Pagi ini Dean terbangun karena dinginnya suhu membuatnya menggigil. Dilihatnya perapian yang tinggal bara. Sambil menambahkan kayu, dibangunkannya Gilang, Alan dan Indra yang berada di ruangan yang sama.
"Udara lebih dingin dari biasanya," celetuk Alan sambil memeluk kedua tangannya di dada. Lalu dia mendekat ke perapian. "Apa ini belum pagi? Kenapa aku tak melihat sinar matahari dari balik pintu?"
"Sudah jam 6, tapi langit sepertinya masih mendung, mungkin itu yang bikin cahaya matahari tidak terlihat." Dean melihat jamnya.
"Indra, coba cek ruangan anggota timmu."
Indra lalu pergi ke ruangan lain lewat jendela penghubung. Dean juga mengecek ruangan para wanita. Api masih menyala kecil. Dean menambahkan kayu bakar disitu. Saat Dean berjalan kembali ke ruangannya, Widuri terbangun.
"Apa sudah pagi?" Widuri menguap sambil memeluk kedua tangannya.
"Jam 6. Aku menambahkan kayu bakar agar ruangan lebih hangat. Sepertinya suhu lebih rendah pagi ini akibat hujan tadi malam." Jawab Dean berlalu dari sana.
Widuri beranjak dari tempat tidurnya dan duduk dekat api. Di situ ada Nastiti yang tertidur. Dia terakhir jaga kemarin malam. Widuri membiarkan saja gadis itu tertidur, dia butuh istirahat. Widuri menoleh ke pintu, tapi tak ada sinar matahari yang biasanya menerobos masuk melalui sela-sela daun pinus. Dia beranjak dan mengangkat kayu-kayu untuk membuka pintu. Lalu tiba-tiba longsoran salju menerpanya.. "Aahhh.."
Jeritan Widuri mengangetkan Dean dan Alan di ruangan sebelah. Dean berlari masuk dan melihat sebagian tubuh Widuri tertimbun salju. Dean membantunya berdiri. Nastiti dan Dewi terbangun dengan terkejut melihat pintu hampir tertutup tumpukan salju.
"Kenapa banyak salju di sini?" tanya Nastiti bingung. Sementara Dewi masih bengong dan linglung seakan nyawanya belum tersambung ke badan.
"Aku mau membuka pintu untuk mengambil salju dan memasak air. Tiba-tiba terdorong jatuh karena tumpukan salju." Widuri mengibaskan pakaiannya yang penuh butiran salju. "Kenapa bisa begini Dean?" Tanyanya pada Dean yang masih berdiri di sebelahnya mengamati pintu.
"Sepertinya hujan tadi malam sangat lebat dan berlangsung lama. Jalan masuk ke shelter jadi tertimbun salju baru yang belum kokoh. Saat pintu tertutup, salju tertahan di luar. Tapi ketika pintunya dibuka, timbunan salju itu langsung turun dan masuk ke ruangan." Jelas Dean.
"Aaahhh.." teriakan dari ruangan lain terdengar. Semua memalingkan kepala. Alan yang masih berdiri di jendela penghubung lalu berbalik.
"Biar ku lihat," katanya.
"Ada apa? Kali ini Dewi sudah menyadari sekitarnya. "Longsoran salju," jawab Nastiti. Dewi terbelalak, matanya terlihat takut. Dean melihat itu.
"Tak apa.. kita aman," Kata Dean menenangkan. Kita hanya perlu menyingkirkan salju ini keluar. Bereskanlah. Buka lagi jalan masuknya. Kokohkan dinding memadatkan salju-salju ini."
"Dean, pintu ruangan sebelah juga tertimbun salju." Alan melapor. Sunil dan Gilang sudah bangun karena keributan. Hanya ruangan tengah itu yang belum mengalami longsoran karena pintu belum dibuka, jadi keduanya memandangi pintu itu dengan penuh perhatian. Belum sempat Gilang mengutarakan pikirannya, terdengar suara.
"Pintu itu jangan dibuka dulu. Tunggu setelah selesai dibersihkan dari luar." Dean mengingatkan. Mereka mengangguk.
"Ayo kita bersihkan dulu ini," ajak Widuri mengikuti Dean yang sudah mulai bekerja. Dean menggunakan nampan untuk meraih lebih banyak salju masuk ruangan. Menyebarkannya di lantai lalu menginjak-injak untuk memadatkan. Widuri dan Alan ikut membantu. Dewi dan Nastiti memindahkan alas duduk dan tas-tas ke atas dipan salju.
Dengan dibantu anggota timnya, pekerjaan itu cepat selesai. Jalan masuk shelter sudah bisa dilalui. Dean keluar menuju shelter yang di tengah. Bagian atas pintu masih terlihat, itu akan memudahkan mereka membersihkan jalan ke pintu masuk. Indra dan anggota timnya juga sudah keluar.
"Gilang, ajak Leon memeriksa ikan-ikan." Kata Dean. Indra mengangguk lalu menoleh pada Leon agar dia mengikuti Gilang memeriksa ikan-ikan.
"Jangan lupa bawa tombak," Indra mengingatkan. Kedua orang itu mengangguk dan kembali ke ruangan untuk mengambil tombak.
"Hati-hati melangkah, salju sangat tebal tapi tidak kokoh," Marianne mengingatkan.
"Ya. Akan ku perhatikan." Balas Gilang sambil berjalan pergi bersama Leon.
Dean menghampiri Indra. "Aku akan memeriksa keadaan tim 3. Salju sangat tebal. Kuatirnya mereka tidak bisa menemukan tempat ini jika tanda-tanda yang ku buat tertimbun salju." Indra mengangguk.
"Aku akan bantu membersihkan pintu masuk ini dan mengumpulkan kayu sambil menunggumu kembali. Dean menangguk.
Dean kembali ke ruangan dan melihat Widuri, Nastiti dan Dewi sedang masak air serta memanggang sisa ikan. Dean menuang air hangat di teko ke dalam cangkir untuk mengisi perutnya yang kosong. "Aku akan memeriksa keadaan tim 3." kata Dean mengambil nampan metal dan tombak di dekat pintu masuk. Korek api juga terselip di saku celananya. 'Rencana perjalanan hari ini mungkin tertunda. Tapi yang penting adalah memastikan keselamatan semua orang' batin Dean sambil melangkah keluar.
Sepanjang perjalanan salju tebal mengubur semua jejak dan tanda yang Dean tinggalkan. Tapi Dean tak lupa arahnya, karena dia sudah berkali-kali melewati tempat itu. Tapi begitupun, Dean tetap memasang beberapa tanda baru sebagai penunjuk jalan buat teman-teman yang lainnya agar tidak tersesat.
Sampai di tempat yang menurutnya adalah lokasi shelter pertama. Tapi Dean tak melihat apapun selain warna putih salju yang menyelimuti semua permukaan. 'Tebal sekali timbunan ini. Apakah shelter itu tertimbun seluruhnya?' pikir Dean khawatir. Dia bergerak dengan susah payah, karena tinggi salju sudah hampir mencapai pahanya. Sesekali Dean mengeruk tumpukan salju dan memadatkannya di bawah kakinya agar menjadi pijakan yang kuat.
Dean memperhatikan pepohonan di sekitarnya. Mencari 3 pohon yang tumbuh berdampingan membentuk segitiga. Itu bukan hal yang mudah, beberapa pohon terlihat tumbang. Setelah beberapa waktu memeriksa sekitar dan tidak dapat memastikan pohon yang dicarinya, akhirnya Dean berteriak: "Robert.. Robert.. Dimana kalian.!" Dean harus berjalan hati-hati, karena tak mau jika dia justru menginjak atap shelter dan terjatuh ke dalam yang bisa membuat salju runtuh dan menimbun semua orang.
"Robert..! Laras..! Dokter Chandra..! Apa kalian mendengarku?" Teriak Dean lagi. "Robert. Laras. Michael. Dimana kalian." Dean memanggil berkali-kali. Berjalan di sekitar tempat yang diyakininya sebagai tempat shelter pertama dibuatnya. Tapi Dean tak menemukan 3 pohon yang tumbuh berdampingan itu.
"Aduh..!" Dean jatuh tersandung sesuatu di dalam tumpukan salju. Dia mencoba duduk dan mengamati sekitarnya. Lalu mengorek salju mencari apa yang membuatnya tersandung tadi. Itu batang kayu. Dean membersihkan salju mengikuti arah batang kayu itu. Dia tercengang. Itu ikatan. Dean terus membersihkan salju mengikuti kayu lain yang diikat dengan kayu pertama. 'Benar, ini bagian atap shelter' pikirnya dan terus membersihkan salju yang menumpuk menutupi atap shelter.
"Robert.. Laras.. Michael.. Niken.. Apa kalian mendengarku?" Panggil Dean sembari menguak daun-daun pinus yang menutupi atap. Dean mendengar suara batuk-batuk dari dalam. "Dean?" suara berat seseorang menyebut namanya lemah.
"Robert,, ya ini aku. Syukurlah kau menjawab. Bagaimana keadaan disana?" Dean tak bisa menyembunyikan suaranya yang jelas terdengar khawatir.
"Tidak begitu baik di dalam sini. Cepatlah." jawab Robert. Dean terus membersihkan salju di dinding shelter untuk membuka jalan masuk. Dean mengeruk salju dengan nampan, membuangnya ke samping. Akhirnya pintu shelter tidak terhalang salju lagi. Dean mengangkat kayu-kayu penutup seluruhnya dan melangkah masuk ke dalam. Semua orang terlihat tidur, kecuali Robert yang terlihat lemah dan mengantuk namun terus melawan rasa kantuknya.
"Apakah mereka pingsan atau tidur?" Dean mencari kayu bakar di ruangan itu dan membuat perapian. Ruangan itu sangat dingin dan tanpa api.
"Mereka kedinginan hingga tak bisa melawan kantuk." Robert susah payah mendekat ke api untuk menghangatkan diri. "Jika kau datang lebih lambat, maka kami akan tidur di sini selamanya." Suara gemeretak gigi bergetar kedinginan yang terdengar, membuat Dean terpaku, 'Ini salahku membuat shelter seperti ini' batin Dean.
Sambil mengatupkan rahang dengan keras karena emosi dan perasaan bersalahnya, Dean segera mengambil panci dan keluar ruangan tanpa berkata apa-apa. Dia mengambil salju untuk memasak air hangat. Dean memeriksa rekan tim lainnya. Tubuh mereka dingin dan nafasnya sangat pelan. Mereka terlihat masih hidup, hanya tertidur seperti sedang berhibernasi karena cuaca yang dingin. Dean menambahkan kayu bakar agar api lebih besar dan mampu menghangatkan semua orang. Hanya itu caranya membangunkan mereka. Sesekali Dean mengusapkan telapak tangannya pada tangan mereka secara bergantian, untuk merangsang saraf dan indra teman-temannya, sambil memanggil-manggil nama mereka.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
Kenzi
what a story ...
achievement please .... 🙏
2022-01-23
5
Paw Paw Ndut~
Waahh jadi maraton nih bacanya
2021-12-25
5