3. KEHILANGAN ARAH

Pagi ini Tiara merengek gak mau pergi ke sekolah karena ia merasa malu sudah hampir setiap hari ia selalu ditagih bayaran sekolah oleh gurunya di dalam kelas sampai teman-temannya pun mendengar. Sampai-sampai beberapa temannya mencibirnya. Ia tetap merengek dipaksa ke sekolah oleh Ibu, meski sudah dibujuk dengan sekuat tenaga tapi Tiara tetap gak mau pergi

Wajah merah kusut dan butiran air matanya seolah mengisyaratkan bahwa betapa sedihnya ia merasa berbeda dengan teman sekelasnya.

"Tia Ayok sekolah, nanti Ibu menyusul untuk bayar" bujuknya dengan lembut dan sabar

" Gak mau. Aku malu Bu, semua teman-teman aku sudah bayaran. Kata guru cuma aku yang belum bayaran harusanya aku sudah diberhentikan dari sekolah" rengek Tiara

Ayah yang mendengarnya langsung mencoba membujuk Tiara

"Guru kamu itu cuma bercanda, sebenarnya gak apa-apa. Lebih baik hari ini kamu masuk ya supaya nanti gak ketinggalan pelajaran" bujuknya

Tiara tetap menggelengkan kepalanya. Ia tetap menolak dan benar-benar sudah hilang hasrat untuk belajar di sekolah bertemu dengan teman-temannya

Tapi akhirnya Ibu punya cara untuk meluluhkannya

"Kalau gitu gini aja deh, Ibu antar kamu ke sekolah ya, biar sekalian Ibu bayaran" ucap Ibu.

Mendengar begitu Tiara langsung nurut dan bersiap berangkat, Wajahnya mendadak berubah lebih bersemangat padahal aku tau Ibu hanya berbohong.

Akhirnya Ibu mengantarkan Tiara ke sekolah lalu kembali dengan tugasnya yang selesai. Tugas yang berhasil membuat si bungsu mau masuk sekolah

Hari ini juga Ayah gak ke kebun dulu katanya, karena badannya pegal-pegal jadi mau diurut Ibu dulu. Tapi untungnya kabar baik hari ini demamku sudah turun justru sekarang aku merasa lebih sehat tapi ya karena masa penyembuhan jadi energi yang aku punya masih terbatas

Tapi meski begitu aku gak di kamar, aku ada bersama Ayah dan Ibu di ruang tengah, sambil mendengarkan mereka saling melempar saran

"Yah, apa kita pinjam duit aja ya ?" usul Ibu sambil menyiapkan perlengkapan untuk urut Ayah

Tapi ayah menjawab dengan tegas ia langsung menolaknya dengan cepat

"Jangan!" tolak ayah.

Ayah memang anti berhutang uang pada orang lain meski pada nyatanya dari jaman aku sekolah sampai jaman Tiara sekolah, SPP selalu nunggak. Bahkan ijasa ku pun belum bisa ditebus dari sekolah karena biaya administrasi masih banyak yang belum lunas.

Ibu sempat gak setuju dengan penolakan Ayah

"Ya, terus kita harus bagaimana dong, Tiara sudah ngambek begitu" ucapnya

Ayah menjelaskan pada Ibu dengan bijak

"Masalahnya kalau kita pinjam duit yang ada nanti nya ada bunganya yang semakin naik, syukur-syukur kita bisa bayar cepat nah kalau kita gak bisa bayar cepat gimana , bunganya bagaimana ?" ucap ayah menjelaskan dengan baik

Ibu berfikir sebentar , terlihat raut wajahnya seperti menyetujui maksud Ayah

"Masalahnya, tadi gurunya Tiara bilang kalau bulan depan belum ada bayaran sekolahnya bisa-bisa Tiara dikeluarkan dari sekolah karena sudah nunggak enam bulan, bulan depan kan sudah bulan ke tujuh" jelas Ibu

Ayah diam, berfikir keras sejenak

"Kalau sampai Tiara berhenti sekolah bagaimana nasibnya nanti" keluh Ibu

Mendengar obrolan mereka akhirnya aku langsung masuk bicara

"Kalau waktunya sebulan mungkin aku bisa bantu Bu" usulku

Ibu dan ayah menolehku dengan bingung

"Aku ke Jakarta" lanjutku

Kali ini permintaanku berhasil disetujui mereka, seperti gak ada penolakan seperti diawal

"Ya sudah kalau kamu yakin Ya sudah Ayah ijinkan" ucapnya

Aku tersenyum mendengarnya, bagai harapan tumbuh berbuah dan inilah hasilnya

"Ya, Ibu juga udah gak bisa ngomong apa-apa lagi. Tapi kamu harus menepati janji kamu" ucap Ibu yang juga mempersilakan aku merantau. Maksud dari kalimat menepati janji itu Ibu minta aku bisa bayar SPP adikku dalam kurun waktu sebulan

Aku tersenyum sumringah mendengar persetujuan mereka, tapi akhirnya senyumku membeku karena baru terfikirkan bagaimana cara perginya ke Jakarta. Sementara aku juga gak ada persiapan apa-apa, aku juga gak punya ongkos dan gak tau arah Jakarta di mana.

Sepertinya Ibu menyadari perubahan wajahku lalu dia bertanya

"Kenapa Ra ?"

Aku.menjawabnya "Tapi aku bingung bu, ke sananya bagaimana caranya" Jawabku

Sontak Ibu dan Ayah menertawaiku

Ha..ha..ha..ha

Langsung aja Ayah menyindirku

"Kamu ngotot pergi tapi gak tau perginya pakai apa hahaha" timpal ayah

Mereka tertawa melihat sikapku dan akhirnya kami tertawa bersama di rumah bilik bambu yang sudah berumur lebih dari dua puluh tahun

Jujur, aku jadi malu mendengarnya sendiri

Hi..hi..hi

Sebentar lagi Ayah mau diurut Ibu tapi saat mempersiapkan minyak dari dapur , rupanya minyak curah sudah habis,

"Minyaknya habis nih, Ibu bisa minta tolong belikan minyak goreng ya" pinta Ibu padaku

lantas ia menyodorkan uang sepuluh ribu padaku untuk membeli minyak ke warung depan yang memang sudah menjadi langganan kami

Aku menerima uangnya lalu pergi bergegas cepat meluncur ke warung

Sampai di warung langsung aja aku kasih suara isyarat

"Beliii...!!"

Teriakku di depan warung

Tapi Satu orang pun belum ada yang keluar padahal aku sempat lihat dari dalam ada yang melihatku di sini tapi satupun gak ada yang respon

Sampai akhirnya aku menunggu beberapa menit sambil masih memanggil penjualnya

"Bellliii !!"

Aku panggil sampai bosan sampai rasanya malu untuk melanjutkan lagi.

karena merasa gak ada yang respon akhirnya aku berniat kembali pulang saja. Tapi saat aku beranjak beberapa langkah ada pembeli lain yang datang dan saat itu juga ia langsung dilayani oleh penjualnya

Aku gak kembali lagi ke warung itu justru tetap melangkah perlahan kedepan. Samar-samar terdengar dari beberapa langkah ia membicarakan aku

"Saya males ah ngelayanin dia sekeluarga tuh, soalnya kalau ngutang bayarnya lama. Emang sih sekarang utangnya udah lunas tapi pasti dia ke sini mau ngutang lagi. Gak ah kapok" ketusnya

Aku mendengarnya sangat sakit hati

Semakin aku melangkah pergi suaranya pun semakin jauh dan gak terdengar lagi.

Ditelinga dan hati rasanya pedih meskipun hanya mendengarnya saja tanpa melihat wajahnya, tapi ya sudahlah memang sudah nasib keluarga kami yang harus seperti ini.

Aku kembali pulang tanpa hasil dan sudah pasti Ibu akan menanyakannya

"Minyaknya mana ?" tanyanya

Sebelun aku jawab , aku kembalikan dulu uangnya pada Ibu

"Habis Bu" jawabku singkat

"Ooh, habis. Ya sudah gak apa-apa. Ibu pijitin aja ya, yah" ucap Ibu pada Ayah.

Ayah menyetujuinya lalu bersiap-siap untuk dipijit Ibu

Sementara aku menyendiri ke depan rumah di halaman rumah cukup asri dan tatanan bunga-bunga yang tumbuh berwarna warni menghiasi rumah yang kokoh ini. Di sini ada beberapa tumbuhan yang ditanam oleh Ibu, Dari semua tanaman hampir banyak bunga-bunga yang ia rawat.

Aku duduk-duduk santai dihadapan bunga-bunga tanpa alas duduk dan tanpa menyadari kalau aku sedang melamun.

Tiba-tiba saja suara seseorang pecahkan lamunanku, suara seorang perempuan yang aku kenal

"Ngelamun terus !" goda temanku, Ratih namanya.

Dia teman sekolah ku dari SD sampai SMA tapi bukan teman akrab atau pun teman baik, dia cuma teman kenal begitu aja cuma kenal karena satu sekolah aja.

Sejak SD dia memang selalu berpenampilan menarik dan banyak laki-laki yang menyukainya saat SMA. Aku rasa dia memang terlahir beruntung

Sontak aku tersadar langsung menoleh nya yang memakai seragam resmi yang aku gak tau seragam apa itu

Rupanya Ia sudah berdiri beberapa langkah dari hadapanku sambil memandangiku dari atas sampai ujung kaki ia tersenyum padaku

"Mau ke mana Rat ?" tanyaku

"Ya mau kursus komputer lah" ucapnya dengan nada yang sepertinya ingin membuatku iri .

"Ooh, keren dong bisa kursus komputer" pujiku

Ia tersenyum bangga mendengarnya

"Iya, soalnya aku pengen kerja di Jakarta, mau kerja di kantoran. Dua bulan lagi aku lulus" ucapnya

Wah, Jakarta ! itu impianku

"Kamu mau kerja ke Jakarta Rat ?" tanyaku dengan serius, maksud hati dia bisa berbagi tentang Jakarta atau lowongan kerja

"Iya mau ke Jakarta makanya aku ikut kursus komputer" ucapnya lagi

"Memangnya berapa duit kalau mau ikut kursus komputernya ?" yanyaku jadi penasaran, siapa tahu murah aku bisa ikutan

Karena saat begini juga harapanku kembali sangat besar untuk bisa ikut kursus dan bisa berangkat kerja ke Jakarta tanpa halangan lagi

"Ah, mahal Ra" ucapnya seolah dia aja yang mampu bayar kursus

"Iya emangnya mahalnya berapa ?" tanyaku lagi

Makin dia jawab mahal ya aku jadi makin penasaran

"Mahal Ra, sebulan tiga ratus ribu. Belum lagi ada tambahan biaya ujiannya. Kalau kamu ikut gak akan sanggup bayar" ucapnya mematahkan semangatku sambil pergi menjauh

Saat itu hatiku remuk mendengar ucapannya. Ia pergi tanpa pamit meninggalkan kalimat yang membuat aku sakit hati.

Dari kejauhan samar-samar terlihat sosok Bu Tiwi berjalan membawa bungkusan plastik merah besar.

Ia semakin mendekat dan wujudnya semakin terlihat jelas di hadapanku. Ia tersenyum padaku dan mengucap salam

"Assalammualaikum"

Langsung aja aku balas "Waalaikumsalam"

"Ada iibu, Ra ?" tanyanya padaku

Langsung aja aku menjawab dan mengajaknya masuk

"Ada abu, ayok masuk Bu. Silakan" ajakku.

Kebetulan.Ibu dan Ayah rupanya sadar akan kedatangan Bu Tiwi , langsung saja mereka memposisikan berdiri untuk menerima tamu

"Ada apa ya abu ?" tanya Ibu masih sungkan

Bu Tiwi langsung menyodorkan bungkusan plastik merah yang rupanya berisi sembako

"Ini Bu diambil ya Bu" ucap Bu Tiwi

Ibu dan Ayah langsung melihat isi bungkusannya, ada beras, mie instan, minyak goreng, gula pasir, kopi , gula aren, susu dan kacang hijau.

Ibu dan Ayah langsung sumringah apa lagi aku

Ibu langsung berterimakasih "Wah, terimakasih banyak nih Nu. Saya gak nyangka loh Ibu bisa kasih ini" ucap Ibu

"Iya Bu, sama-sama ya Bu. Itu sengaja saya juga belikan kacang hijau untuk Rara biar cepat makin pulih" ucapnya dengan penuh perhatian padaku

Aku senang mendengarnya begitu juga dengan Ibu dan Ayah.

"Terimakasih banyak ya Bu, saya gak bisa balas kebaikan Ibu sekarang tapi mungkin nanti ya Bu " ucap Ibu yang berterimakasih kembali

Ibu Tiwi tersenyum mendengarnya

"Ah, gak usah begitu. Gak usah dipikirkan yang penting kan saling bantu aja Bu, lagian kan saya liat Ibu dan Bapak orang yang baik jadi ini sudah jadi rejeki Ibu dan Bapak" ucapnya

Ibu dan Ayah senang mendengar penjelasannya.

Akhirnya Ayah bersuara juga "Kalau gitu Ibu Tiwi mampir aja dulu nanti disiapkan minum"

"Oh gak usah Pak, gak apa-apa. soalnya saya buru-buru juga mau siap-siap karena besok shubuh saya mau pulang ke Jakarta" tolaknya

Tapi Ibu mencoba memaksanya "Gak apa-apa bu minum teh aja dulu , atau mau kopi biar saya siapkan" ajak Ibu

Tapi Bu Tiwi tetap menolak dengan sopan "Duh, maaf banget ya bu, pak. Sebenernya saya mau tapi saya gak bisa nih. Lain waktu aja ya " tolaknya lagi

Akhirnya Ibu dan Ayah mengalah, memahami kondisi Bu Tiwi yang memang sedang terburu-buru.

Lalu Ibu berterimakasih lagi "Kalau begitu terimakasih banyak ya Bu" ucap ibu kembali berterimakasih

Ibu Tiwi membungkukkan badannya.

"Ia Bu, sama-sama. Kalau begitu saya pamit pulang dulu ya" ucaonya "Rara cepat sembuh ya" tambahnya padaku juga setelah berpamitan pada Ayah dan Ibu.

Akhirnya Bu Tiwi kembali ke rumahnya.

Sementara Ibu masih belum bisa percaya kalau masih ada orang sebaik Bu Tiwi

Ibu kembali menceritakan kebaikan Bu Tiwi pada Ayah "Padahal Yah, kemarin itu dia loh yang anter kami ke puskesmas, sampai tebusan obatnya pun dia yang bayar. Beruntung banget bisa ketemu dia" ucap Ibu.

Padahal Ibu sudah cerita pada Ayah semalam itu juga.

Karena Bu Tiwi membawakan minyak goreng akhirnya Ayah jadi juga diurut sementara aku buatkan Ayah kopi dan Ibu susu. Jujur saja untuk minuman seperti ini adalah minuman mewah bagi keluarga aku, mungkin orang lain bisa minum setiap hari tapi bagi kami bisa sebulan sekali atau beberapa bulan sekali. Segitu parahnya kemiskinan kami.

Itu sebabnya aku berinisiatif untuk kerja di Jakarta, karena banyak orang bilang kalau Jakarta paling tepat untuk mencari uang.

Sambil menunggu Tiara pulang, aku merendam kacang hijau yang rencananya besok pagi akan aku masak bubur. Untuk sekarang aku juga membuatkan Tiara susu ia pasti senang

Setelah semua selesai aku kembali ke halaman depan rumah, aku kembali menikmati cantiknya bunga yang berwarna warni.

Aku kembali duduk-duduk santai tanpa alas duduk sama sekali. Sambil menikmati teduhnya siang, angin yang bertiup lembut, langit yang biru membentang luas yang tiba-tiba membuat aku ketiduran.

Tanpa aku sadari hari sudah menjelang sore. Tiara yang membangunkanku

"Kakak !" panggilnya sambil mengkoyakkan badanku

Waktu tersadar aku malah lupa kalau aku sendiri yang tidur di halaman

"Kok tidur di situ kak ?" tanyanya,

Ia masih pakai seragam lengkap beserta tas ransel dipunggungnya, jelas sudah ia sebenarnya sudah pulang tapi numpang nonton dulu. Karena melihatku jadi ia membangunkanku.

Aku mengusap-ngusap mataku dengan jari tanda aku masih ngantuk.

"Kakak bukannya lagi sakit?" tanyanya lagi

"Oh enggak kok , kakak udah sembuh" ucapku.

Langsung aja aku gendong Tiara lalu masuk ke dalam rumah

Sambil aku memberikannya kejutan "Kakak ada kejutan buat kamu"

"Apa kak?" tanyanya

Sambil tubuh kecilnya masih aku gendong, aku membawanya ke dapur

Ayah dan Ibu melihat kami masuk ke dapur. Di dapur aku kasih Tiara susu yang aku buatkan tadi. Susunya sudah dingin tapi gak apa-apa juga kok

Tiara senang menerimanya

"Waah.. susu...asikkk...buat aku kak ?" tanyanya

Wajahnya kelihatan bahagia, tanpa aku suruh langsung aja ia minum sambil jingkrak-jingkrak

Melihatnya begitu, aku langsung melarangnya minum dengan cara begitu

"Jangan jingkrak-jingkrak nanti kamu keselek" larangku

Lantas ia berhenti lalu meminumnya dengan baik, kemudian ia menghampiri Ibu dan Ayah sambil membawa gelas susunya lalu duduk dipangkuan Ibu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!