Tanpa suara tanpa bunyi, suara telapak kaki Bintang yang bersentuhan dengan atap bangunan tidak menimbulkan gemercik gerak. Gerakannya lincah senyap. Berhasil sempurna Ia meninggalkan kediaman para jenderal.
Jauh meninggalkan kawasan Kerajaan Bukit Tinggi, lalu Bintang melepaskan penyamarannya, membuka topengnya. Lantas menuju ke Teratai hendak berguru di sana memper dalam ilmu Pedangnya. Bintang melatih kemampuannya hingga tingkat yang paling tinggi.
Sedangkan dalam Kerajaan Bukit Tinggi yang letaknya di Bumi, menggegerkan tentang nasib naas yang menimpa salah satu jenderal Kerajaan. Orang-orang dalam istana bergemuruh membincangkan kematian Jenderal Bomel.
Raja Bukit Tinggi yang memiliki ikatan darah dengan Bomel sebagai jenderalnya, marah besar atas kematian Bomel yang tak sewajarnya. Di tambah setelah ditahunya dari para tabib bahwa Bomel tewas bukan karena kehendak dirinya sendiri melainkan di bunuh oleh penyelinap.
Hal itu, ditau usai beberapa jenderal melakukan pemeriksaan pada kediaman Bomel, di pintu kamarnya terdapat sebuah kawat karatan yang digunakan untuk mencukil pintunya, dan setelah ditelusuri lebih lanjut lagi, mereka menemukan sebuah bekas telapak kaki depan pintu berasal dari atap rumah.
Menjelaskan masalah itu pada raja, raja langsung menyeruak marah. Hatinya bagai di bakar api ribuan volt panasnya.
"Siapa pelakunya, siapa?" Tanya raja Cinken sebagai penguasanya Bukit Tinggi.
Raja Cinken marah besar sampai-sampai menghamburkan beberapa Jenderal di hadapanya. Raja Cinken melayangkan beberapa pukulan pada seluruh Jenderal yang berdiri di depannya.
Para Jenderal terbata-bata menjawab, sebab salah sedikit pasti fatal jadinya. Tak segan-segan raja melepaskan pukulanya saat laporan itu belum terlalu jelas. Melaporkan masalah di saat raja sedang meluap-luap amarahnya akan membuatnya celaka saja.
Itulah para Jenderal tak berani-berani membuka pembahasan tentang pelaku pembunuhan Jenderal Bomel.
"Siapa pelakunya?" Desak Raja Cinken pada semua Jenderal sambil menatap tajam dengan irisan mata hitam seolah menerkam mangsanya.
"Siapa hah?"
"Jawab?"
Para Jenderal tetap diam tak berani berceloteh.
"Jawab cepat, hah kau jawab?" Tunjuk Raja Cinken pada salah satu Jenderal yang berdiri diujung sebelah kanan.
Dengan rasa penuh ragu, Jenderal pun menjawab sekenanya saja. Seadanya sesuai hasil pemeriksaanya.
"Seperti yang telah kami sampaikan sebelum-sebelumnya bahwa Jenderal Bomel telah tewas oleh penyusup raja. Bomel telah diracuni oleh orang-orang yang sudah berani menyusup ke dalam lingkungan Kerajaan ini."
Raja menanggapi hal itu walau sudah sangat jelas diketahuinya dari tabib yang memeriksanya masih saja raja secara berulang-ulang bertanya soal itu.
Namun lama ke lamaan berangsur-angsur turun pula atmosfer panas dalam jiwa raja Cinken.
"Kalian sudah tahu tugas kalian hah?" Desah Raja Cinken sambil mengatupkan rahangnya marah besar.
"Kalian harus bergerak sekarang mencari pelaku dan membunuhnya, jangan pulang ke Kerajaan kalau belum berhasil membunuh pelakunya. Tiap yang mencurigakan kalian harus membunuhnya, silahkan kalian sapu rata saja."
"Siap raja."
"Segera! Aku tidak mau lihat wajah kalian di sini lagi."
"Baik raja." Jawab seluruh Jenderal serempak lalu pergi.
Saat itu juga para jenderal berangkat membawa seribu pasukan kerajaan, menyisir seluruh pemukiman penduduk yang di anggap tempat persembunyian pelakunya.
Para penduduk yang tak mau memberi keterangan pada rombongan itu, mereka langsung mengibasnya, membunuhnya di tempatnya.
Perjalanan rombongan saat itu dikenal sadis sebab siapa pun yang dilihatnya bergerak mencurigakan maka pasukan Bukit Tinggi akan menodongnya dengan ujung tombak hingga mati. Seharian para jenderal berjalan dari pemukiman ke pemukiman hingga ratusan para pemuda Kampung di bunuhnya saja begitu tanpa mengenal belas kasih.
Memang pasukan Bukit Tinggi adalah pasukan yang dikenal dengan kasadisanya dalam membunuh tanpa pandang bulu, perempuan, Laki-laki atau anak-anak sekali pun tetap mereka bunuh.
"Bagaimana Jenderal? Sepertinya kita sudah berada diperbatasan Kerajaan Miyako. Kalau kita terus melanjutkan perjalanan maka kita bertemu dengan pasukan Kerajaan Miyako."
Beberapa jenderal terhenti di atas kudanya, memandang keperbatasan wilayah kekuasaan.
"Iya sepertinya hanya sampai di sini tak boleh melanjutkan perjalanan ini sebab bila berlanjut akan bahaya bagi kita semua. Pasukan Miyako tak akan membiarkan kita jalan begitu saja."Lirih salah satu jenderal sambil menatap jauh ke depan.
"Jadi bagaimana?" Kita harus kembali ke Kerajaan dan menceritakan pada raja bahwa kita sudah membunuh pelakunya."
"Kalau raja minta bukti bagaimana?" Ujar salah satunya menimpali.
"Tidak akan, raja hanya menyuruh kita membasmi orang-orang yang mencurigakan dan semua orang itu telah berhasil kita bunuh."
"Betul juga, baik jika begitu."
Kemudian mereka berbalik arah, kembali ke Kerajaan.
Belum jauh rombongan itu berbalik arah sebuah serangan dari penduduk setempat menyerang secara membabi buta dari balik semak-semak.
"Serang.... Serang.... Serang.... Serang," teriak para penduduk yang merasa terganggu dengan kebrutalan para pasukan Bukit Tinggi yang membunuh orang-orang yang tak bersalah.
Namun penyerangan para penduduk tak terhitung seberapa besar, akan tetapi karena rasa kesal yang dialami oleh para para penduduk akibat ulah mereka membunuh orang yang tak bersalah di mata para penduduk, membuat penduduk murka. Penduduk yang tak seberapa besar kekuatanya hanya di sapu bersih oleh pasukan Bukit Tinggi bagai menyapu kotoran dengan sapu lidi saja oleh pasukan Kerajaan.
"Jangan sisakan?" Teriak lantang salah satu jenderal pasukan Bukit Tinggi.
"Berani, berani, beraninya mereka menyerang kita. Jangan ada yang sisakan di antara mereka, bunuh semuanya." Perintah Jenderalnya.
Penduduk biasa yang menyerang pasukan Kerajaan Bukit Tinggi tak disisakan pula oleh para pasukan Kerajaan. Mereka membunuhnya dengan sadis.
"Ayo kembali? Tinggalkan mayatnya di sini?" Ujar salah satu jenderal dengan mata hitam, raut muka menyeramkan mengomandoi ketika mengetahui penyerang itu telah habis di bunuh oleh pasukannya.
Ketika semuanya tuntas, para jenderal itu kemudian bergerak meninggalkan tempat tersebut.
Dua puluh menit berjalan, saat di tengah jalan dua belas orang datang dari planet Jupiter membawa sebuah surat dari kerajaannya.
Dua belas orang itu sengaja tak membawa langsung ke raja Bukit Tinggi agar mereka tahu mengenai alam liar di Bumi. Mereka hendak menjajaki permukaan Bumi sebelum kembali ke Planet Jupiter.
Dua belas orang itu menggunakan pesawat tempur mirip baling-baling, tiba tepat di hadapan seribu pasukan Kerajaan Bukit Tinggi yang sedang melangkah pulang ke Kerajaan.
Seluruh Jenderal awal-awalnya terkejut dan menyuruh seluruh pasukanya siap bertempur menyambut kedatangan dua belas orang itu keluar dari dalam pesawatnya.
Akan tetapi, usai mengetahui secara pasti bahwa dua belas orang itu datang baik-baik, barulah mereka menurunkan tombaknya yang sudah siap menghujani.
Maju mendekati Sang Jendral Kerajaan Bukit Tinggi, salah satu di antara dua belas orang itu perlahan-lahan menyerahkan sepotong surat dari Kerajaan planet Jupiter. Sesudah menyerahkan surat itu ke telapak tangan Jenderal Bukit Tinggi lalu mereka pamit dan kembali ke planetnya.
Surat itu tak dibukanya oleh para jenderal, mereka hanya memegangnya saja lantas menyerahkanya pada rajanya ketika sampai.
Raja menerima surat itu lalu membukanya dan membacanya lirih.
"Kepada raja Bukit Tinggi salah satu Kerajaan yang berdiri di atas permukaan bumi. Saya dengan segala hormat memerintahkan anak buahku untuk menyampaikan surat ini kepada raja Bukit Tinggi. Tujuan dari surat ini yang paling inti adalah ingin mengajak sekutu dari seluruh Kerajaan di dunia ini untuk melakukan pertemuan besar-besaran dalam pembahasan kerjasama pasukan kerajaan."
Salam dari raja Salman pemilik kekuasaan Planet Jupiter.
"Huh," Desah Raja Cinken usai membaca isi surat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
zain
semangat up lagi
2021-12-31
0