The Last One Standing
Semua orang pasti menginginkan hidup dengan damai. Begitu juga aku.
Sebagian mungkin masih bingung dengan tujuan hidupnya, tapi mungkin, sebagian lagi sudah tahu dengan jalan hidupnya.
Di sini aku masih bingung tentang perbedaan arti kata, tujuan hidup dengan jalan hidup kita.
Menurutku keduanya itu sama, lebih baik anggap saja itu sama, kumohon tolong jangan protes tentang itu karena hanya pendapatku saja.
Sebagian besar orang pernah berkata bahwa hidup akan lebih berwarna jika kita memiliki tujuan hidup, aku benarkan?
Jadi mulai sekarang aku telah menentukan tujuan hidupku. Aku menginginkan hidup yang penuh damai setiap harinya, alangkah menyenangkannya jika itu sampai terjadi.
Sayangnya, kenyataan selalu berbanding terbalik, aku tahu jika hal itu tidak akan pernah mungkin terjadi.
Seperti sekarang ini, dalam perjalananku menuju ke sekolah aku bertemu dengan mereka.
Orang-orang ini adalah berandalan yang paling ditakuti satu kelas, ingat, hanya satu kelas saja.
Mana mungkin aku tahu di luar sekolah mereka para preman beneran ditakuti atau tidak, tetapi intinya mereka adalah orang-orang yang selalu menggangguku. Itu saja.
"Heeeeeeiiiii!!!!!!"
Salah satu dari mereka memukul kepalaku. Orang ini, dia berteriak dengan riang gembira setelah berbuat sesukanya.
"Aw! Argh..."
"Ahahahahahaha!"
Dia lalu tertawa sangat keras bersama dengan teman-temannya yang lain.
"Apa, huh?"
Orang itu melotot bukannya minta maaf.
'Sial.'
Bukan ini yang kuinginkan. Bukan ini kehidupan sekolah yang damai dan menyenangkan.
Aku menginginkan permintaan maaf darinya namun dari yang kulihat sepertinya dia tidak akan melakukannya.
Setelah membenarkan posisi tubuhku dan berbalik aku melihat wajah mereka berempat satu persatu. Mereka berempat adalah teman-teman dari kelasku.
Seperti yang kubilang sebelumnya, mereka adalah para berandalan top dari kelasku. Keempatnya terus tertawa dengan bahagia.
Apa yang mereka dapat dari orang sepertiku sebenarnya? Kesenangan? Benarkah begitu?
Aku pernah mendengar dari orang-orang, jika orang-orang seperti mereka akan mudah diakui dengan mengganggu orang yang lebih lemah darinya. Apa itu benar?
Kalau begitu tidak bisa begini. Aku harus sesekali membela diri atau statusku akan lebih jatuh.
"Anu..."
"Apa?!"
Tapi belum sempat aku melakukan sesuatu, salah satu dari mereka meraih hoodie kesayanganku.
"Kau mulai berani sekarang, ya?"
"Em...."
"Apa? Katakan yang jelas!"
"....Tidak. Anu..."
Padahal aku tidak melakukan apapun.
"...Maaf. Aku yang salah."
Kalimat bodoh itu keluar begitu saja tanpa kusadari. Empat orang yang ada di hadapanku ini adalah Chandra, Rio, Angga, dan Sandi.
"Nah, begitu, kalimat seperti itulah yang ingin kudengar darimu."
"Sadari posisimu atau kau akan dalam masalah lagi lain kali."
"Tch! Dasar sampah..."
"Kami pergi. Lain kali, tidak ada kesempatan yang kedua, kau paham?"
Mereka berempat pergi setelah menggangguku.
Dua tahun yang lalu. Aku bertemu dengan mereka sewaktu pulang sekolah.
Pada waktu itu kami masih siswa kelas satu. Keempat orang ini sedang asiknya merokok di depan gerbang sekolah.
Waktu itu aku tidak terlalu mengingatnya, tapi yang jelas semua ini adalah suatu kebetulan. Di sampingku berdiri seorang guru.
Aku berdiri kira-kira sekitar sepuluh senti saja dengannya, kami pun berjalan berbarengan keluar dari gerbang.
Aku sungguh tidak mengira jika kami berpapasan dengan keempat orang itu di perjalanan. Keringat mengucur deras membasahi punggungku.
'Ah! Oh, tidak.' Begitulah pikirku saat itu.
Aku menutup mulutku dengan rapat. Dari belakang, aku melihat seluruh duduk perkaranya.
Aku berdiri di tkp saat itu, si pak guru sedang berceramah dan mengomel sampai memberikan hukuman kepada mereka.
Kemudian pada akhirnya, mereka berempat salah mengira jika akulah sang pelaku yang dengan sengaja membawakan pak guru.
Lagipula tempat mereka nongkrong itu adalah gerbang sekolah. Semua orang pergi dan masuk melaluinya. Berpikirlah bodoh!
Selama berbulan-bulan aku menjadi kacung yang patuh untuk mereka. Aku terus menerus dibuli dan dimintai ini-itu.
Tiba-tiba disiram menggunakan air dingin saat ke toilet, didorong jatuh kadang ke lantai, ke semak-semak, sampai menabrak tembok.
Dilempari mereka menggunakan barang-barang bekas, seperti penghapus dan pulpen sampai pakaianku dibuat kotor.
Yang parahnya diriku pernah dihias seperti seorang badut di depan kelas. Mereka yang membuat diriku diasingkan satu sekolahan.
Yup. Aku sungguh menyedihkan.
Bagaimana nasibku bisa terus seperti itu setiap harinya?
Tes.
Apa? Aku menangis?
Tes. Tes.
Sial. Memalukan sekali...
Kenapa ada banyak sekali air yang keluar dari mataku. Kenapa juga dadaku menjadi sakit.
Tanpa sadar aku mulai menangis.
"Hik... hik..."
Aku hanya ingin semua ini cepat berakhir.
Suatu saat nanti, aku akan membalas mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
pembacasetia
tragis
2022-01-10
1
LORD?!
ntaps
2022-01-06
0
Arockz
semngat
2022-01-05
0