Pagi ini Mentari mulai naik menuju puncak langit, cahayanya begitu terang menyinari bumi. Namun sarang tidak secerah hati seorang wanita yang terperangkap masuk kedalam jebakan ibu tirinya sendiri. Lala berdiri di balkon kamarnya, lebih tepatnya kamarnya bersama Dimitri. Lala yang tidur di lantai, dan Dimitri tidur di ranjang. Sejenak Lala ingat saat ia akan menikah, saat itu Sarika datang menghampiri dirinya yang tengah duduk sendiri di kamar.
"Lala," Sarika langsung duduk di samping Lala.
Lala yang awalnya tidak menyadari Sarika perlahan tersadar, ia tersenyum, "Iya Bu," Lala langsung bersandar di pundak ibu sambungnya itu seperti biasanya.
"Kamu pasti sedang bersedih?" tebak Sarika, tangan Sarika mengelus rambut Lala seperti biasanya, ia benar-benar terlihat seperti seseorang Ibu yang menyayangi anak-anaknya.
"Ayah kapan sadar ya Bu?" tanya Lala yang kini menatap Sarika.
"Sabar," Sarika kembali memeluk Lala dengan hangat, "Kamu harus sabar, nanti Ayah pasti sembuh," tambah Sarika lagi, "Kalau Ayah sudah melakukan operasi, dia pasti berkumpul bersama kita lagi."
Lala terdiam dan mendengarkan kata operasi yang di katakan oleh Sarika, "Bu, apa kalau Lala menikah sama Tuan Dimitri dia benar mau membiayai Ayah?" tanya Lala.
"Iya, karena tuan Dimitri itu sedang mencari istri, kalau kamu menikah dengan nya Ibu yakin dia pasti akan membuat mu bahagia," kata Sarika meyakinkan Lala.
Lala kembali terdiam ia mengingat wajah sang Ayah yang sudah berhari-hari tidak sadarkan diri, bahkan keadaannya semakin memburuk. Lalu Lala juga mengingat Dimas. Hati Lala semakin terasa sakit karena Dimas tidak pernah sedikitpun tertarik pada nya, padahal ia sudah sangat berusaha dengan terang-terangan mendekati Dimas.
"Ya udah Bu, Lala setuju nikah sama tuan Dimitri," Lala mengangguk dan mengusap air mata yang menetes dari pelupuk mata nya.
Angan-angan tinggal angan-angan, kata bahagia yang dikatakan oleh Sarika hanya sebuah bayangan tanpa menjadi kenyataan. Yang ada Lala malah menemukan kenyataan pahit, sebab Sarika ternyata tidak sebaik yang selama ini ia pikirkan. Di tambah lagi Dimitri yang begitu kejam hingga meninggalkan banyak tanda merah bekas tangan pada dirinya, namun ada satu lagi yang membuat Lala semakin terpuruk. Sampai saat ini juga Ayahnya belum melakukan tindakan operasi seperti yang dulu di janjikan.
"Sedang apa kau di sana?" tanya Dimitri dengan suara dinginnya.
Lala tersadar dan mengusap air matanya, ia menatap Dimitri yang tengah memakaikan dasi pada lehernya.
"Kenapa masih diam, buatkan aku kopi!" titah Dimitri.
"Iya," Lala cepat-cepat menuju dapur dan menyeduhkan secangkir kopi untuk Dimitri. Dan meletakkannya di atas meja makan, sebab Dimitri sudah duduk di sana.
"Selamat pagi sayang," sapa Sarika yang baru saja sampai bersama dengan Zira.
"Kak, Lala," Zira langsung memeluk Lala. Masih seperti biasanya kakak beradik itu memang selalu begitu saling menyayangi.
"Kamu apa kabar?" tanya Lala tersenyum.
"Baik Kak," kata Zira lagi.
"Ehem,," Dimitri berdehem dan Lala menghentikan pembicaraan nya dengan Zira, karena ia harus melayani Dimitri untuk sarapan.
"Zira duduk!" kata Sarika.
"Iya Bu," Zira duduk dengan manis ia sungguh tidak tau apa-apa, yang ia tahu hanya Lala kini sudah menikah dan mereka berkunjung ke rumah Lala.
"Apa lagi!" bentak Dimitri.
"I....iya Mas," Lala gemetaran, dan ia mengambil nasi untuk Dimitri. Kemudian Lauk.
"Aku tidak mau yang itu!" kata Dimitri.
Lala meletakan kembali dan mengambil yang lainnya.
"Aku tidak suka yang itu," kata Dimitri lagi.
"Mas mau lauk yang mana?" tanya Lala memberanikan diri.
"Kau berani menantang ku?" Dimitri berdiri dan menatap Lala dengan tajam.
"Enggak Mas," Lala ketakutan dan ia tertunduk, sambil berdoa semoga pagi ini ia tidak mendapatkan hukuman.
"Tuan, apa yang anda lakukan!" geram Zira, ia sungguh tidak habis pikir melihat Kakaknya di perlakukan begitu kasar.
"Zira!" Sarika menatap Zira tajam, "Tidak usah ikut campur urusan orang lain!" kata Sarika.
"Ibu apa-apaan sih?" Zira menggeleng dan tidak habis pikir dengan sang Ibu yang terlihat biasa saja, "Kak Lala lagi di bentak-bentak Bu," kata Zira lagi.
"Zira!" suara Sarika sedikit meninggi.
"Tuan Dimitri yang terhormat, tolong hargai Kakak saya!" geram Zira tanpa perduli dengan kemarahan Sarika.
"Dia itu Ayah mu!" kata Sarika yang membuat Zira dan Lala terkejut.
"Ayah?" tanya Lala bingung.
"Ibu sudah tidak waras!" timpal Zira.
"Zira, dia adalah Ayah mu....dan bukan Atmaja yang selama ini kau panggil Ayah!" jelas Sarika.
"Zira enggak sudi!"
"Jaga bicaramu, Ayah mu memang bukan Atmaja!" kata Sarika lagi.
"Berarti ibu sudah berhianat pada Ayah?" tanya Zira lagi.
"Ibu tidak berhianat, dari awal memang Ibu memiliki hubungan dengan Ayah mu Dimitri, sampai akhirnya Ibu harus berpura-pura jatuh hati pada Atmaja dan menikah dengan nya, sampai saat nya kini telah tiba dan semua sampai pada puncaknya...." jelas Sarika tersenyum, "Dan sekarang kau harus tahu kalau dia adalah Ayah mu," kata Sarika menunjuk Dimitri.
"O, jadi Ibu menjebak Kak Lala?" Zira benar-benar kecewa pada sang Ibu, "Zira enggak sudi jadi anak bajingan ini, Zira juga enggak sudi punya Ibu penghianat!" Zira langsung pergi begitu saja, ia tidak tahu akan hal yang mengejutkan ini. Apa lagi Sarika mengatakan ia anak Dimitri, lalu hubungan seperti apa yang sudah di lakukan oleh Sarika selama ini.
Setelah kepergian Zira, Lala hanya terdiam dan menitihkan air mata. Ia pun tidak menyangka dan merasa jijik pada Sarika karena sudah berhiyanat, bahkan sampai melahirkan anak. Bukan hanya jijik pada Sarika, tapi juga pada Dimitri, ia rasanya tidak sudi bila Dimitri menyentuhnya walaupun hanya seujung kuku.
"Kenapa diam?!" tanya Dimitri, "Hapus air mata mu itu."
Lala cepat-cepat menghapus air matanya, dan ia kembali melihat Dimitri. Lala memang masih berdiri di samping Dimitri yang duduk di kursi meja makan.
"Dasar tidak berguna," Dimitri mengambil cangkir kopi, dan meneguk nya.
Cuih.
Dimitri meludah ke lantai, "Tidak ada yang benar!" ujar Dimitri.
Lala tersentak kaget, ia benar-benar ketakutan entah apa lagi yang akan terjadi selanjutnya.
"Mulai sekarang kau harus belajar memasak, mengepel, termasuk menyeduhkan kopi!" kata Dimitri.
"Iya," Lala mengangguk.
"Iya apanya!" tidak ada nada lembut, yang ada hanya nada kasar saat Dimitri berbicara padanya.
"Sayang sudahlah," Sarika bangun dari duduknya, dan ia berdiri di hadapan Dimitri yang juga tengah berdiri, "Tidak usah marah-marah terus, kapan kita bersenang-senang? Sudah lama sekali bukan?" tanya Sarika yang mulai melingkarkan tangannya di tengkuk Dimitri.
Dimitri menatap Lala, kemudian ia beralih menatap Sarika. Dengan cepat Dimitri melingkarkan tangannya di pinggang Sarika, dan keduanya bercumbu mesra.
Lala tertunduk lalu pergi, ia menuju taman di samping rumah besar itu dan menangis sejadi-jadinya, "Hiks.....hiks...hiks..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Feeza_MCI
nanti juga Dimitri bakalan nyesal dah siksa Lala
2022-08-15
1
Feeza_MCI
nanti juga Dimitri bakalan nyesal
2022-08-15
1
Feeza_MCI
nanti Dimitri bakalan nyesal
2022-08-15
1