18. SELAMANYA TEMAN

"Iya dia tetangga aku di kampung, orangnya baik banget" jawabku

"Owh, jadi lu mau kerja jadi pembantu dirumahnya ?"

"Kayaknya iya deh Gi, soalnya aku kenal dia" jawabku

Tapi Gia seperti curiga "Owh, gitu ya gak apa-apa sih. Tapi kalau sebulan dikasih lima juta cuma buat beresin rumah apa gak berlebihan kedengerannya ?" ucap Gia

Mendengar analisa Gia, aku jadi ikut curiga juga tapi pikiran burukku ditepis oleh kebaikan nyata Bu Tiwi yang selama ini aku rasakan

Tapi entah kenapa aku gak mau berpisah dengan Gia sementara Gia teman yang baik bagiku, aku mau Gia juga ikut kerja di rumah Bu Tiwi

"Gi, ikut aja yuk?" ajakku

"Ikut kemana ?" tanyanya

"Ikut kerja di rumah Bu Tiwi" jawabku

"Gak ah, apa lagi dia bilang rumahnya itu di daerah, gak ada mal gak ada gedung-gedung tinggi" tolaknya

Tapi aku terus-terusan merengek minta dia mau ikut meskipun dia terus menerus menolaknya

"Ayok lah Gi, ikut aja dulu karena lumayan kan uangnya berkali lipat dari gaji kita disini" bujukku

Akhirnya Gia merespon baik

"Oke, gua coba kerja disitu tapi besok kita sama-sama ijin untuk gak kerja di kompeksi lagi" ucapnya

Aku senang mendengarnya

Pagi sudah tiba seperti pagi sebelumnya penuh dengan sukacita dan semangat kerja, Gia juga udah kembali sehat dan selalu semangat

Hari ini kami gak berniat untuk kerja tapi mau ijin untuk gak kerja lagi

Akhirnya dari pihak perusahaan mengijinkan kami untuk sementara gak bekerja dulu di situ.

Belum juga jam dua belas siang kami sudah kembali ke rusun lagi.

Sambil makan nasi padang, aku dan Gia membahas untuk kerja di rumah Bu Tiwi

Gia menanyai keyakinanku untuk kerja dengan Bu Tiwi "Apa lu yakin mau tinggal dirumahnya jadi pembantu ?" tanyanya lagi

Aku mengangguk " Iya yakin banget" jawabku

"Lu bisa pastikan kalau Bu Tiwi orang baik ? Ya meskipun gua bisa liat sendiri Bu Tiwi itu bersikap baik tapi gak dengan apa yang gua rasain. Gua bimbang menentukan di baik atau jahat" tegas Gia

"Maksud lu Gi ?" aku masih gak paham

"Maksud gua ini, dia kelihatan baik tapi gua gak ngerasain ada ketulusan di dalam dirinya. Gua justru seolahn ngeliat kalau dia punya agenda buat kita. Mungkin dia akan jual kita, mana kita tau. Ya kan ?" ucapnya

Aku berusaha menepis pikiran buruk Gia pada Bu Tiwi. Walau nyaris setuju

"Enggak Gi, Bu Tiwi itu orang baik. Di kampung aku satu-satunya rumahnya paling bagus cuma dia aja dan dia baik sama keluarga aku"

Gia masih ragu, dia menghela napasnya dalam-dalam

"Oke deh kalau memang lu bilang begitu seenggaknya pikiran baik udah menang dibenak gua" ucapnya

"Lalu kapan kita hubungi Bu Tiwi" tanyaku sudah gak sabaran

Gia mengambil hapenya lalu bersiap untuk mengetik nomor hape Bu Tiwi yang mau dia hubungi "Berapa nomer hapenya Ra ?" tanyanya

Aku ingat kertasnya belum aku simpan jadinya aku cari-cari di sekitaran bawah kasur "Kemarin lupa simpan, sebentar aku cari kayaknya disekitar sini" ucapku sambil mencari-cari

Karena nomor telepon itu penting bagi aku dan Gia akhirnya kami mencarinya bersama

Dan akhirnya Gia menemukannya dibawah meja tivi "Ini dia akhirnya dapet" ucap Gia sambil memperlihatkan sepotong kertas kecil padaku

Aku senang mendengarnya

Tanpa pikir panjang lagi Gia langsung menelpon Bu Tiwi

Nuuuuttt...nuuuuuuttt.....nuuuuttt!

Hapenya ia lospeker jadi aku bisa dengar

Rupanya sambungan gak diterima dari sana

Gia seolah putus asa " Gak diangkat"

"Mungkin lagi kerja kali ya" tebakku

"Bisa jadi" setuju Gia

Beberapa saat kemudian Gia coba menghubungi Bu Tiwi lagi

Nuuutt...nuuuttt...nuuutt!

Tapi masih gak diangkat

Akhirnya aku dan Gia memutuskan untuk menelponnya nanti malam saja

Kira-kira jam tujuh malam Gia menelpon lagi

Nuuuuttt....nuuuuttttt ..nuuuttttt!

Akhirnya

"Halo" terima bu Tiwi

Akhirnya tersambung juga

Langsung aja Gia menyampaikan maksud kami

"Ibu Tiwi" panggilnya

"Iya" jawab Bu Tiwi dari sebrang

"Kami mau kerja di rumah Bu Tiwi, apa masih boleh ?" tanyanya

Ibu Tiwi langsung antusias mendengarnya

"Oh, bisa..bisa..bisa sekali. Mau kapan ? hari ini saya jemput kalian mau ?"

Gia belum menjawab tapi menoleh ku dulu tanda kami ada kesepakatan bersama

Aku mengangguk setuju untuk dijemput hari ini. Entah kenapa aku gak sabar ke sana

"Iya bu malam ini kami siap dijemput" ucap Gia

"Owh, oke.. saya senang sekali mendengarnya. Kalian siap-siap aja dulu nanti saya jemput ya" Ucapnya

"Iya" tutup Gia

Setelah menelpon bu Tiwi langsung aja kami bersiap-siap membawa pakaian seadanya aja karena kami berniat kerja disana hanya sampai setelah Idul Fitri aja karena kurang lebih sebulan lagi akan hari raya dan beberapa hari lagi akan puasa.

Sudah sejam kami menunggu kedatangan Bu Tiwi. Akhirnya Ibu Tiwi sudah sampai di rusun tapi dia ada di depan rusun menunggu kami turun

Kami hanya membawa satu koper yang cukup besar untuk pakaian bersama

Kami sampai di depan rusun lalu masuk ke dalam mobil. Aku ingat ini bukan mobil yang pernah mengantarkan aku ke puskesmas dan yang mengantarkan Gia ke Dokter, sepertinya Bu Tiwi beli mobil baru.

Aku dan Gia duduk ditengah sementara koper ditaruh jok dibelakang

Lantas Ibu Tiwi langsung tancap gas dari rusun

Aku merasa senang bisa bertemu apa lagi bekerja dengan Bu Tiwi tapi enggak dengan Gia. Dia memang mau ikut tapi raut wajahnya terlihat menyimpan rasa berat hati yang mendalam

Dalam perjalanan Ibu Tiwi mengajak kami untuk makan

"Makan dulu yuk" ajaknya pada kami

Tapi aku yang mewakili untuk menolaknya dengan sopan

"Enggak usah Bu Tiwi kami masih kenyang" ucapku

Ibu Tiwi masih menyetir lalu ia melihat kami dari spion

"Gak apa-apa makan lagi aja. Karena perjalanan kita ini cukup jauh loh" ucapnya

Kali ini Gia yang mewakili penolakan

"Enggak usah Nu, karena aku juga ngantuk" ucapnya

Aku mengangguk setuju

Untungnya Bu Tiwi memahami maksud kami

"Owh, gitu. Ya sudah kalian tidur aja gak apa-apa" ucapnya yang justru menyuruh kami tidur

Gia yang mendengarnya langsung tidur mungkin karena Gia juga lagi dalam masa pemulihan dari sakit ke sehat jadi rasa lelahnya cepat banget dia rasakan, apa lagi dia juga sudah minum obat jadi efek sampingnya memang mengantuk

Aku tanya lagi "Gak apa-apa nih kami tidur ?"

Ibu Tiwi mengangguk " Iya gak apa-apa tidur aja kalau memang sudah kelelahan"

"Ibu gak lelah ?" tanyaku dengan polos

Ibu Tiwi menggelangkan kepalanya "Enggak Ra , saya gak pernah merasa lelah"

"Owh"

Bu Tiwi kembali menyuruhku tidur

"Kamu tidur aja Ra biar nanti kalau sudah sampai di rumah kamu kembali lebih fresh" ucapnya

"Tapi aku belum bisa tidur sih bu" ucapku

"Owh ya sudah kalau gitu nanti kalau ngantuk gak usah ditahan-tahan ya, langsung tidur aja" icapnya masih sambil menyetir

Rupanya Gia sudah tidur nyenyak sekali tapi aku masih belum mengantuk.

Aku masih melihat-lihat keindahan Jakarta dengan lampu-lampu yang cantik diantara gedung-gedung, lampu kendaraan yang melintas, lampu jalan seolah menambah keindahan di malam ini

Sekarang Ibu Tiwi lebih fokus menyetir, dia diam begitupun aku sampai pada akhirnya deru mesin kendaraan dijalan membuatku tertidur pulas

Setelah sampai di rumahnya, Ibu Tiwi membangunkan kami sambil mengoyakkan badanku

"Ra bangun sudah sampai" ucap Bu Tiwi membangunkan ku lalu membangunkan Gia juga

Tapi yang bangun terlebih dulu itu aku, sambil mengucak kedua mata aku melihat Gia masih pulas

Lantas aku langsung membangunkannya "Gi, bangun udah sampai" ucapku membangunkannya

Tapi Gia belum merespon

"Gi bangun" ucapku lagi kali ini sambil menepuk pipinya

Sementara Bu Tiwi sudah turun dari mobil lalu masuk lebih dulu ke dalam rumahnya

Akhirnya Gia bangun lalu mengucak matanya dan menolehku

"Kita udah sampai Ra ?" tanyanya

"Iya udah sampai" ucapku

Aku dan Gia melihat rumah Bu Tiwi sangat megah sekali bagai istana tapi gak ada satupun tanaman hias yang ia tanam disekitar rumahnya, nampak sepi dan gak terurus.

Halaman rumahnya juga cukup luas kira-kira hampir satu lapangan bola, Rumah yang dikelilingi dengan pagar tembok yang tinggi sekali tanpa ada tertanam pohon satu pun disekitar halamannya.

Lampu penerangannya pun gak begitu terang tapi lebih cenderung redup seperti remang-remang

Gerbangnya juga tinggi dan dijaga dua sappam yang sejak tadi berdiri melihat ke arah mobil

"Ini di mana sih Ra ?" tanyanya padaku

Padahal aku aja gak tau

"Aku juga gak tau ini di mana. Kita turun aja yuk" ucapku sambil mempersiapkan diri untuk keluar dari mobil diikuti oleh Gia.

Aku juga gak tau berapa jam dalam perjalanan tapi rasanya dalam perjalanan itu jauh karena kami berangkat dari jam sembilan malam sampai dilokasi jam dua pagi. Setelah Gia mengecek jam di hapenya

Gak lupa aku mengambil koper kami dan membawanya bersama masuk ke dalam rumah yang cukup besar karena pintunya memang sengaja dibuka oleh Bu Tiwi

Ketika sudah sampai diruang tamu, langsung aja bau kemenyan dan dupa yang menyengat menyambut

Aku gak tau Gia menciumnya juga atau gak karena dari raut wajahnya memang seperti gak ada hal aneh yang dia rasakan

Makanya aku diam aja dan gak membahasnya

Dari ruangan lain Ibu Tiwi muncul dan sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur dress longgar panjang sampai semata kaki berwarna hitam

Ia menyambut kami untuk yang kedua kalinya lalu langsung mengajak kami melangkah mengarah ke kamar yang dia siapkan untuk aku dan Gia

"Kalian sudah bangun ya, ayuk langsung aja ke kamar kalian. Kamar kalian dibawah ya. Kalian mau satu kamar atau beda kamar nih ?" tanya nya pada kami yang mengikuti langkahnya dari belakang

Aku yang menjawab " Kami sekamar aja bu"

"Oh, oke kalau begitu"

Terpopuler

Comments

💎hart👑

💎hart👑

aku pun berpikir begitu

2022-04-01

1

Rania Puspa

Rania Puspa

filling aku makin kuat ni bu tiwi kyy " Dalang pesugihannya"

2022-03-01

1

Tyasyuningsih Rania Dewi

Tyasyuningsih Rania Dewi

sampe dsini kekNya aQ mulai paham siapa yg jdiin keluarga rara jd target tumbal

2022-01-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!