan mereka.
* * *
Hhhhhhhaaaaaccccciiuuuuhhhh
"Ah astaga... kenapa anginnya terasa dingin? apa aku demam?" gumam Chad.
Di tutupnya jendela di ruang kerjanya itu kemudian ia kembali duduk untuk melanjutkan pekerjaannya, namun tiba-tiba ia kehilangan fokus karena terbayang wajah gadis yang ia temui di hutan.
Wajah cantik khas gadis belia dengan kelinci putih di pelukan, senyumnya yang menawan dan keceriaan yang nyata. Dengan ramah gadis itu memperkenalkan diri sebagai Ima, meski baru pertama kali bertemu tapi Ima berbaik hati memberikan kelinci itu dan mengundangnya ke rumah.
Ada sedikit penyesalan dalam hatinya mengapa waktu itu ia tidak mengiyakan saja, tapi kemudian ia menepis pikiran itu. Ini bukan saatnya untuk memikirkan gadis, ia harus kembali fokus pada pekerjaannya.
Tok Tok Tok
"Masuk!" ujar Chad.
Pintu terbuka dan nampak manager San masuk ke dalam.
"Tuan, ini laporan yang anda minta" ujarnya menyerahkan sebuah berkas.
"Terimakasih, um... manager San seperti besok aku tidak masuk kantor lagi jadi tolong kumpulkan semua berkas yang harus ku tanda tangani dan bawa kemari saja"
"Baik tuan, apa.... tuan baik-baik saja?" tanya manager San yang sadar wajah Chad lebih pucat dari biasanya.
"Ya, aku hanya sedikit kelelahan saja"
"Oh apa perlu saya bawakan obat?"
"Tidak usah, selesai ini aku akan istirahat"
"Baiklah kalau begitu, tolong jaga kesehatan tuan."
Manager San pun pamit dan pergi meninggalkan ruangan itu, tiba-tiba Jhon masuk ke dalam ruangan tanpa suara. Karena ini bukan yang pertama kalinya dan lagi Chad bisa merasakan kehadiran Jhon maka ia tak kaget akan hal itu.
"Chad ada sesuatu yang perlu aku bicarakan dengan mu" ujar Jhon serius.
"Apa itu?" tanya Chad.
Jhon pun menceritakan apa yang terjadi padanya semalam, saat ia pergi ke kediaman Chad untuk menaruh persediaan darah tanpa di duga sekelompok penyihir menyergapnya di luar.
Mereka membuat perisai yang mengurung dirinya, sebenarnya dengan mudah ia bisa melepaskan diri dari kurungan perisai. Tapi ia harus tahu mengapa ada penyihir di wilayah itu sedangkan tidak ada kasus kematian di sana, karena perlu mencaritahu maka ia hanya diam saja.
Yang membuatnya terkejut adalah pemimpin dari para penyihir itu adalah Shigima, meski kini Shigima sudah terlihat lebih tua tapi ia masih mengenalinya. Shigima juga terlihat sama terkejut nya dengan dirinya, ia terpana selama beberapa detik sebelum melontarkan pertanyaan.
"Apa yang paman lakukan di sini?"
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu" balas Jhon.
"Ini... merupakan kediaman Chad, apa hubungan mu dengannya?"
"Itu bukan urusanmu"
"Jangan-jangan paman ada hubungannya dengan teror itu! teror hewan buas yang memakan lima korban, apakah bibi Joy menyuruh paman untuk melakukan hal itu?" tanya Shigima curiga.
"Kau salah besar! aku tidak perduli kau mau percaya atau tidak tapi aku tidak mau berurusan lagi dengan keluarga mu, terakhir kali kita berhubungan putraku tercinta meninggal demi saudari mu! tidak Shigima, sudah cukup! aku sudah tidak punya gairah lagi untuk semua omong kosong itu" jawab Jhon.
Prang......
Hanya dengan satu sayatan perisai itu hancur berkeping-keping, dengan cepat Jhon melarikan diri. Para penyihir itu sudah bersiap mengejar tapi Shigima menghentikannya.
"Kau harus berhati-hati, mereka mulai curiga padamu" ujar Jhon setelah selesai bercerita.
Sejenak Chad berfikir, ia tahu cepat atau lambat mereka pasti akan tahu penyebab dari kematian orang-orang itu. Sebenarnya ia sudah siap akan perang terbuka, namun ia tidak mengira pada akhirnya Jhon akan terbawa arus juga. Sesuai keinginan Jhon ia juga tak mau jika Jhon terlibat lagi dalam perang ini, dia sudah banyak membantu dan Chad belum bisa membalas atas semua kebaikan itu.
"Aku mengerti, paman tidak perlu khawatir"
"Baguslah kalau begitu, um.... apa kau sakit?" tanya Jhon meneliti wajahnya.
"Aku hanya kelelahan saja"
"Sepertinya kau memang tidak bisa tinggal di gunung atau alam terbuka lainnya, melihat mu aku jadi teringat para vampire bangsawan. Minum ini agar kau merasa lebih baik" ujarnya sambil menyerahkan sebuah botol kecil.
"Terimakasih" jawab Chad menerima botol itu.
"Minta Aeda untuk menyeduhkan ramuan itu dengan teh panas"
"Baiklah"
"Kalau begitu aku pergi dulu" ujar Jhon.
Chad segera pergi keluar untuk mencari Aeda, setelah menemukannya segera ia minta di buatkan teh panas dan mencampurnya dengan ramuan yang di berikan Jhon.
"Wajah tuan benar-benar pucat, akan ku buatkan sup agar tubuh tuan tidak lemah" ujar Aeda jelas khawatir.
"Tidak perlu ini saya sudah cukup"
"Mana boleh begitu, akan bahaya jika di biarkan. Tunggulah sebentar saja" ujar Aeda yang segera pergi ke dapur untuk menyiapkan segalanya.
Chad tak bisa menolak jika itu adalah Aeda, meski dia hanya kepala pelayan tapi dia sudah menjadi ibu pengganti bagi dirinya yang tidak sempat merasakan kasih sayang seorang ibu.
Satu tempat di bagian hatinya yang lain ada kehormatan yang ia khususkan hanya untuk Aeda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments