Setelah satu bulan lamanya kini Lala mencoba bangun dari keterpurukannya, ia kini menjadi lebih baik dan sudah mulai kuat dengan segala kejamnya dunia. Lala bahkan pagi ini ingin pergi ke kampus.
"Hey,," Dimitri tidak bisa tanpaknya jika satu hati saja tidak menyusahkan Lala, masih seperti biasanya Lala yang harus mengingat tali sepatu Dimitri.
Lala tidak membantah, ia berjongkok dan mulai mengikat tali sepatu Dimitri dengan baik.
"Lama sekali," Dimitri mengangkat sepatu nya tiba-tiba hingga mengenai wajah Lala.
"Sssssttt...." ringis Lala karena merasa sakit.
"Kenapa?" tanya Dimitri.
"Enggak papa Mas," kata Lala berusaha menahan sakit.
"Pasangkan dasi ku!" titah Dimitri lagi.
Lala bangun dan mengambil dasi dari tangan Dimitri, karena Dimitri yang terlalu tinggi Lala menarik kursi meja rias dan ia naik keatas kursi itu. Sedetik kemudian Lala mulai memasangkan dasi di leher Dimitri, tidak terlalu sulit untuk memasang dasi karena Lala sejak dulu memang pandai dalam memasang dasinya sendiri.
"Lama sekali," kata Dimitri padahal Lala sudah selesai memasangkan dasinya, dan dengan sengaja Dimitri menendang kursi hingga Lala hampir terjatuh. Namun karena refleksi Lala malah menarik kerah kemeja Dimitri.
"Aaaaa...." teriak Lala. Lala merasa tubuhnya melayang dan ternyata entah apa yang terjadi karena tangan Dimitri menahan pinggangnya. Lala membuka mata dan ternyata ia tidak terjatuh, nafas Lala mulai terengah-engah karena ketakutan.
Dimitri hanya menatap Lala dalam jarak yang cukup dekat, entah mengapa ia seperti memandang kagum akan kecantikan Lala yang selama ini tidak pernah ia sadari.
"Maaf Mas," Lala menjauh, karena takut nanti Dimitri malah murka.
Dimitri diam dan ia segera mengambil jasnya yang di letakkan Lala berapa saat lalu di atas ranjang, dan melangkah keluar.
"Mas," Lala memberanikan diri untuk meminta ijin pada Dimitri yang kini berdiri di depan pintu yang terbuka lebar.
"Em?" jawab Dimitri.
"Aku hari ini mau ke kampus," kata Lala dengan sedikit takut.
"Terserah kau saja," kata Dimitri lalu ia pergi begitu saja.
Lala mengusap dadanya, ia menganggap itu adalah jawaban Dimitri yang sudah mengijinkannya. Lagi pula Lala ingin menjenguk sang Ayah yang masih belum sadarkan diri, padahal sudah satu bulan lebih. Entah kapan janji Dimitri untuk membiayai operasi Ayahnya akan di lakukan.
Lala mulai bersiap-siap untuk pergi ke kampus, tidak ada ponsel, tidak ada uang di tangannya. Lala pergi dengan bejalan kaki, tidak tahu sebanyak apa kakinya melangkah. Dan sejauh apa sudah ia berjalan yang jelas ia sampai tepat waktu.
Sementara di tempat yang berbeda seorang pria tengah berusaha berbicara dengan sang adik, tapi sang adik terus menolak untuk berbicara dengan nya.
"Rika, dengarkan Kakak dulu," Dimas berusaha memegang tangan Rika, karena Rika tidak pernah mau berbicara dengan nya lagi.
"Apa lagi?" Rika kesal dan menghentakkan kakinya, "Lu mau nannyak apa?" Rika berdiri di depan Dimas dan menatap Dimas dengan tajam.
"Dimana Lala?" tanya Dimas.
"Ahahahahah....." Rika tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan sang Kakak.
"Apa kau sudah gila?" tanya Dimas lagi.
"Ahahaha....." Rika terus tertawa mengejek Dimas, "Ngapain Kakak nanya Lala, tumben amat?" Rika tidak menjawab ia malah balik bertanya.
Dimas menarik nafas, karena apa yang di katakan oleh Rika memang benar. Tapi entah mengapa beberapa hari ini ia selalu terbayang senyuman Lala, dan segala kekonyolan Lala saat sedang menggoda dirinya. Hingga Dimas memberanikan diri untuk bertanya pada Rika, apa lagi sudah satu bulan Lala tidak datang ke kampus. Dimas kini memang sudah menjadi dosen, karena menggantikan dosen lama yang sudah tidak mengajar lagi. Awalnya Dimas menolak, tapi lama-lama ia mulai menyukai profesi barunya itu. Dan kini tidak ada lagi Lala yang selalu tersenyum padanya saat ia sedang menjelaskan materi nya.
"Ngapain nanyak istri orang woy!" kata Rika lagi yang akhir membuat Dimas terkejut.
"Istri orang?" tanya Dimas bingung.
"Lala udah nikah satu bulan lalu, dia udah bahagia, udah ada yang bahagiain," jelas Rika lagi, "Gue mau ke kampus dulu ya Kak," Rika pergi dari hadapan Dimas dan ia segera menuju garasi untuk mengambil mobil kesayangan nya.
Dimas masih berdiri di tempat nya, ia benar-benar tidak tahu akan pernikahan Lala. Tapi Dimas tidak percaya begitu saja, ia yakin Rika tengah bergurau dan hanya menjawab asal.
Dimas juga segera menuju garasi, ia mengambil motor kesayangan nya dan segera berangkat menuju kampus. Dengan harapan ia bisa bertemu Lala, karena Dimas berharap jika Lala kembali ke kampus lagi.
Dimas masuk ke ruangan, semua mahasiswa langsung diam saat ia mulai melangkah masuk. Dimas mulai mengedarkan pandangannya berharap ada Lala di antara mahasiswa lainnya, namun tidak ada. Yang ada hanya adiknya Rika. Biasa nya tidak terlalu sulit mencari Lala, karena dimana ada Rika pasti ada Lala. Sementara Mentari kini masih fokus mengurus baby twins di rumah.
"Lala," teriak Rika, tanpa sadar ia langsung saja berteriak karena ia memang sudah sangat merindukan sahabatnya itu.
Dimas langsung melihat pintu, dan benar saja ada seorang wanita yang ia tunggu di sana.
"Maaf Pak, saya telat," kata Lala menunduk.
"Masuk," kata Dimas tersenyum.
"Terimakasih Pak," Lala mengangguk dan mulai melangkahkan kakinya, ia langsung berjalan ke arah Rika dan duduk di samping sahabatnya.
"Lala gue kangen banget," Rika langsung memeluk Lala.
"Aduh...." Lala meringis karena tangannya tanpa sengaja terbentur.
"Kamu kenapa?" tanya Rika yang menyadari Lala.
"Enggak papa kok," Lala tersenyum dan ia tidak ingin Rika tahu tentang apa yang sudah ia alami, "Aku kangen aja sama kamu," Lala kembali memeluk Rika.
"Sama," kata Rika lagi yang memeluk Lala.
Tidak ada lagi keceriaan di wajah Lala, bahkan Dimas sangat menyadari itu. Jika biasanya Lala terlambat seperti tadi ia tidak akan meminta ijin masuk.
Flashback on.
"Sial gue telat," gumam Lala, dan ia langsung saja masuk. Tanpa perduli pada Dimas yang tengah menatapnya tajam.
"Apa kau tidak punya sopan santun?" tanya Dimas dengan raut wajah kesal.
"Calon imam, maaf ya....I love you," kata Lala dengan konyolnya. Hingga para mahasiswa bersorak.
"Waaaaaa....." teriak yang lainnya histeris.
"Diam!" kata Dimas dan semua diam tanpa bicara.
Flashback off.
Lala hanya diam duduk di kursinya, bahkan wajahnya juga tertunduk. Tidak seperti biasanya yang selalu cengar-cengir padanya, bahkan tidak segan-segan menuliskan love di udara. Lalu meniupkan pada dirinya. Dimas merindukan saat seperti itu, saat-saat Lala dengan beraninya memeluk lengannya. Dan mengatakan love padanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Siti Aisyah
sedih banget nasib lala...bahagia kan napa thor..🥺🥺
2022-07-15
0
Dwi setya Iriana
makanya jgan suka ngucap.yg gak enak lala pernah dgar lho dimas,dan sekarang apa yg di rasakan dimas di cuekin lala.
2022-03-29
0
Aisya Nur Asyfa Suparjo
Dimas emang enak jual mahal Sich di ambil orang kan lalanya
2022-03-09
0