Sejak kenal dan mengenal Leon, Vanya sudah banyak berubah. Pandangannya terhadap laki-laki sedikit demi sedikit mulai berubah. Setiap hari Leon selalu ada di samping Vanya, membuat hubungan mereka ini menjadi bahan gosip di kantor.
Bagas dan Dalia yang mendengar desas desus tentang kakaknya sama sekali tidak peduli karena semua itu benar adanya.
Beda hal lagi dengan Leon yang merasa tidak enak mendengar gosip seperti ini. Beberapa orang menganggapnya hanya menjual ketampanan dan rayuan untuk memikat Vanya. Secara,status sosial Vanya dan Leon sangat berbeda.
"Kau tidak ada bercanda hari ini Leon, kenapa?" tanya Vanya penasaran.
"Sepertinya, aku harus menjaga jarak dengan mu. Semua orang sedang membicarakan kita, aku tidak enak hati..."
Vanya mengerutkan keningnya dalam, sebenarnya Vanya tidak ingin membahas hal seperti ini.
"Bilang saja kita hanya berteman. Apa itu salah? jangan dengarkan apa kata orang Leon, karena bahagia bukan mereka yang menentukan!"
Ssstttt,....
Leon menatap netra tegas milik wanita yang ada di depannya ini.
"Apa kau bahagia berteman dengan laki-laki seperti aku?" tanya Leon serius.
"Tentu saja, kau laki-laki pertama yang menyakinkan ku jika kaum mu itu masih ada yang baik dan tulus!"
"Apa kau tidak takut jika aku memanfaatkan mu seperti apa yang orang bilang?"
"Tidak, memangnya selama ini kau ada meminta apa dari aku?"
Kreeeek,.....
Belum sempat Leon menjawab pintu ruangan terbuka.
"Ada apa Dal....?" tanya Vanya heran karena tidak biasanya Dalia masuk tanpa mengetuk pintu.
"Maaf bu, ada yang membuat keributan di bawah!"
"Siapa?" tanya Vanya penasaran.
Tidak butuh jawaban, Vanya bergegas turun ke loby. Leon yang penasaran juga ikut turun.
Dengan langkah tegas dan wajah dingin, Vanya keluar dari lift. Matanya menyipit ketika melihat siapa orang yang sudah membuat keributan.
"Mau apa kau hah?" sentak Vanya, "kenapa kau membuat keributan di kantor ku?"
"Dasar anak durhaka!" sumpah Naomi, "papi mu masuk rumah sakit terkena serangan jantung tapi kau dan adik mu sama sekali tidak datang menjenguk."
Vanya menyunggingkan senyumnya, melipat kedua tangannya lalu berkata dengan santainya.
"Durhaka kau bilang? menurut mu, jika kau berada di posisi aku dan adik ku apa yang akan kau lakukan? di mana letak rasa malu mu menginjakan kaki mu di kantor ku hah?"
Seperti biasa, jika Vanya dan Naomi bertemu mereka akan saling jambak. Tidak ada yang berani melerai, Dalia mulai kelelahan karena pada saat itu Bagas tidak berangkat bekerja karena harus mengantar maminya cek up kesehatan.
Leon yang melihat tidak ada satu pun karyawan maupun security yang melerai selain Dalia langsung maju dan menggendong Vanya agar menjauh dari Naomi.
"Lepaskan aku...!" Vanya mencoba berontak namun Leon terus menghalangi wanita ini.
"Maju kau Vanya, hahaha...apa rasanya kehilangan seorang ayah? kasihan sekali kau dan adik mu, papi mu lebih memilih aku dan ibu ku!" Naomi terus mengejek Vanya.
"Perempuan udik, sialan. Tidak terpelajar. Segitu bangganya kau yang sudah merusak kebahagiaan keluarga orang lain. Ambil saja pak tua itu, aju dan adik ku masih bisa hidup tanpa dia...!"
"Kalian memang masih hidup, tapi hidup dalam kesedihan!" sekali lagi, Naomi mengejek Vanya.
Habis sudah kesabaran Vanya, wanita ini mendorong Leon yang lengah dan langsung menyerang Naomi kembali.
"Kenapa kalian diam saja hah? seret perempuan itu pergi dari sini...!" sentak Leon baru lah semua orang bergerak.
Leon langsung menarik Vanya, menggendong wanita itu dan membawanya pergi. Tidak habis pikir, Leon yang biasanya melihat Vanya sangat pendiam ternyata mengerikan ketika sedang adu fisik.
"Minum dulu....!" ujar Leon menyodorkan sebotol air mineral.
"Kak, apa kau baik-baik saja?" tanya Dalia khawatir.
Vanya mendelik ke arah Dalia, "Jika membunuh itu tidak dosa, sudah dari dulu aku membunuh Naomi dan adiknya. Mereka bangga sekali dengan apa yang mereka rebut!"
"Sudahlah, yang sabar. Jangan main kasar, bermainlah secara halus!" kata Leon.
"Kau pikir aku dukun?"
"Bukan begitu maksud ku, kejadian hari ini sangat memalukan. Mungkin ini masih berada di wilayah mu, jika di tempat umum kalian akan sangat malu."
"Kau tidak pernah berada di posisi ku Leon. Jadi, kau pasti tidak tahu apa rasanya!"
"Jika ku bilang aku jauh lebih sakit dari mu bagaimana?" tanya Leon membuat Vanya dan Dalia langsung memandang ke arah Leon.
"Apa maksud mu?" tanya Dalia penasaran.
"Maaf, aku hanya asal!" seru Leon namun Vanya tidak percaya sama sekali apa lagi melihat raut wajah Leon kali ini sangat datar.
Setelah Vanya tenang, Dalia keluar dari ruangan dan hanya tinggal Leon yang masih menemani Vanya.
"Apa kau lapar?" tanya Leon, "sepertinya kau kehabisan tenaga setelah beradu fisik!"
"Aku benar-benar lapar. Kalau boleh, aku ingin makan sup daging Naomi...!" ujar Vanya membuat Leon tertawa.
"Sudahlah, kau masih saja bisa bercanda. Ayo pergi, aku akan mengobati luka mu setelah itu baru kita makan siang!"
Terlihat jelas bekas cakaran di lengan Vanya karena hari ini wanita ini mengenakan kemeja berlengan pendek.
"Bedebah itu sudah membuat ku lengan ku terluka. Aku harus membuat perhitungan!"
"Sudahlah, jangan main kasar. Mungkin mereka iri karena sekarang kau jauh berada di atas mereka."
Leon mampir sebentar ke apotik untuk membeli salep luka karena Vanya tadi tidak mau di obati di kantor.
Tidak sampai lima menit, Leon kembali ke mobil.
"Maaf, aku harus mengobati luka mu!"
Leon menarik tangan Vanya, membuat desiran hangat di dada Vanya.
"Aaaa....kau ingin membunuh ku kah?" Vanya merintih kesakitan.
"Tidak, aku akan lebih pelan lagi," ujar Leon.
Vanya menghela nafas panjang, dua lengannya terluka semua bekas cakaran kuku Naomi. Sesekali Vanya melirik wajah Leon yang berada sangat dekat wajahnya. Hembusan nafas pria itu juga hangat di rasakan Vanya.
"Leon,....!" panggil Vanya pelan.
"Hem, ada apa?" tanya Leon masih fokus pada luka.
"Terimakasih!" ucap Vanya mendadak hilang apa yang ingin di ucapkannya.
"Sama-sama, sudah selesai...!"
"Leon,....!" panggil Vanya lagi.
"Hem, ada apa Vanya?"
"Sebenarnya aku mencari tentang kau. Ternyata kau ini sedang melanjutkan pendidikan S2. Kenapa kau berbohong pada ku hah?"
Vanya bertanya dengan kilatan nyala api di kedua matanya. Leon yang melihat wajah marah Vanya mendadak ciut.
"Maafkan aku Vanya. Aku punya alasan!"
"Apa?"
"Sebenarnya aku sudah melamar pekerjaan di tempat lain. Tapi, hanya di kantor mu yang memberi penawaran gaji tinggi hanya untuk seorang OB. Jadi, aku mencoba melamar."
"Bohong...!" seru Vanya.
"Aku berkata jujur, perusahaan yang lain tidak ada yang berani mengeluarkan gaji tinggi untuk pekerjaan yang sesantai itu. Jadi, aku tertarik untuk menjadi seorang OB. Jika kau ingin memecat ku, pecat saja aku!"
Vanya menghembuskan nafas kasar, "Aku terlanjur nyaman dengan kau!" tutur Vanya tanpa sadar.
"Hah, apa?" tanya Leon tidak begitu mendengar.
"Eh, tidak ada. Ayo cepat pergi, aku lapar!" kilah Vanya menahan malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Permana
lanjut
2022-05-31
0
Yogi Yogi
menggendong?
2022-05-28
0
Imam Sutoto Suro
good story' thor
good good
2022-05-16
0