NovelToon NovelToon

The Last One Standing

Prologue.

Semua orang pasti menginginkan hidup dengan damai. Begitu juga aku.

Sebagian mungkin masih bingung dengan tujuan hidupnya, tapi mungkin, sebagian lagi sudah tahu dengan jalan hidupnya.

Di sini aku masih bingung tentang perbedaan arti kata, tujuan hidup dengan jalan hidup kita.

Menurutku keduanya itu sama, lebih baik anggap saja itu sama, kumohon tolong jangan protes tentang itu karena hanya pendapatku saja.

Sebagian besar orang pernah berkata bahwa hidup akan lebih berwarna jika kita memiliki tujuan hidup, aku benarkan?

Jadi mulai sekarang aku telah menentukan tujuan hidupku. Aku menginginkan hidup yang penuh damai setiap harinya, alangkah menyenangkannya jika itu sampai terjadi.

Sayangnya, kenyataan selalu berbanding terbalik, aku tahu jika hal itu tidak akan pernah mungkin terjadi.

Seperti sekarang ini, dalam perjalananku menuju ke sekolah aku bertemu dengan mereka.

Orang-orang ini adalah berandalan yang paling ditakuti satu kelas, ingat, hanya satu kelas saja.

Mana mungkin aku tahu di luar sekolah mereka para preman beneran ditakuti atau tidak, tetapi intinya mereka adalah orang-orang yang selalu menggangguku. Itu saja.

"Heeeeeeiiiii!!!!!!"

Salah satu dari mereka memukul kepalaku. Orang ini, dia berteriak dengan riang gembira setelah berbuat sesukanya.

"Aw! Argh..."

"Ahahahahahaha!"

Dia lalu tertawa sangat keras bersama dengan teman-temannya yang lain.

"Apa, huh?"

Orang itu melotot bukannya minta maaf.

'Sial.'

Bukan ini yang kuinginkan. Bukan ini kehidupan sekolah yang damai dan menyenangkan.

Aku menginginkan permintaan maaf darinya namun dari yang kulihat sepertinya dia tidak akan melakukannya.

Setelah membenarkan posisi tubuhku dan berbalik aku melihat wajah mereka berempat satu persatu. Mereka berempat adalah teman-teman dari kelasku.

Seperti yang kubilang sebelumnya, mereka adalah para berandalan top dari kelasku. Keempatnya terus tertawa dengan bahagia.

Apa yang mereka dapat dari orang sepertiku sebenarnya? Kesenangan? Benarkah begitu?

Aku pernah mendengar dari orang-orang, jika orang-orang seperti mereka akan mudah diakui dengan mengganggu orang yang lebih lemah darinya. Apa itu benar?

Kalau begitu tidak bisa begini. Aku harus sesekali membela diri atau statusku akan lebih jatuh.

"Anu..."

"Apa?!"

Tapi belum sempat aku melakukan sesuatu, salah satu dari mereka meraih hoodie kesayanganku.

"Kau mulai berani sekarang, ya?"

"Em...."

"Apa? Katakan yang jelas!"

"....Tidak. Anu..."

Padahal aku tidak melakukan apapun.

"...Maaf. Aku yang salah."

Kalimat bodoh itu keluar begitu saja tanpa kusadari. Empat orang yang ada di hadapanku ini adalah Chandra, Rio, Angga, dan Sandi.

"Nah, begitu, kalimat seperti itulah yang ingin kudengar darimu."

"Sadari posisimu atau kau akan dalam masalah lagi lain kali."

"Tch! Dasar sampah..."

"Kami pergi. Lain kali, tidak ada kesempatan yang kedua, kau paham?"

Mereka berempat pergi setelah menggangguku.

Dua tahun yang lalu. Aku bertemu dengan mereka sewaktu pulang sekolah.

Pada waktu itu kami masih siswa kelas satu. Keempat orang ini sedang asiknya merokok di depan gerbang sekolah.

Waktu itu aku tidak terlalu mengingatnya, tapi yang jelas semua ini adalah suatu kebetulan. Di sampingku berdiri seorang guru.

Aku berdiri kira-kira sekitar sepuluh senti saja dengannya, kami pun berjalan berbarengan keluar dari gerbang.

Aku sungguh tidak mengira jika kami berpapasan dengan keempat orang itu di perjalanan. Keringat mengucur deras membasahi punggungku.

'Ah! Oh, tidak.' Begitulah pikirku saat itu.

Aku menutup mulutku dengan rapat. Dari belakang, aku melihat seluruh duduk perkaranya.

Aku berdiri di tkp saat itu, si pak guru sedang berceramah dan mengomel sampai memberikan hukuman kepada mereka.

Kemudian pada akhirnya, mereka berempat salah mengira jika akulah sang pelaku yang dengan sengaja membawakan pak guru.

Lagipula tempat mereka nongkrong itu adalah gerbang sekolah. Semua orang pergi dan masuk melaluinya. Berpikirlah bodoh!

Selama berbulan-bulan aku menjadi kacung yang patuh untuk mereka. Aku terus menerus dibuli dan dimintai ini-itu.

Tiba-tiba disiram menggunakan air dingin saat ke toilet, didorong jatuh kadang ke lantai, ke semak-semak, sampai menabrak tembok.

Dilempari mereka menggunakan barang-barang bekas, seperti penghapus dan pulpen sampai pakaianku dibuat kotor.

Yang parahnya diriku pernah dihias seperti seorang badut di depan kelas. Mereka yang membuat diriku diasingkan satu sekolahan.

Yup. Aku sungguh menyedihkan.

Bagaimana nasibku bisa terus seperti itu setiap harinya?

Tes.

Apa? Aku menangis?

Tes. Tes.

Sial. Memalukan sekali...

Kenapa ada banyak sekali air yang keluar dari mataku. Kenapa juga dadaku menjadi sakit.

Tanpa sadar aku mulai menangis.

"Hik... hik..."

Aku hanya ingin semua ini cepat berakhir.

Suatu saat nanti, aku akan membalas mereka.

Part 1.

Kalian tahu duduk di bangku barisan belakang sangat menyenangkan. Jauh dari pandangan guru, jauh dari papan tulis, dan kau tidak akan ketahuan jika tertidur di kelas.

Tapi tiada gading yang tak retak. Ada satu kekurangannya, aku jadi bersebelahan dengan Chandra and the gengs.

Sialan. Jika begini sama sekali tidak ada enaknya!

Beralih ke topik yang lain. Ini tentang pandangan para ladies kepadaku.

Meskipun aku adalah seorang yang loser dan dihindari satu kelas, namun pesonaku masih tetap ada, menonjol di khalayak kaum hawa. Yeah!

Tunggu, sudah berapa kali para cewek melirikku hari ini? Kurasa sudah ada empat yang melakukannya siang ini. Yeah!

Mereka suka sekali mencuri pandang dan tersenyum malu saat ketahuan melakukannya. Namun meski begitu aku masih tidak memiliki pacar.

Aku tidak tahu apa masalahnya. Apakah ini karena statusku di kelas yang sebagai seorang pecundang?

Kudengar para ciwi sering meributkan hal sederhana seperti ini. Mereka itu terlalu pemilih dan pemalu.

Hal yang tidak dimiliki oleh Chandra dan gengnya yaitu, sudah jelas, 'ketampanan'. Tapi meski dengan kekurangannya ini mereka masih memiliki pacar, bahkan ada yang dua.

Meski aku tidak tampan-tampan amat, tapi jika dibandingkan dengan mereka berempat. Akulah pemenangnya. Yeah!

Seketika di kepalaku terlintas sebuah rencana dahsyat. Kali ini adalah percobaanku yang ketiga untuk membalas mereka. Mwehehehe!

"Kau barusan tertawa?"

"Tidak." Aku menjawabnya dengan cepat.

"Jangan-jangan kau sedang menertawakanku, ya?!"

"Tidak kok." Sekali lagi aku menjawabnya sangat cepat.

"Kau mau dihajar?"

"....." Aku diam saja.

Buk!

Tunggu saja kau, brengsk. Aku berakhir dengan membawa legam besar di mataku.

"Hei, besok adalah harinya kan?"

"Kau benar. Gamelabs secara resmi akan mengeluarkan game terbarunya dan yang lebih nyata!"

"Wah, asik! Aku sudah tidak sabar lagi!"

Anak-anak terlihat senang membicarakannya. Semua orang pasti suka memainkan permainan tidak terkecuali diriku. Meski tidak terlalu jago namun aku juga adalah seorang gamers, tidak sedikit permainan yang kumainkan.

"Kapsul untuk memainkan gamenya juga lumayan murah!"

"Ya. Orang tuaku bahkan sudah membelikan dua buah. Satu untukku dan satu lagi untuk adikku."

Gamelabs akan merilis sebuah game terbarunya. Perangkat serta gamenya dijual bersama-sama. Mengingat game-game buatan mereka sebelumnya yang selalu viral. Sudah pantas jika semua orang dari berbagai dunia tidak sabar menunggu.

'Sebuah game dari Gamelabs, ya?....Pasti akan luar biasa.'

Namun aku tidak memiliki waktu sekarang, mungkin aku akan memainkannya kapan-kapan.

Aku harus melanjutkan rencanaku. Rencana ini memang terlalu banyak resikonya, akan tetapi jika ingin membuat Chandra menderita untuk waktu yang lama, berhari-hari dan bahkan berbulan-bulan, hanya ini satu-satunya jalan.

Aku akan mendekati pacarnya kemudian melakukan ntr di sini (Nikung Tanpa Rem). Rasakanlah sebuah patah hati yang terbesar.

Bukan hanya Chandra saja, aku juga akan mendekati pacar milik Angga, Rio, dan Sandi. Mamtap! Mereka pasti akan menangis jika tahu telah dikhianati. Mwehehehe!

Lagipula Chandra and the gengs hanyalah bocah sma sama sepertiku. Sekali dia merasakan patah hatinya... Maka, pasti sudah tidak tertolong lagi.

Mereka mungkin akan duduk sendirian di pojok kamarnya berhari-hari, memainkan musik sedih sembari mengusap ingusnya yang berceceran menggunakan tisu. Mamtap! Mwehehehe!

Pasti akan sangat menyenangkan. Aku sudah tidak sabar lagi melihat masa depan seperti itu.

Namun keesokan harinya, semuanya tidak berjalan sesuai harapanku.

Part 2.

Bukan berarti aku ditolak di sini. Melainkan aku yang ketahuan oleh salah satu orang dari sekolahku.

Orang ini mengatakan bahwa aku adalah orang yang memulainya. Dia juga menambahkan jika aku sampai berani untuk menggrepe - ***** tubuh polos Maya.

Maya adalah pacar Chandra. Kami berbeda kelas dengannya, dia adalah adik kelas kami selisih dua tahun.

Sekarang aku dipanggil oleh Chandra and the gengs ke toilet.

Dan....

Aku tidak mau pergi.

Aku mendapatkan firasat buruk kali ini. Ini akan menjadi hari yang berbeda dengan hari-hari yang sebelumnya.

Jika aku pergi, maka aku yakin, aku tidak akan pernah kembali lagi. Itulah yang kubayangkan.

Aku berpikir Chandra bahkan bisa membuat tubuhku tidak bisa lagi berdiri. Dia akan memberikan banyak sekali pelajaran kepadaku.

Lebih baik duduk diam di sini dan menunggu sampai seorang guru tiba. Seseorang pasti telah memanggilnya, begitulah pikirku.

Namun...

"JADI RUPANYA... SI SAMPAH ADA DI SINI...???"

Dari balik pintu kelas, Chandra menyeringai dan tersenyum lebar ke arahku.

Oh. Tidak.

Seseorang... Tolong aku... Siapa saja...

Aku melihat ke kiri dan kanan, tidak ada orang yang berniat membantuku. Mereka malah menyingkir dan memberikan jalan pada boss geng di sisi seberang.

Mereka juga melihatku dengan tatapan nanar seolah berkata bahwa sebentar lagi kita akan berpisah.

"Akhirnya aku dapat bertemu denganmu, sampah. Setelah menunggu sekian lama di depan toilet. Akhirnya...."

Chandra sampai di depan mejaku.

"...Si b*jingan, Teo."

**

Sepertinya Chandra telah menunggu lama di toilet. Karena sudah tidak sabar lagi, orang itu akhirnya menemui ku sendiri kemari.

Seperti biasa tatapan orang-orang sungguh menjengkelkan.

Mereka hanya melihat saja dari tempatnya tanpa melakukan apa pun. Apakah kalian semua serius? Apakah kalian merasa terhibur dengan melihat semua ini atau sesuatu seperti itu?

"...A-Ada yang bisa ku bant-- Uh!"

Kerah ku tiba-tiba ditarik ke atas olehnya.

Ketiga gengsnya juga sudah tiba.

Mereka semua kemudian menatapku dengan penuh intimidasi.

Sial.

Semua ini sangat menakutkan.

Aku tidak bisa melakukan apa pun. Apakah aku harus pasrah dipukuli seperti pecundang lagi? Tidak bisakah aku melakukan sesuatu di saat seperti ini?

Dan, kenapa juga kalian masih menonton?!

Aku melihat segerombolan siswa yang semakin berkerumun dan membuat keributan di belakang.

Mereka hanya berbisik dan saling tukar pandang.

Kalian...

Aku menggigit bibirku sendiri dan menelan ludah.

Sekali lagi yang bisa kulakukan hanya meminta maaf.

Tapi sebelum aku melakukannya. Seolah Chandra sudah mengetahuinya, tangannya berpindah dan menusuk leherku dengan cepat.

"Uhuk! Ueeeek... Uhuk! Uhuk!"

Aku memuntahkan angin di sini.

Beberapa saat kemudian, Chandra mengangkat tubuhku bersamaan dengan cengkraman tangannya yang semakin menguat.

"Uhhh...! K-K-Kumohon... Lepaskan... Aku... Aku... Tidak akan... mengulanginya..."

Aku tidak akan mendekati Maya lagi!!! Bahkan aku akan menjadi budak untukmu selamanya! Jadi kumohon... Lepaskan tanganmu ini dari leherku...

Hampir saja bola mataku menjadi putih seluruhnya.

Seseorang kemudian muncul dan menolongku. Dia menjerit, mengarahkan seorang guru untuk secepatnya ke sini.

Sebentar saja dia terlambat, maka aku akan mati di tangan Chandra... Sial.

Apakah itu tenaga dari seorang bocah SMA?

Semua itu berlangsung sangat menegangkan. Aku di bawa ke UKS, lalu Chandra beserta gengnya mendapatkan hukuman dari para guru, hanya berupa diskors.

Rasanya aku ingin menangis seharian.

Tidak ada yang bisa kulakukan.

Pada akhirnya aku hanya bisa menunggu bantuan dari seseorang datang.

Aku pulang.

Sampai di rumah, aku ingin secepatnya merebahkan diri di kamar. Tapi sebelum itu, aku harus menyiapkan makan malam untuk ayah dan aku.

Baru saja pintu masuk terbuka, aku melihat sebuah pesan, secarik kertas yang berisi 'Maafkan Ayah' di sana.

"A-Ayah...?"

Akhirnya setelah sekian lama. Ayah pergi meninggalkanku sendirian entah kemana.

Sekarang hanya tersisa aku saja di rumah ini.

Sendirian.

Tanpa keluarga, teman, maupun sanak saudara.

"Bruk!"

Aku jatuh dan terduduk lemas di lantai. Namun, belum sempat aku menjerit.

Seseorang tiba-tiba muncul dan membunyikan bel pintu.

"Ting. Tong."

"Ayah!" Kupikir orang itu adalah ayahku.

Dia mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk kembali bersamaku. Tapi pada saat kubuka pintu itu dengan tergesa.

Muncul sesosok wajah perempuan. Dia cantik, dengan rambut panjang yang berkibar, perempuan itu tersenyum tipis ke arahku.

"...Maya?" Aku mengernyitkan keningku melihatnya.

Setelah beberapa detik, memikirkan jika apakah semua ini nyata. Maya tiba-tiba berbicara kepadaku.

"Maukah kau bermain berdua denganku?"

"Huh? A-Apa?"

Kesan pertamaku pada Maya adalah... 'aneh'. Dan benar saja, perempuan ini malah sampai menghampiri aku ke rumah.

Yah. Aku sudah tidak peduli lagi sekarang ini.

Mau itu aku akan mati atau tetap hidup di tangan Chandra jika dia melihat ini, aku tidak peduli.

"Mmm, baiklah. Silahkan masuk."

Jika setengah badanmu sudah masuk ke dalam air, maka sekalian saja kau menyelam di dalamnya. Aku tidak takut lagi.

Maya juga adalah seseorang yang memanggil guru untuk menolongku.

Jadi, tidak sopan jika mengusirnya.

Setelah dicekik oleh Chandra, kabar tentang perkelahian kakak kelas tersebar sampai ke anak tahun pertama.

Lalu setelah Maya menemukan jika perkelahian itu adalah suatu pembulian.

Dia segera pergi melapor ke ruang guru.

"Tapi... Apakah tidak masalah jika aku masuk ke kamar kakak?"

"Tidak masalah."

Huh? Apa itu tadi?

Kamar?

Tunggu dulu...

Aku menjawabnya dengan cepat, sehingga tidak memikirkannya sama sekali. Kami berdua kemudian tiba di dalam kamarku beberapa detik saja setelah mempersilahkannya masuk.

"Woah. Jadi ini adalah kamar kakak?"

Aku tidak menjawabnya dan memilih untuk duduk di pojokan.

Sebenarnya tidak ada yang spesial dari ini. Kenapa dia begitu takjub.

Maya yang melihat reaksiku kemudian memberikan tatapan sedihnya.

"Kau tahu, kupikir kamar seorang pria puber akan sangat berantakan, tetapi lihat lah yang ini. Kamar ini sangat berbeda dengan kamar seorang pria kebanyakan."

Aku tahu dengan apa yang dia pikirkan, pasti perempuan ini berpikir untuk mencoba menghiburku dan kemudian meminta maaf.

Apa pun itu aku akan tetap diam.

Maya pun berbicara tentang banyak hal, mengomentari meja belajarku, dan bahkan gaya berpakaian ku. Dia juga curhat tentang masalah yang dideritanya akhir-akhir ini.

Sampai pada akhirnya.

"Haa."

Setelah menghela napas cukup lama, Maya kemudian melihatku.

Kami berdua terdiam cukup lama di sini.

"Um... Maukah kakak bermain game bersamaku?"

"Game?"

"Yup."

Maya mengangguk dengan tersenyum kecil.

Perempuan ini, meski sangat kecil, tetapi dia sangat bersemangat. Aku mengerti sekarang bagaimana caranya supaya bisa mempesona banyak pria di sekolahku.

Jadi dia jauh-jauh kemari hanya untuk mengajakku bermain game, ya...?

"Maaf. Tapi aku harus menolaknya."

"Eh? Kenapa?"

"Aku tidak bisa bermain game."

"Tapi, ini adalah game terbaru dari Gamelabs.co, loh?"

"...Dari Gamelabs?"

Maya menyodorkan sebuah perangkat kepadaku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!