6. JIKA SEMESTA YANG BICARA

Pagi gelap-gelap buta Ibu mengajakku ke pasar untuk bekerja sekaligus menjalankan rencana yang ia rangkai semalam. Kebetulan juga Tiara gak tau kami pergi ke sana karena Tiara masih tidur mungkin nanti sekitar jam enam kami akan kembali pulang sebelum Tiara bangun.

Pukul empat pagi kami pergi ke sana, melewati rumah-rumah yang masih sepi seolah menandakan penghuninya masih terlelap. Udara yang dingin menembus kulitku bahkan jaket katun yang aku pakai pun gak bisa menghalaunya. Ibu membawa kain panjang motif batik yang sudah kusam dipakainya menjadi selimut disepanjang jalan.

Langit pagi yang masih gelap bertaburan bintang pagi menemani kami berjalan menjemput secercah uang.

Sesampainya di jalan utama kami menyetop mobil bak yang sekiranya kami rasa itu akan pergi ke pasar karena memang jam segini angkutan umum belum ada biasanya jam lima baru ada tapi karena Ibu maunya cepat sampai jadi gak harus menunggu sampai jam lima . Beruntungnya di sini , karena menumpangi mobil yang lewat adalah hal yang biasa jadinya ketika kami setop satu mobil , langsung aja berhenti dan memberi tumpangan pada kami

"Pak, numpang sampai pasar ya ?" pinta Ibu

Supir yang baik hati itu langsung mempersilakan kami masuk

"Naik Bu..naik..silakan.." ucap Bapak-bapak yang menyetir. Kebetulan sebelah supir kosong jadi supir mempersilakan kami duduk di depan bukan di bak nya.

Mobil bak sayuran itu merapat di parkiran pasar, lalu kami turun

"Terimakasih ya Pak" ucap Ibu berterimakasih

"Ya Bu sama-sama" balasnya

Sesampainya di kios yang Ibu maksud aku dan Ibu langsung aja disambut Bapak-bapak bertubuh gempal yang perutnya buncit kulitnya putih bersih dan bermata sipit. Tapi sepertinya Ibu sudah kenal dia sebelumnya. Terlihat mereka ngobrol tanpa ada sungkan satu sama lain

"Ini anak Ibu ya ?" tanyanya

Ibu mengiyakan.

"Iya Pak, anak saya dua. Yang bontot masih kelas tiga SD"

"Oh masih kecil banget ya adiknya" ucapnya lagi

"Iya Pak" balas Ibu

"Oke kalau gitu, sudah siap Bu ?" tanyanya dengan senyum simpul

Ibu mengangguk "Iya Pak sudah siap sekali" dan membalas senyumnya lalu ia bersiap-siap kemudian aku susul ke arah mobil bak hitam yang terparkir di depan kiosnya.

Langit masih gelap, bintang masih ada, udara masih dingin, dengan mata yang sebenarnya masih lelah tapi ada asa yang aku pertaruhkan di sini. Semoga Ayah bangga padaku.

Satu per satu aku mulai memanggul karung cabai kata pemiliknya beratnya cuma dua puluh kilo. Tapi sebenarnya memang gak berat yang terasa itu justru rasa gengsi melekat di pikiranku.

Langit hitam mulai memudar kini matahari pelan-pelan bersinar seolah datang untuk mengalahkan para bintang, tapi udara dingin masih tetap sama.

Jujur, pekerjaan ini melelahkan bagiku rasanya aku mau sudahi saja tapi aku melihat Ibu begitu semangat tapi semangatnya itu justru yang membuat aku merasa kalah dan bersalah karena diumur dua puluh tahun ini aku belum bisa membuatnya lebih bahagia dari hari kemarin. Aku belum jadi apa-apa

Sebenarnya yang berprofesi kuli panggul di pasar ini bukan kami saja tapi ada juga Bapak-bapak dan Ibu-ibu lainnya, jumlahnya memang gak banyak hanya ada lima orang sudah termasuk kami tapi ya semua kuli panggulnya memang gak ada yang seumuran dengan aku.

Seseorang perempuan muda seusiaku mendekatiku yang pada saat aku masih manggul, dari suaranya seperti sudah mengenaliku

"Rara ya ?" tanyanya dengan nada yakin

Reflek saja aku menoleh ke sumber suaranya

Oh rupanya dia teman sebangku aku sewaktu sekolah saat itu masih kelas tiga SMP sebenarnya kami berteman hanya setahun itu saja tapi ketika masuk SMA kami gak satu sekolah lagi karena berhubung dia anak orang kaya jadi dia mendapatkan pendidikan formal yang baik di sekolah swasta yang bagus dan mahal setelah itu lah kami gak ada komunikasi lagi

Aku hanya menolehnya tanpa membalasnya juga karena aku masih kerja juga jadinya aku gak begitu mengubris dia. Tapi dia tetap berdiri memperhatikanku padahal aku sudah dari tadi bolak-balik memanggul karung

Sebenarnya sih ada rasa malu juga kalau akhirnya dia tau masa depanku cuma sebagai kuli tapi ya mau bagaimana lagi kalau pun nanti dia cuma mau menghina pun ya gak apa-apa juga. Ya biarkan aja. Aku sudah terbiasa menjadi orang yang hanya menjadi orang terbelakang. Itu sudah menjadi anggapan para temanku

Tapi kayaknya lama-lama sosoknya yang sejak tadi berdiri memperhatikanku membuat aku semakin risih, aku berharap dia pergi dari situ tapi dia malah tetap diam seolah menjadi mandor.

Sumpah, semakin lama dia di situ semakin malu rasanya aku melihat diri sendiri. Aku mau dia pergi sekarang juga tapi sayangnya aku gak bisa mengusirnya.

Setelah bolak-balik memindahkan akhirnya pekerjaan kami selesai juga di jam enam masih kurang sepuluh menit lagi ,aku bisa tau karena aku melihat jam dinding di situ.

Dan aku juga masih melihat temanku berdiri yang masih aja memperhatikanku seolah ada hal penting yang mau dia sampaikan padaku. Tapi aku gak mengubrisnya sama sekali karena memang aku juga terlanjur gengsi padanya jadinya aku menganggap dia gak ada di situ

Ibu terlihat sudah lelah sesekali ia mengusap keringat didahinya dengan kain panjang yang ia bawa sementara aku cukup menyeka nya dengan lengan jaket ku. Keringat yang bercucuran dipunggungku sebenarnya gak sepadan dengan keringat Ibu yang lebih berjuang untuk aku dan Adikku selama ini apalagi Ayah sudah gak ada, aku gak gak bisa membayangkan betapa besarnya pengorbanan Ibu nanti

Melihat wajahnya yang lesu membuat hatiku gak tega menatapnya lama-lama. Hatiku teriris pedih berharap Tuhan mengabulkan doa ku untuk bisa kerja di Jakarta, supaya Ibu gak susah lagi cari uang supaya Tiara bisa jadi pramugari impiannya

Tiba-tiba aja temanku menghampiriku lalu tersenyum pada Ibu. Aku jadi sungkan karena memang sudah lama gak akrab lagi tapi aku akui dia teman yang baik dan gak pernah merendahkan orang lain tapi itu kan dulu gak tau kalau sekarang namanya pola pikir manusia bisa berubah. Siapa tau.

"Bu" ia menyapa Ibu dengan manis lalu memberikan senyumannya juga padaku. Aku spontan membalas senyumnya

"Ra kamu kerja di sini ?" tanyanya.

Aku mengangguk malu "Iya"

"Ooh, bantu Ibu ya ?" tanyanya lagi

Aku mengangguk lagi "Iya"

"Oh ya Ra, Nu, aku turut berduka cita ya Ra atas kepergian Bapak, semoga Bapak diterima disisiNya dan diampuni segala dosanya. Amin" ucapnya padaku lalu ke Ibu juga

Ibu yang langsung menjawab "Amiiinn. Makasih ya" ibu tersenyum padanya.

Aku juga mengucapkan amin setelah Ibu

"Kamu tau darimana Ayah aku meninggal ?" tanyaku heran padahalkan kami sudah lama gak ada komunikasi

"Aku dikasih tau teman yang lain, di infoinnya lewat whatsapp grup. Oh ya nomor hape kamu berapa Ra ?"

"Oh gitu ya. Mmm...aku gak punya hape" icapku pelan

"Oh gitu, iya gak apa-apa"

Gak lama kemudian pria gempal itu memanggil temanku dari jarak cukup jauh dari kami.

"Ci, ci !" panggilnya

Sisil langsung menghampirinya. Aku bisa melihat jelas kalau pria itu memberikan dia uang tapi beberapa menit mereka masih ngobrol lalu mereka masuk ke dalam kiosnya.

Aku dan Ibu serta kuli lainnya kini menantikan bayaran gak seberapa itu.

Gak lama Sisil yang keluar sementara Bapak gempal itu sedang menerima telpon.

Sisil menghampiri kami para kuli sampai disitu aku baru sadar rupanya Sisil anaknya pria itu. Lalu Sisil memberikan bayaran ke setiap kuli sampai yang terakhir kami

"Ra, Bu ini bayarannya ya " ucapnya sembari menyodorkan bayaran ku

Aku menerimanya dengan baik walau sebenarnya aku masih menahan malu padanya.

Aku tersenyum kecil padanya "Makasih ya Sil" ucapku berterimakasih,

Setelah Ibu juga sudah mendapat bayarannya langsung aja aku mengajak Ibu untuk pulang tapi Sisil menahan kami

"Bu " panggilnya lalu menyodorkan amplop putih pada Ibu

"Ini ada santunan sedikit dari kami sekeluarga. Semoga dipergunakan ya Bu, maaf Papi lagi terima telpon" ucapnya

Ibu langsung terharu tanpa sadar ia meneteskan air matanya terlihat gerakan tangannya yang tertahan mau peluk Sisil tapi ia segan.

"Terimakasih ya salam untuk keluarga" ucap Ibu berterimakasih dan masih terharu

Disitu rasa malu ku jadi campur haru. Entah bagaimana cara menyampaikan rasanya. Yang aku bisa cuma berucap aja

"Makasih ya Sil, semoga sehat-sehat sekeluarga" ucapku berterimakasih

"Iya sama-sama Ra. Besok kalian ke sini lagi ya ?" tanyanya

"Iya " Ibu mengangguk semangat

"Iya" sambungku

Setelah mengharu biru kami kembali pulang ke rumah tanpa membawa bungkusan untuk di masak, Ibu sengaja gak belanja lauk mentah karena nanti bisa kesiangan dan takut Tiara kebingungan juga mencari kami sebab kami gak pamitan dengannya. Tapi rupanya Tiara sudah bangun dia juga sudah pakai seragam lengkap cuma sarapan aja yang belum.

Ibu menghampiri Tiara lalu memeluknya

"Tiara sudah bangun ?" peluknya lalu menciumnya

Aku melangkah ke dapur untuk minum

"Ibu sama kakak dari mana ?" tanyanya

Aku yang langsung menjawab "Dari pasar" sambil kembali keluar dari dapur membawa minum untuk Ibu juga , gelasnya aku letakkan di meja

Ibu melepaskan pelukannya ia ingat dengan amplop yang dia terima lalu membukanya dihadapan kami, aku mendekat karena mau tau seberapa besar uang yang diberikan rupanya lima ratus ribu uang yang banyak bagiku.

"Alhamdulillah, Tiara bisa bayaran nanti" ucap Ibu sumringah. Tiara juga senang mendengarnya

Aku cuma mengucap syukur didalam hati

Saking senangnya Ibu langsung pamitan padaku sampai gak ingat dengan air minum yang aku bawa

"Ra, Ibu pergi ke sekolah Tiara dulu ya. Mau bayarin utang biar gak ada lagi" pamitnya

"Iya Bu"

Tiara loncat-loncat kegirangan "Horeee..beneran Bu ?"

"Iya, ayok berangkat" ucap ibu sambil menuntun Tiara ke luar.

Aku mengunci pintu rumah rapat-rapat, kuncinya cukup diganjal kayu lalu bergegas ke dapur untuk masak karena seingat aku masih ada sisa ikan asin dan kangkung yang belum dimasak

Belum juga sampai dapur suara ketukan pintu terdengar keras. Tapi ini lebih ke suara yang diketuk pakai telapak tangan jadi suaranya terdengar bar-bar

Buukkh..bukkh..bukhh!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!