Di runtuhan pesawat.
Widuri, Laras, Niken, Marianne, Sunil dan Alan yang mendapat tugas mencari makanan di sekitar, telah bekerja keras. Sunil bahkan masuk ke bagasi pesawat. Tumpukan salju karena hujan tadi malam cukup tinggi untuk dapat dijadikan tangga. Tinggal menambah dan memadatkan salju agar bisa diinjak dan dipakai sebagai tangga.
Sunil mengeluarkan semua koper dan kotak yang tersisa. Ruang bagasi itu juga penuh dengan tumpukan salju yang menutupi barang-barang disitu.
Marianne akhirnya menemukan bagasi miliknya. Menurutnya itu akan sangat berguna nanti. Mereka juga kembali memeriksa kabin tengah yang terguling itu dan mengumpulkan cukup banyak barang dari situ dan membawa semuanya ke tempat perlindungan untuk memilah isinya.
Setelah memeriksa dan memilahnya, mereka menemukan cukup banyak pakaian dan kain yang menurut Marianne bisa mereka manfaatkan. Marianne membuka koper dan tas miliknya dan menunjukkan banyak benang, jarum serta gunting.
Niken juga menemukan beberapa snack. Mereka memisahkan yang mereka butuhkan dalam 1 koper dan tas.
Marianne segera mengambil beberapa tshirt yang disiapkannya. Dia ingin membuat sarung tangan untuk semua orang. Widuri, Laras dan Niken memperhatikannya menggunting baju-baju itu. Marianne mengajari mereka cara menjahit sederhana untuk membuat sarung tangan.
Alan dan Sunil menyiapkan api dan memasak air hangat.
Tak lama para wanita tim pencari kayu bakar kembali. Mereka menumpuk kayu dan ikut menghangatkan diri. Mereka bekerja sambil mengobrol. Tempat perlindungan itu menjadi ramai.
Tiba-tiba Alex berlari masuk..
"Sunil... Apa kau di dalam? Kami menemukan seseorang berwajah India di sana. Apa kau ingin melihat?"
Suaranya terengah-engah. Uap udara tampak jelas keluar dari mulutnya. Lena menghampiri dengan segelas air hangat di tangan dan menyodorkannya pada Alex.
Sunil terkejut.
"Ya, tunjukkan jalannya,"
'Mungkin itu istriku?' pikirnya tak sabar. Tapi dia membiarkan Alex minum lebih dulu. Lalu mereka berdua pergi.
Tempat itu kemudian hening. Semua menunduk, diam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Bu Marianne, kenapa anda tidak menyebut Australia sebagai tempat kita terdampar? Bukankah di sana juga ada musim dingin? Dan tempat itu lebih dekat ketimbang Amerika Utara atau Eropa."
Suara Nastiti memecah keheningan.
"Karena musim dingin di Australia ada di pertengahan tahun. Sebelum ke Indonesia, saya baru dari Melbourne. Di sana sedang musim semi," jawab Marianne sambil terus menjahit sarung tangan.
Nastiti mengangguk mengerti. Tapi Lena memandangnya sinis. Dia masih jengkel karena diharuskan bekerja mencari kayu bakar, apa lagi di udara dingin seperti ini. Lena sedang ingin melampiaskan kekesalannya.
"Kelihatan sekali yaa belum pernah ke Australia," kata Lena pedas dan merendahkan.
Beberapa orang memandang Lena dengan kening berkerut karena tak suka. Tapi mereka tak berkomentar apapun.
Nastiti juga tidak peduli. Dia mengabaikan Lena sama sekali dan bahkan mulai ikut membantu membuat sarung tangan.
Lena yang diabaikan merasa malu, wajahnya merah menahan marah. Dengan menggerutu dia masuk ke dalam kabin. Tak ada seorangpun yang sepemikiran dengannya di situ. Dia harus bicara dengan Alex dan mencari rekan untuk menentang Dean.
Beberapa waktu kemudian Toni, Alex, Michael dan Gilang kembali sambil menyeret batang-batang pohon yang mereka tebang lalu dibiarkan tergeletak di luar. Mereka masuk untuk menghangatkan tubuh yang sudah kedinginan dan mengisi perut dengan air hangat.
Sunil menyusul di belakang sambil menunduk. Dia memilih duduk di luar.
"Apakah jenazah yang kalian temukan adalah istri Sunil?" tanya Niken saat memberi segelas air hangat pada Gilang. Gilang mengangguk, lalu duduk dan minum.
"Dimana kalian menemukannya?" tanya Dewi penasaran.
Kali ini pertanyaan ditujukan pada Michael yang duduk di sebelahnya.
Michael menghela nafas sambil menunduk memandang cangkir dalam genggamannya.
"Kami menemukannya tersangkut di atas pohon yang akan ditebang. Toni bilang, wanita itu berwajah India. Lalu dia menyuruh Alex mencari Sunil untuk memastikannya."
"Lalu?" desak Angelina.
"Saat Sunil tiba, dia menangis dan memanggil-manggil namanya. Lalu kami diskusikan bagaimana pendapatnya. Apakan diturunkan atau dibiarkan di situ saja. Kami jelaskan juga resiko jika diturunkan dengan cara menebang pohon. Kemungkinan terburuk, jenazah istrinya yang sudah membeku itu akan terhempas dan hancur berkeping-keping. Setelah berpikir, dia akhirnya setuju untuk diturunkan. Selanjutnya, tebak saja sendiri." Michael mengakhiri cerita.
"Tapi kalian sudah menguburkannya kan?" tanya Silvia memastikan. Michael mengangguk.
Laras mengambil kayu penuh bara dan beberapa kayu kering. Dia membuatkan api unggun di dekat Sunil. Niken menyodorkan secangkir air hangat ke tangan Sunil untuk menghangatkan tangannya.
Kedua wanita itu kembali masuk dan membiarkan Sunil. Pria itu butuh waktu untuk dirinya sendiri sekarang.
Saat masuk ke tempat perlindungan, Laras tidak menemukan Toni, Alex dan Lena. Dimana mereka? Pikirnya. Baru saja Laras ingin bertanya pada yang lain, ketiga orang yang dicarinya keluar dari kabin. Mereka menghangatkan diri dekat api. Toni berdehem kecil.
"Menurut pendapat kalian, apa kita benar-benar perlu pergi dan mencari pertolongan keluar hutan? Kita bahkan tidak tau harus berjalan ke arah mana. Kita juga tidak tau berapa luas hutan ini."
Toni memulai pembicaraan. Tapi belum ada yang merespon.
"Karena di sini sedang musim dingin, maka di manapun di negara ini, semuanya juga sedang musim dingin. Jikapun kita tau jalan yang harus dilewati, tapi berjalan di hutan dengan salju setebal ini bukanlah hal mudah. Kita semua sudah mencobanya bukan?" tambahnya.
"Apa mungkin berjalan sehari lalu menemukan desa? Atau perlu beberapa hari sebelum kita sampai di kaki gunung? Lalu bagaimana kita berlindung jika harus berjalan berhari-hari? Ditambah kita tidak punya stok makanan."
"Dengan terus berjalan, kita tak punya waktu untuk mencari bahan makanan dan membuat tempat perlindungan. Apa kita harus selalu membuat tempat perlindungan baru setiap sore tiba?" Toni membeberkan beberapa kemungkinan.
"Betul.... Lagi pula, ada banyak serigala di hutan ini. Kalian tidak lupa dengan para serigala yang mendatangi tempat ini kan?" tambah Lena melengkapi uraian Toni.
Yang lain tidak dapat menyangkal semua yang dipaparkan Toni dan Lena. Mereka juga tidak tau harus bagaimana. Kebanyakan mereka tidak biasa hidup di alam liar dengan cuaca ekstrim begini. Jadi mereka akan mengikuti siapapun yang paling mungkin dapat menjaga keselamatan semua orang.
"Tapi, tetap disini juga tidak ada makanan toh?" tukas Silvia. Yang lain ikut mengangguk mengiyakan.
"Tapi jika berjalan, kita bukan hanya tidak punya makanan, kita juga lelah dan tidak punya tempat berlindung." Tangkis Lena tak mau kalah.
Widuri dan Larasati saling melirik. Mereka memperhatikan diskusi seru itu sambil menjahit sarung tangan. Akhirnya mereka berhenti berdebat karena tidak mendapatkan titik temu.
Mereka sudah lelah, dingin dan lapar. Namun tampaknya para wanita tidak juga bersiap untuk membuat makanan.
"Itu, kayu-kayu yang ditebang belum dibersihkan. Dinding perlindungan ini tidak bisa membangun dirinya sendiri kan?"
Sindir Widuri pada tim yang bertugas memperkuat tempat perlindungan.
Huh! Mau berlagak memimpin dengan menghasut orang. Tapi menyiapkan tempat perlindungan saja tidak mau," dengus Widuri dalam hati.
Michael, Gilang dan Alex terkesima. Mereka cepat berdiri dan mengambil gergaji. Jangan sampai diomelin para wanita, bisa panjang urusan. Apalagi Dean sudah menegaskan, yang tidak bekerja, tak dapat makan. Tapi Toni tak bergeming.
"Yang tidak menyelesaikan tugasnya, tidak dapat makan," tambah Marianne dingin.
Toni bangkit dengan marah dan membantu ketiga pria lain yang sudah lebih dulu keluar.
'Jangan sampai tidak dapat makan, aku sudah sangat lapar' gerutunya dalam hati.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
🍁mahes❣️💋🄻🄴🄱🄰🅁🄰🄽👻ᴸᴷ
emak2 senior mau dilawan 😅😅
2024-02-03
0
Le min hoo
Hahaha .. di msna2 wabnita yg berkuasa. typical sekali
2022-11-21
4
Le min hoo
berarti hancur ya mayatnya.. kasihan
2022-11-21
3