Hari masih pagi dan cuaca terasa lebih dingin. Dean terbangun karena rasa menggigil yang dirasakannya. Ternyata Alan yang harusnya berjaga sedang tertidur, hingga perapian yang tersisa hanya tinggal bara.
'Pantas saja sangat dingin' batin Dean.
Dean segera beranjak dan menambahkan kayu. Ruangan kembali hangat saat api membesar. Dean menuju shelter sebelah dari lubang penghubung. Semua tertidur dan kayu api tinggal sedikit. Dean kembali menambahkan kayu juga disitu, agar ruangan jadi lebih hangat.
Dean membuka pintu shelter dan keluar. Memandang langit biru dengan awan putih berarak. Sangat cantik.
Dean mengambil panci dan mengisinya dengan salju untuk memasak air hangat. Menunggu air matang, Dean membangunkan Sunil agar bisa menemaninya berangkat pagi ini. Tak lama Gilang juga bangun.
Setelah mengisi perut dengan air hangat, Dean dan Sunil pergi memeriksa jebakan ikan. Tempat itu berada di bagian bawah shelter. Jadi tidak butuh waktu lama untuk ke sana, mereka segera sampai.
Ada cukup banyak ikan ditemukan tergeletak di atas permukaan es. Mata Sunil terlihat sangat cerah, itu terlihat cukup untuk 2 kali makan menurutnya.
"Sunil, bisakah kau membersihkan ikan-ikan itu?" tanya Dean.
"Tentu. Aku bisa. Itu tidak akan terlalu sulit. Serahkan saja padaku."
Sunil berdiri dan berjalan naik lalu mematahkan ranting pinus di dekatnya. Dia bisa menggunakan ujung runcing ranting itu untuk membuka perut ikan.
Dean memecahkan lapisan tipis es pada lubang yang dibuatnya kemarin. Sekarang ukurannya kembali seperti sebelumnya.
"Buang perut ikan itu ke dalam sini untuk mengundang ikan lainnya datang. Cuci bersih lalu kembalilah ke shelter. Aku mau memeriksa sekitar sini lebih dulu."
Dean melangkah pergi.
Sunil mengangguk, "Oke," sambil melanjutkan pekerjaannya membersihkan ikan.
Ikan-ikan yang sudah bersih, disangkutkan ke ranting pinus dengan memasukkan ranting pada celah perut hingga kepala. Semua ikan sudah bersih dan Sunil siap untuk kembali. Dia melihat sekitar, Dean sudah tidak kelihatan.
*
*
Dean berjalan sambil tetap melihat sekitar. Dia menjaga agar pijakannya tetap berada di daratan dengan patokan pohon-pohon di sekitarnya. Dia tidak ingin membahayakan timnya jika berjalan melewati permukaan air yang membeku.
Pengalaman dokter Chandra yang terperosok tidak boleh terjadi lagi. Tidak ada yang bisa mengetahui dimana permukaan salju yang tipis mungkin berada. Jadi Dean tidak akan mengambil resiko.
Sudah cukup lama berjalan melingkar, Dean masih belum menemukan jalan menurun.
'Apakah ini danau?' Dean bertanya dalam hati.
Dari tempatnya berdiri saat ini, dia bisa melihat tepi seberang permukaan air itu. Banyak pohon tumbuh disana, berarti itu batasnya. Dean menoleh ke kiri dan kembali mengamati, tapi tidak dapat memastikannya.
Akhirnya dia memilih turun dan melangkah di permukaan es yg dipadatkannya lebih dulu agar lebih aman dari terperosok. Sekitar 50 meter dari tempatnya semula, Dean berhenti dan melihat sesuatu yang dicurigainya. Di depannya terlihat kosong. Matanya bisa melihat gunung salju lain di kejauhan. Dean berbalik dan melangkah hati-hati.
*
******
Di shelter, Widuri sudah bangun saat Sunil kembali dan menyerahkan ikan yang di dapatnya.
Widuri memanggang ikan-ikan dengan menusuknya pada ranting pohon lalu menusukkan ranting itu dekat api.
Harum ikan membangunkan Nastiti dan Dewi. Mereka duduk dekat Widuri dan menghangatkan diri.
"Widuri, sudah berapa hari sejak terakhir kali aku bab. Saat ini rasanya perut sudah tidak enak. Tapi dimana kita bisa bab?" Keluh Dewi memegangi perutnya.
"Ya, akupun sudah merasa tak nyaman." Sambung Nastiti menyetujui.
Widuri mengangguk mengerti.
"Coba saja gali salju. Buat cukup dalam, padatkan untuk pijakan. Jongkok saja disitu. Setelah selesai, timbun lagi lubangnya seperti semula."
"Ahh, bagaimana kamu bisa berpikir cepat begitu?" tanya Dewi.
"Sebenarnya bukan berpikir cepat, aku juga sedang memikirkan caranya tadi. Perutku juga sudah tidak nyaman. Hahaa."
Tawa Widuri diikuti kedua temannya.
"Nastiti, temani aku yuk. Aku mau bab." Ajak Dewi.
"Berjaga dan jauhkan para pria yang mendekat."
"Baiklah... nanti gantian jagain aku ya...." Balas Nastiti.
Dewi mengangguk dengan cepat. "Oke." Jempolnya diacungkan.
Mereka berdua keluar sambil membawa nampan yang digunakan untuk mengeruk salju menuju hutan.
"Hei, kalian jangan terlalu jauh. Nanti tersesat!" Teriak Widuri.
Sunil dan Gilang berjalan menghampiri Widuri. "Kemana mereka?" tanya Gilang. Dia membawa gergaji di tangannya.
"Mencari tempat bab." Jawab Widuri.
"Oh, baiklah. Kami akan mencari kayu bakar dulu sambil menunggu Dean kembali." Kata Gilang sambil mengajak Sunil lanjut berjalan menuju hutan. Mereka menjauh.
Widuri yang bosan hanya membalik ikan, akhirnya mengeluarkan jahitannya dan mulai menjahit kaus kaki. 'Tak boleh membuang waktu' pikirnya.
Alan bangun setelah tidur dengan puas. Dia duduk dekat Widuri.
"Kemana yang lainnya?" tanyanya sambil minum air hangat yang tersedia.
"Dean sedang melihat sekitar. Dewi dan Nastiti sedang bab. Sunil dan Gilang mencari kayu. Kau bisa menyusul mereka kalau mau." Jawab Widuri.
Alan mengangguk berdiri.
"Ke arah mana Gilang dan Sunil?"
"Tidak tau," geleng Widuri.
"Cari saja. Tapi jangan terlalu jauh."
Alan melangkah keluar. Dia melihat jejak-jejak pada salju. Ada yang ke bawah, ada yang ke kanan, ada yang ke kiri. Setelah berpikir sejenak, Alan memutuskan mengambil jalan kiri.
Tidak terlalu lama, dia bertemu Nastiti yang bersandar pada batang pinus.
"Mau kemana?" tanya Nastiti.
"Mencari Gilang dan Sunil." jawab Alan.
"Mereka tidak lewat sini." balas Nastiti lagi.
"Aku sedang menjaga Dewi yang bab."
"Ahh, berarti aku salah pilih jalan," kata Alan, lalu berbalik.
"Aku akan mencari mereka ke arah sebaliknya."
Lalu Alan berjalan kembali mengikuti jejak kakinya di salju, terus melewati persimpangan jejak kaki yang dilihatnya tadi.
Gilang sedang menyeret Batang pohon yang di tebangnya saat bertemu Alan.
"Mau kemana? tanyanya pada Alan.
"Mau menyusul kalian berdua. Dimana Sunil?" Alan bertanya balik.
"Dia belum selesai. Susul lah. Disana." tunjuk Gilang.
Alan kembali berjalan dan Gilang terus menarik pohon menuju shelter. Tidak jauh dari situ tampak Sunil sedang menggergaji sebatang pinus yang tidak terlalu besar.
Tak lama, krakk... krakk... bumm.... Pohon itu akhirnya tumbang.
"Wahh, kau sudah selesai."
Sapa Alan, melangkah menuju Sunil.
"Ya. Kau mau menebang satu pohon lagi atau membantuku menarik ini?" Tanya Sunil.
"Biar kutambah satu pohon lagi untuk tambahan persediaan tim di belakang."
Alan mengambil gergaji dan mencari batang pohon lain yang tidak terlalu besar.
"Apa tanganmu sudah sembuh?" tanya Sunil. "Aku akan menunggumu disini. Nanti kita pulang bersama," putusnya.
Alan mengangguk dan mulai menggergaji. Pohon itu tidak terlalu besar, tapi cukup tinggi. Batangnya meranggas tanpa daun. Pohon itu sudah mati. Itu lebih mudah dimakan api meskipun lembab. Bila disimpan dekat dengan perapian, kayu-kayu lembab itu akan lebih cepat kering dan siap jadi kayu bakar.
Mereka berdua pulang bersama sambil menyeret batang pohon yang ditebang masing-masing.
Gilang terlihat menyusul.
"Sudah selesai?" tanyanya.
"Ya. Rasanya sudah cukup. Nanti kita potong dekat shelter saja," jawab Alan.
Gilang mengambil gergaji dari tangan Alan.
"Aku duluan yaa.." katanya berlalu.
*
*
Sunil sedang memotong kayu saat Dean kembali.
"Dimana para wanita?" tanya Dean.
"Bab" jawab Alan.
"Hmmm."
Dean mengangguk lalu menghangatkan diri bersama Gilang yang sedang menuangkan air hangat untuknya.
"Jadi bagaimana perjalananmu tadi?" tanya Sunil sambil menyusun kayu-kayu yang dipotongnya di dalam shelter.
"Kita bicarakan saat semua berkumpul. Gilang, bisakah kau melihat tempat jebakan ikan bersama Sunil? Mudah-mudahan ada cukup persediaan untuk perjalanan kita." tanya Dean.
Gilang dan Sunil mengangguk dan berjalan keluar. Sementara Alan masih menyelesaikan pekerjaannya.
Tak lama Dewi kembali sendirian. Mata Dean seakan bertanya padanya.
"Mereka belum selesai." Dewi menjelaskan dan duduk dekat api.
"Cuci tangan dulu dengan air." Kata Dean. Dia menuangkan air panas ke cangkir.
Mata Dewi melotot. "Masa cuci tangan pakai air panas begitu? Melepuh dong tanganku," katanya.
"Sini."
Dean berjalan keluar membawa cangkir berisi air panas. Lalu mengambil segenggam salju dan memasukkannya dalam air panas. Salju segera mencair.
Dean menyentuhkan ujung jarinya pada air.
"Sudah hangat. Sini aku bantu tuangkan airnya." Dean memiringkan cangkir dan Dewi mencuci tangannya dengan air hangat. Itu membuatnya nyaman.
"Terimakasih Dean," Dewi tersenyum.
Dean mengangguk, senang bisa membagi ilmu baru pada teman di timnya.
'Itu akan berguna untuk diri mereka sendiri nanti' pikir Dean.
Saat Widuri dan Nastiti kembali, Dewi melakukan hal yang sama pada kedua rekannya.
Gilang sudah selesai dan membawa seikat ikan ditangannya. Wajahnya tersenyum puas. Sunil mengikuti dari belakang.
Alan juga sudah sejak tadi duduk dekat api. Kini mereka bisa mulai sarapan. Perut sudah sangat lapar.
******
Contoh jebakan ikan di sungai/danau beku.
Membuat lubang di permukaan air yang membeku. Lalu ikan bisa dipancing, ditombak atau diberi umpan lalu ditangkap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
ukhty fulanah
aseli sih, aku kalau nginep diluar gitu kek camping perut ku pasti ga enakan gitu rasanya pdhl mknnya enak enak aja tapi emang beda ada gitu makan dirmh sm diluar
2023-10-11
1
Kenzi
paling demen sama ilustrasinya ... wkwkwk ... 😁
2022-01-23
4
Mr. Scary
Lg nabung chapter thor. Ttp semangat update yaa
2021-12-08
5