Aku ketakutan sampai jatuh dari kasur tapi Gia gak mengejarku dia tetap duduk dan hanya tertawa dan melotot pada ku
Aku udah gak tau lagi harus apa melihat sikapnya begitu, yang aku bisa perbuat cuma berdoa bahkan sampai menangis ketakutan
Hampir setengah jam dia gak sadarkan diri tapi akhirnya dia pingsan, saat itulah aku berani mendekatinya meskipun sebenarnya aku takut, dalam pikiranku bisa aja tiba-tiba dia bangun lalu mencekikku.
Tapi pikiran buruk itu harus bisa aku tepiskan jauh-jauh untuk bisa membantunya siuman
Akhirnya Gia sadar sendiri setelah pipinya aku tepuk-tepuk lembut
Gia memicingkan mata lalu melihatku "Kepala gua sakit banget, gua ngerasa capek banget" ucapnya yang keliatan udah lelah banget
Aku diam bingung mau jawab apa
"Tadi gua kesurupan kah ?" tanyanya
Aku jadi heran kenapa dia bisa tau kalau barusan dia kerasukan
Aku jawab aja " Iya"
"Maap Ra, gua emang suka kesurupan kata orang-orang yang deket sama gua. Mungkin lu adalah orang yang kesekian kalinya ngeliat gua kesurupan"
"Masa sih ?" aku syok kalau tau dia sering kesurupan
"Iya beneran, tapi selama ini kalau gua kesurupannya selalu di pabrik aja. Tapi kenapa gua bisa kesurupan di rumah ya?" ucapnya bingung
Lalu dia duduk kembali dan kembali menonton tivi seolah barusan gak terjadi apa-apa
Tiba-tiba aja aku teringat kotak merah yang tadi dititipkan
Lantas aku mengambilnya dari atas kulkas dan memberikan kotak itu pada Gia
"Tadi ada yang titip ini" aku sodorkan padanya
Gia meresponku sambil menerima kotak yang aku berikan, kemudian ia membukanya dan aku pun melihatnya
Gia memperlihatkan isi kotaknya padaku sebuah cincin emas polos tanpa batu permata
Gia menutupnya kembali lalu menaruhnya di meja tepat disamping tivi
"Tadi yang anter Ibu-ibu" ucapku padahal Gia gak nanya
Gia menjawab tanpa menolehku
"Iya itu Ibu gua" ucapnya dengan masih tetap fokus pada acara tivi
"Oh itu Ibumu?"
"Iya dia anterin cincin buat gua, buat jimat" ucapnya
Aku bergumam dalam hati "Hah, Jimat ?"
"Jimat ?" tanyaku jadi bingung maksudnya dia apa
"Iya Jimat. Tapi itu belum ada isinya masih cincin biasa" jelasnya dengan enteng seolah itu sudah jadi hal biasa
"Maksudnya isinya itu apa ?" tanyaku, karena aku makin gak paham
"Penjaga gua" ucapnya dengan enteng
"Penjaga ?" disitu aku makin bingung
Tanpa ada rasa canggung lagi akhirnya Gia menceritakan semuanya
"Jadi gini, karena gua sering kesurupan dari kecil jadi Ibu gua selalu kasih jimat yang terbaru setiap ada saatnya diganti kalau udah gak bisa menangkal tapi kalau cincin ini kan belum ada isinya nanti gua mau isiin dulu di dukun langganan gua" jelasnya tanpa canggung padaku
Astaga, obrolan macam apa ini ?
Mendengarnya aku makin syok "Seriusan ?"
Dalam hati aku nyeletuk "Ya ampun, dukun langganan loh"
Tapi aku coba menyarankannya "Kamu gak ada niat ke ustad aja gitu yang bisa nyembuhin kamu ?. Rukiah, misalnya" usulku
"Udah tapi gak bisa, cuma bisanya sama dukun sih, masih mendingan kalau sama dukun" jawabnya enteng
Didalam hati aku langsung menyebut "Astafirughlah"
Ya ampun, jangan-jangan dia gak bisa sembuh lewat jalur religi karena dia memang gak percaya aja sama Kesaktian Tuhan. Gak nyangka banget rupanya kerohanian Gia lebih buruk dari aku.
Gia memotong obrolan karena dia sudah merasa ngantuk "Yaudah lah sekarang lebih baik kita tidur aja yuk" ajaknya
Karena dia mengajakku akhirnya aku juga ikut tidur
Dinginnya Shubuh seolah membelai kulitku, aku terbangun bergegas untuk sholat
Setelah wudhu aku baru tersadar kalau mukenaku ketinggalan di kost. Kebetulan Gia sudah bangun meski masih rebahan di kasur tanpa pikir panjang aku meminta mukenanya untuk meminjamnya
"Bisa pinjem mukena kamu , Gi ?" pintaku
Gia menatapku sebentar lalu menggelengkan kepalanya
Aku jadi sanksi melihat gerakan penolakannya "Gak boleh kenapa ?" tanyaku
"Gak ada" jawabnya
Oh, rupanya. Gak ada. Kirain aku gal boleh pinjam
"Oh , yaudah deh" ucapku lalu duduk ditepi kasur
Sampai disini aku cukup paham kalau seorang Gia gak mungkin mau mengenal Tuhan. Bukan maksud hati untuk menghakimi imannya tapi dari ceritanya dengan mempunyai dukun langganan aja , aku sudah cukup memahaminya
Gia duduk disampingku dan menjelaskan sedikit hal padaku
"Sori Ra bukannya gua membatasi ibadah lu tapi memang udah dari kecil gua terbiasa hidup begini, lagi pula dulu temen gua pernah numpang sholat disini eh katanya malah digangguin setan" ceritanya
Rasanya aku pengen bilang "Makanya tiap hari rumah ini didoakan jadinya satu per satu setannya pergi, bukannya malah ngusir setan tapi bawa setan baru" Tapi sayangnya aku gak berani bilang begitu. Cuma bisa ngomong dalam hati
Justru Gia menyarankan aku untuk pinjam mukena tetangganya dan aku dipaksa membuktikannya sendiri
"Kalau lu gak percaya, pinjem aja mukena tetangga sebelah gua nih, orangnya baik kok. Dulu temen gua pernah pinjem. Atau kalau lu gak mau ribet di bawah lantai dasar kan ada mushola kecil ya disitu aja sholatnya. Tapi kan siapa tau lu mau bukti, gua pengen tau seberani apa lu kalau diganggu setan. Palingan nangis jerit-jerit lu" ucapnya
Aku diam aja mendengarnya, dia belum tau aja apa yang terjadi padaku selama ini. Tapi ya sudah lah untuk selanjutnya aku ke mushola aja
"Oke deh, aku ke bawah aja" ucapku sambil bergegas turun
Tapi Gia malah menahanku "Bentar..bentar"
"Kenapa ?"
"Gua pinjemin aja, bentar lu tunggu sini, gini-gini gua baik sama lu" ucapnya lalu bergegas pergi ke tetangga sebelahnya
Beberapa saat menunggu.
Gia pulang membawa mukena
"Nih, kebetulan dia udah punya dua. katanya buat lu aja satu"
"Wah, makasih banget aku dibagi satu"
"Tuh silakan sholat gua masak sarapan dulu" ucapnya sambil pergi meninggalkanku
Lalu kembali lagi menutup pintu kamar
"Pintunya ditutup aja soalnya takut bau asap" ucapnya
Aku akui memang benar suasana dalam kamar tiba-tiba saja mencekam, memang gak ada sosok yang menampakkan dirinya tapi dadaku tiba-tiba sesak dan nyeri, jantungku berdenyut cepat-cepat, dan aku merasakan sangat dingin
Setelah aku selesai sholat, baru aja melepas mukena tiba-tiba pintu kamar seperti didobrak kencang banget
Aku langsung panik dan keluar takutnya Gia kesurupan lagi
Pintu aku buka dan rupanya Gia lagi asik masak
Gia bisa merasakan kalau aku keluar kamar "Udah selesai Ra?" ucapnya. Dia sambil menumis sayuran dengan lihay
Baunya harum membuat aku jadi lapar
Tapi aku gak ngejawab apa-apa. Aku hampir bingung dengan sikap Gia seolah gak ada apa-apa atau memang dobrakan pintu itu cuma halusinasi aku aja
Sebenernya bisa aja aku bilang ke Gia kalau barusan ada suara pintu di dobrak tapi aku gengsi dan diam aja seperti gak terjadi apa-apa
karena kalau nanti bilang dia semakin meragukan adanya Tuhan, tapi terlepas dari itu memang gak terjadi apa-apa juga kok.
"Gimana Ra ada yang gangguin gak ?" tanyanya dengan nada enteng
Aku jawab dengan bangga "Gak ada kok, biasa aja" jawabku
Gia masih menumis sayurannya "Baguslah berarti iman lu bagus dong ya" ucapnya
Aku heran sama Gia, bisa-bisanya dia membahas iman yang bagus tapi justru dia gak percaya dengan iman dari Tuhan malah percaya sama dukun
Gia sudah selesai masak dan akhirnya kami juga sudah berpakaian rapi untuk siap berangkat bekerja.
Ini hari pertamaku bekerja semoga aku bisa mengubah nasip keluargaku menjadi lebih baik.
Amin.
Setelah makan pagi bersama, akhirnya pukul tujuh kami berangkat ke pabrik kompeksi yang sudah kurang lebih selama tiga tahun Gia bekerja di situ
Aku pikir pabriknya jauh sekali tapi rupanya dekat
Cuma sekali aja naik mikrolet dan gak sampai sejam sudah sampai di gudang kompeksi
Aku dan Gia masuk diarea yang cukup luas ada pemandangan baru dimataku, banyak suguhan sesajen disetiap sudut gudang.
Gia tau aku sejak tadi memperhatikannya "Itu sajen, makanannya jangan lu makan karena itu udah jadi hak milik penunggu sini" ucapnya
Semakin aku masuk ke dalam gudang banyak karyawan yang bekerja, ada yang menjahit ada yang gunting benang ada juga yang gunting pola pakaian yang sudah menyiapkan pekerjaannya
Seorang pria kurus tinggi berkulit coklat sedikit tua menghampiriku
"Rara ya?" sambutnya
Aku tersenyum mengangguk "Iya Pak" jawabku
Si Bapak itu langsung mengarahkan aku ke tempat pekerjaan Gia
"Langsung kerja aja ya, kerjaan kamu gunting pola sama kayak Gia. Nanti kalau bingung kamu tanyakan Gia aja"
Aku mengangguk paham, apalagi Gia juga gak keberatan
Setelah aku paham Bapak itu pergi
"Dia siapa Gi ?" tanyaku
"Dia super visior, gua cerita sama dia. Dia orangnya baik banget, makanya dia inget nama lu, dan lu langsung disambut kan tadi" jawabnya
Mendengarnya aku sampai terharu
Lalu Gia langsung mengajari tata kerjanya "Sekarang kita kerjain pola aja nih, cuma gunting-gunting aja kok tapi yang rapi ya. Jangan malu-maluin gua" ucapnya sambil mengarahkanku dengan mencontohkan cara dia menggunting
Aku fokus memperhatikannya dengan teliti aku coba jajal menggunting dan rupanya berhasil rapih
Seluruh karyawan sudah mulai bekerja dengan pekerjaannya masing-masing
Dari arah jauh seorang laki-laki muda berteriak
"Ada yang pingsan...ada yang pingsan...!" teriaknya histeria
Semua orang yang lagi fokus bekerja gak begitu panik, tapi cuma ada dua orang yang menghampiri laki-laki itu
Sepertinya Gia bisa membaca pikiranku
"Kalau di sini, pingsan, kesurupan udah jadi hal biasa, sebenernya panik sih tapi lebih kayak capek aja karena hampir setiap hari ada kejadian aneh" jelasnya
"Kira-kira dia pingsan kenapa ya ?"
"Yaa bisa jadi jimatnya gak berfungsi dengan baik. Entahlah" jawabnya
Dalam hati aku bergumam "Jimat lagi jimat lagi. Haduh, Gia"
Tiba-tiba harum kemenyan semerbak menyelimuti ruangan, aku rasa bukan cuma aku aja yang menciumnya aromanya
Aku berbisik pada Gia "Bau kemenyan banget ya " ucapku
"Sssssstttt" Gia menyuruhku diam
Aku jadi sanksi
Gia berbisik balik padaku "Kalau ada bau-bau atau kejadian aneh jangan diucap nanti lu bisa dapet sial. Paham !" ucapnya
Mendengar penjelasannya aku kembali melanjutkan pekerjaanku
Walau aku semakin ikutan "Gila" dengan hantu-hantu dan keanehan di pabrik ini tapi Sepertinya aku mulai menyukai pekerjaan ini
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Kustri
Semangat Rara!!!
2022-02-28
0