Dean mengamati timnya yang sedang sarapan. Sunyi, tak ada yang bicara. Semua fokus memilih daging diantara tulang-tulang ikan. Daging ikan itu terasa manis karena dipanggang dalam keadaan segar. Meski tidak ditaburi garam, itu sudah enak dimakan. Akhirnya jatah masing-masing sudah dihabiskan. Tulang-tulang ikan dimasukkan dalam perapian untuk dibakar. Piring-piring dibersihkan dengan salju di luar.
Mereka duduk melingkari api untuk membahas perjalanan selanjutnya. Dean melihat jam tangannya, sudah jam 10 pagi. Dia berdehem kecil sebelum mulai bicara.
"Baiklah, ini sudah cukup siang. Jadi mari kita diskusikan. Tadi aku sudah mencoba melihat situasi di sini. Air yang ada di bawah itu terlihat seperti danau. Sekelilingnya ditumbuhi pohon dan diseberang terlihat lebih lebat hutannya." Dean berhenti sejenak. Rekan-rekannya mendengarkan dengan sabar.
"Tapi aku mencurigai sesuatu. Jadi mencoba berjalan ke tengah danau beku. Setelah agak jauh dari tepi, barulah terlihat jelas. Kecurigaanku sepertinya terbukti. Danau ini masih berada di ketinggian. Dari tengah danau aku bisa melepas pandangan hingga jauh karena tak ada pepohonan yang menutupi. Permukaannya, meskipun tetutup salju, mestinya itu datar. Jadi menurutku diujung danau itu ada tebing, yang berarti air danau mengalir menuju tebing menjadi air terjun."
"Waaahh.. Air terjun? Tinggikah tebingnya?"
Tanya mereka bersamaan.
"Aku belum sampai sana. Kalau dilihat dari samping yang tidak bisa melihat pucuk pohon yang lebih rendah, maka artinya bisa 2. Satu, tebingnya terlalu tinggi hingga kita tak bisa lihat bahkan pucuk pohon di bawahnya. Kedua, Dibawahnya mungkin sungai yang cukup lebar hingga kita tak mungkin melihat puncak pohon dari dekat. Tapi bisa melihat gunung salju di ujung sana." Dean menuntaskan uraiannya.
"Jadi bagaimana? Kita lanjut berjalan bersama tim? Atau mengirim ekspedisi lagi?" tanya Widuri. Semua berpikir keras.
"Jika kita berangkat bersama, maka jika itu berakhir di tebing curam dan tinggi yang tak bisa dituruni dengan aman, maka kita hanya bisa kembali. Saat kita kembali, tim 2 yang tidak mengerti apa yang terjadi, esoknya akan menyusul ke jalan buntu juga dan kembali lagi. artinya kita membuang banyak tenaga percuma." Perkataan Alan dibenarkan teman-temannya dengan anggukan.
"Berarti lebih baik kita tunggu tim 2 datang baru menyiapkan 2 tim ekspedisi." Kata Dean
"Kenapa 2 tim ekspedisi?" tanya Dewi.
"Karena kita juga belum mengeksplorasi daerah yang sebaliknya." Papar Dean.
"Sepertinya lebih baik seperti itu. Jadi tim lain juga bisa ikut memberi bantuan, tidak hanya mengikuti dari belakang. Lebih banyak pendapat, lebih baik." Widuri mengutarakan pikirannya.
"Yah, baiklah. Kita tunggu tim 2 datang."
"Aku setuju."
"Ya, aku pikir itu juga bagus."
Semua rekan timnya setuju untuk menunggu tim 2. Jadi Dean akhirnya mengangguk.
"Baik, kalau begitu. Yang lain istirahat saja dulu. Gilang, ikut aku membuat jebakan ikan lainnya agar makanan untuk tim memadai." ajak Dean pada Gilang.
"Ahh, tentu saja. Ayo." jawab Gilang bersemangat.
"Sunil dan Alan buat shelter baru lagi untuk tim 2." Dean berjalan keluar dan memandang sekitar, mencari tempat yang cocok. "Di sini saja. Buat seperti kemarin. Bisa kan?" tanya Dean.
"Bisa. Bisa. Serahkan saja pada kami." jawab Alan dan Sunil serempak. Mereka bergegas mengambil nampan untuk mengeruk salju, sementara Dean dan Gilang melangkah pergi.
***
Tim 2.
Mereka belum sarapan hingga matahari mulai naik, karena menunggu Indra, Toni dan Leon kembali dari mengecek jebakan kelinci. Liam dan Angelina mengumpulkan ranting-ranting kering di sekitar. sambil menunggu. Marianne dan Silvia sibuk menjahit kaus kaki untuk timnya.
Toni berjalan sambil membawa 2 ekor kelinci salju yang putih bersih dan gemuk. Itu bahkan belum dibersihkan meskipun terlihat sudah mati.
"Hanya ada pisau ini," kata Silvia menyodorkan pisau untuk oles mentega atau selai. Indra menerimanya lalu mulai membersihkan kelinci lebih jauh dari shelter. Leon mengikuti. Cukup lama mereka melakukannya. Tentu saja karena pisau itu tidak cukup tajam untuk bisa menggores daging kelinci. Bukan hal mudah melepaskan kulitnya dari tubuh kelinci. Apalagi membelah perut dan mengeluarkan isinya. Hanya ada tombak kayu runcing dan pisau oles mentega.
Lewat 1 jam mereka kembali dengan kelinci yang sudah bersih, tapi masih utuh. Pisau itu tak bisa digunakan memotongnya. Indra hanya menggores beberapa bagian daging yang tebal agar terbuka dan lebih cepat matang.
"Kita panggang utuh saja. Setelah matang baru dibagi." Kata Indra. Yang lain mengangguk setuju. Liam dan Leon menyiapkan penyangga untuk panggangan itu. Indra menusuk satu kelinci dari belakang hingga leher dengan kayu cukup panjang lalu menyangkutkannya pada penyangga yang disiapkan Liam. Toni melakukan hal serupa juga. Jadi mereka akan menunggu daging itu matang baru sarapan.
*
Matahari hampir di puncak kepala saat mereka berjalan menuju shelter berikutnya. Menurut Indra, tempat itu tidak begitu jauh, dan ada ikan yang bisa ditangkap untuk makanan. Jadi tak masalah jika berjalan agak siang. Mereka akan sampai sebelum gelap.
Mendekati shelter, Indra masih melihat asap membubung. 'Berarti api masih menyala' pikir Indra yang mempercepat langkah. Benar saja, dia bisa melihat bahwa shelter itu tidak kosong. Para wanita masih asik menjahit di luar. Langit memang sangat cerah hari ini. Udara cukup hangat, tapi para wanita itu tetap menyalakan api di dekatnya agar tidak perlu kedinginan karena tumpukan salju yang tebal di sekelilingnya.
"Hei.. kalian masih di sini." Sapa Indra dari jauh. Widuri, Dewi dan Nastiti menoleh ke belakang.
"Ya, kami memang menunggu kalian datang. Ada yang perlu didiskusikan sebelum mengambil langkah berikutnya." jawab Widuri.
"Istirahat dan hangatkan tubuh dulu." Dewi menyodorkan panci berisi air hangat pada tim 2 yang baru tiba. Mereka duduk mengitari api disitu. Tampak dari situ Alan dan Sunil sedang mengeruk salju.
"Hei... Kalian sudah sampai?" teriak Sunil.
"Ya. Apa shelter ini untuk kami?" Indra berjalan mendekat ke arah Sunil dan Alan.
"Ya. Untuk tim 2. Kami sangat baik kan..?" Jawab Alan menyombongkan diri.
"Hahaha." Indra dan Sunil tertawa.
"Baik, apa yang perlu ku bantu?" tanya Indra.
"Cari kayu untuk atap dan daun pinus untuk alas tidur." kata Sunil menepuk punggung Indra pelan. Indra mengangguk dan menaruh tasnya di depan shelter.
Indra mengajak Toni, Leon dan Liam ke hutan sambil membawa gergaji. Saat tim 1 sedang menyiapkan shelter mereka, bagaimana bisa mereka duduk santai? Saat Indra kembali, Dean dan Gilang sudah kembali juga. Mereka saling menyapa. Lalu Indra melanjutkan lagi mencari batang pohon. Setidaknya butuh beberapa batang pohon untuk menyangga atap dengan kuat.
Langit sore terlihat kelabu, ditandai turunnya suhu. 'Mungkin akan hujan malam ini' Pikir Dean. Tapi persiapan untuk malam ini sudah siap. Ikan sudah dikumpulkan oleh Gilang dan Dewi. Dean juga sudah mengambil ikan dari jebakan dekat tebing danau. Ada beberapa ikan beku juga di situ. Dean sudah menancapkan ranting pinus untuk menandai jebakannya agar mudah ditemukan.
Langit yang merah cepat sekali berganti kelabu lalu gelap. Semua sudah masuk ke ruangan dan menunggu ikan-ikan matang untuk makan malam. Dean mengulang kembali rencana yg dibuat timnya berdasarkan keadaan yang dihadapi. Tim 2 mengangguk menyetujui.
"Begitu lebih bagus, dari pada kita membuang waktu dan tenaga yang tidak perlu." Kata Leon.
"Baik. Jadi siapa yang bersedia pergi besok? 1 tim 3 orang atau 2 orang?" Tanya Dean lagi.
"Lebih baik 3 orang. Lebih aman untuk berjaga-jaga. Jika 1 orang kesulitan, masih ada 2 orang untuk membantu dan melindungi. Dalam keadaan darurat, 1 orang bisa kembali kemari untuk memberi kabar." papar Indra.
Dean mengangguk setuju. "Jadi siapa yang bersedia?" tanya Dean lagi.
"Aku. Aku. Aku." jawab Sunil, Alan dan Gilang bersamaan. Dean menggeleng.
"Gilang tinggal. Karena cuma kamu yang tau letak jebakan ikan yang kita buat siang tadi."
"Oh. Baiklah. Baiklah. Tugasku memastikan perut semua orang terisi. Ya kan?" Kata Gilang bangga yang disambut senyum semua orang.
"Tim 2 bagaimana?" tanya Dean lagi, karena tak melihat ada yang sukarela pergi. Indra melihat timnya. Dia tau timnya tidak kompak. Jadi tidak ada pilihan selain menunjuk dan memberi tugas.
"Tim 2, Aku, Toni dan Liam." Indra memutuskan. Mereka tak menjawab juga tak menolak. "Leon besok bersama Gilang menyiapkan suply makanan. Tambah jebakan baru bila perlu." Leon mengangguk menyetujui.
Tim sudah disetujui. Mereka menyelesaikan makan malam lalu beristirahat. Hujan salju turun sepanjang malam.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
Kenzi
penyintas, kayaknya bahasa inggrisnya kita lebih familiar.
SURVIVOR.
bener begitu ya thor ...
artinya (lebih kurang): mereka/orang yg selamat (survive) melewati suatu keadaan yg (cukup) gawat.
misal penyakit berbahaya, bila penderitanya bertahan, juga disebut survivor kalo g salah.
2022-01-23
3