OB Tampan Pemikat Hati
"Pecat dia....!" titah perempuan cantik memiliki wajah tegas.
"T-tapi bu,...!" OB yang tidak sengaja menjatuhkan vas bunga itu mencoba protes.
"Bawa dia keluar!" titah Vanya pada Sekretarisnya.
OB tersebut langsung menghembuskan nafas pasrah, baru juga kerja dua hari sudah langsung di pecat saja hanya karena vas bunga.
"Apa kita akan mencari OB lagi bu?" tanya Dalia.
"Hem, cari yang pintar dan berpengalaman. Ingat, harus laki-laki."
Dalia hanya bisa menghela nafas panjang, kurang lebih lima tahun menjadi Sekretaris Vanya, wanita itu paham betul sifat dan sikap Vanya yang banyak maunya.
Hari itu juga, Dalia membuka lowongan khusus OB yang akan bekerja di lantai lima dan hanya di ruangan kerja Vanya.
"Di pecat lagi?" tanya Bagas, adik Vanya yang sekarang menjabat sebagai Direktur di kantor kakaknya.
"Aku tidak habis pikir dengan kakak mu itu, sebulan ini sudah delapan orang yang di pecat." Dalia memijat kepalanya pusing.
"Kakak ku memang pemecah rekor!" seru Bagas tertawa.
"Sepertinya kak Vanya butuh pendamping hidup. Di tidak galak, tidak pelit, tapi kenapa sangat sensitif dengan masalah laki-laki?"
"Mami pernah di khianati oleh papi, membuat kakak tidak mempercayai hubungan spesial," ujar Bagas juga merasa sedih dengan keadaan kakaknya.
"Tapi kan, tidak semua laki-laki sama seperti papi kalian. Setiap laki-laki yang melamar pekerjaan, pasti ujung-ujungnya di pecat. Lihatlah, di kantor ini laki-lakinya hanya bisa di hitung dengan jari,"
Obrolan Bagas dan Dalia terhenti ketika melihat Vanya menghampiri mereka. Tidak ada senyum sama sekali, setiap hari hanya wajah dingin yang di tampakkan Vanya pada semua karyawan.
"Apa kalian sudah makan siang?" tanya Vanya, meskipun wanita ini sangat acuh, namun tetap saja Vanya sangar peduli dan perhatian pada orang-orang di sekitarnya. Ini juga salah satu hal yang membuat Dalia betah bekerja dengan Vanya.
"Belum kak, kami menunggu kakak keluar!" jawab Bagas.
Vanya melirik jam yang melingkar di tangannya, "Sudah hampir siang, sebaiknya kita pergi,"
"Biar aku yang menyetir kak!" ujar Bagas.
"Biar kakak saja!" seru Vanya, "kalian semua jangan lupa makan siang!" kata Vanya mengingatkan beberapa karyawan yang berpapasan dengannya.
"Baik bu...!"
Meskipun bersikap dingin, namun Vanya menggratiskan semua makanan yang ada di kantin. Ini lah yang menjadi alasan semua karyawan menjadi betah.
Mereka bertiga kemudian pergi ke tempat makan langganan mereka. Vanya sebenarnya adalah tipe wanita yang santai, hanya saja hatinya yang dingin membuat orang-orang menjadi segan untuk menyapanya.
Masa lalu lah yang membuat Vanya menjadi seperti ini. Sejak umur lima belas tahun, Vanya dan Bagas sudah merasakan sakitnya broken home.
"Duh.....!" mata Dalia secara tidak sengaja melihat seseorang.
"Aku ke toilet sebentar!" ujar Vanya.
"Iya kak,"
"Bagas, jangan sampai kak Vanya melihat ini," kata Dalia panik.
"Melihat apa?" tanya Bagas bingung.
"Anak tiri dari papi mu. Sebaiknya kita pindah tempat!" ujar Dalia yang paham betul apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aduh, kenapa pas makan siang seperti ini sih?" panik lah Bagas.
Bagas dan Dalia langsung mengatur rencana agar mereka tidak jadi makan di tempat tersebut. Dalia pada akhirnya menyusul Vanya ke toilet.
"Loh Lia, kenapa di sini?" tanya Vanya yang baru saja keluar dari toilet.
"Anu kak, Bagas bilang gak mau makan di tempat ini. Dia mengajak makan di tempat lain,"
"Oh, ya sudah. Ayo pergi," Vanya menurut saja dengan ucapan Dalia tanpa merasa curiga sedikit pun.
Mereka kemudian pergi mencari tempat makan yang lain. Untung saja anak tiri dari papi Vanya makan dengan membelakangi mereka. Bukan apa-apa, Vanya pernah bertemu dan mereka saling adu fisik hingga masuk penjara. Jadi, Bagas dan Dalia tidak ingin hal tersebut terjadi lagi.
Akhirnya, mereka menemukan tempat makan siang yang cocok. Mereka bertiga langsung memesan makanan. Sesekali Bagas melirik ke Dalia memberi isyarat jika Bagas bisa bernafas lega.
"Dal, apa kau sudah menemukan OB baru untuk ku?" tanya Vanya.
"Sudah kak, besok dia mulai berkerja!" jawab Dalia langsung membuat Vanya senang. Jika di luar Dalia akan memanggil Vanya sebutan kakak jika sedang bekerja akan memanggil ibu.
"Ini OB yang kesembilan loh kak. Gak capek apa?" tanya Bagas iseng.
"Itu karena pekerjaan mereka tidak ada yang becus!"
"Emmm, mami pasti akan tertawa lagi jika mendengar cerita kali ini," ujar Bagas.
"Baguslah jika mami tertawa, kakak lebih senang jika melihat mami banyak tertawa!" kata Vanya. Bagas paham betul dengan perkataan kakaknya itu.
Selesai makan siang, mereka langsung kembali ke kantor. Perusahaan ini adalah perusahaan milik mami Vanya yang di pertahankan mati-matian setelah bercerai dari papi mereka. Bukannya apa-apa, perusahaan ini sebenarnya milik orangtua dari mami Vanya dan Bagas yang ingin di kuasai oleh selingkuhan papi mereka.
Sejak sepuluh tahun yang lalu, Vanya tidak ingin melihat wajah sang papi. Kebencian wanita ini telah mendarah daging pada papinya yang sudah tega menyakiti mami mereka dan meninggalkan mereka demi perempuan lain.
"Kak,....!" Bagas masuk begitu saja kedalam raungan kakaknya.
"Em, ada apa?" tanya Vanya masih fokus dengan tumpukan berkas di hadapannya.
"Papi meminta bertemu!" kata Bagas langsung menghentikan pena yang sejak tadi mencoret kertas.
Vanya mendongakkan kepalanya, "Ada di sini lagi?" tanya Vanya.
"Ya, papi menunggu di bahwa!"
"Bilang saja kakak sibuk. Jangan pernah datang kesini lagi. Kakak tidak ingin melihat wajahnya!"
Sebenarnya Bagas sangat takut dengan suasana seperti ini.
"Papi ingin menawarkan kerja sama dengan perusahaan kita!"
"Kakak tidak peduli, apa pun alasannya kakak tidak ingin melihat dia. Bagas, sudah berapa kali kakak bilang pada mu?" Vanya melipat kedua tangannya, menatap wajah tampan adiknya yang terlihat gugup.
"Bagas mengerti kak, Bagas juga bosan di desak oleh papi."
"Dia bukan papi kita Bagas. Hanya mami orangtua kita satu-satunya!" tegas Vanya.
Tidak ingin berpanjang cerita lagi, Bagas keluar dari ruangan kakaknya. Laki-laki yang baru saja merayakan ulang tahun ke dua puluh lima ini hanya bisa bersandar di dinding dengan perasaan sedih.
"Sabar Bagas, kakak mu pasti belum siap untuk bertemu!" Dalia menepuk pundak Bagas.
"Aku sudah tidak tahu lagi ingin berbuat apa. Sejak kejadian malam itu, papi juga tidak pernah datang untuk meninta maaf pada aku dan kakak. Dia hanya menginginkan kerja sama saja!" keluh Bagas.
"Percayalah Bagas, suatu saat kerasnya hati kakak mu akan luluh juga. Begitu juga dengan kerasnya hati papi mu. Tetaplah seperti ini, hanya kau yang akan menjadi penengah di antara kakak mu dan papi mu."
Dalia tidak henti-hentinya menasehati Bagas dan juga memberi semangat pada pria ini. Akhirnya, Bagas turun ke loby dan memberitahu papinya jika sang kakak masih tidak ingin bertemu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Vera Diani
Mampir
2022-10-05
0
Riska Wulandari
hei hei heiiiii...aku datang lagi thorrr...
2022-03-01
1
Ardia Ningsih
Penasaran, lihat gambarnya si Xukai.🤭
2022-01-18
1