Tim Dean memulai perjalanan turun sebelum matahari tinggi. Tapi mereka sudah menyiapkan persediaan kayu bakar untuk 2 tim berikutnya. Perjalanan tidak lagi mudah karena jalan yang makin menurun dan tebalnya salju. Tapi harapan untuk segera pulang menguatkan mereka.
Lewat tengah hari mereka tiba di shelter kedua. Dean memeriksa dan tidak menemukan kerusakan. Mereka menyimpan semua tas lalu menyalakan api dan menghangatkan diri. Dean meminta Sunil dan Alan mencari kayu bakar dan menebang beberapa pohon untuk membuat shelter lain. Lalu dia dan Gilang berjalan turun menuju sungai.
Dean melihat seluruh permukaan lembah sudah tertutup salju tebal. Itu artinya lubang es yang dibuat sebelumnya juga telah menutup karena beku. Tapi dia masih ingat dimana letaknya. Dean berjalan hati-hati agar tidak salah langkah dan terperosok ke air dingin. Setelah menyibak salju beberapa kali dengan kakinya, Dean menemukan beberapa ikan beku dibalik tumpukan salju.
"Ketemu!" Ujar Dean senang.
Dia berjongkok dan mengambil ikan itu.
"Coba cari, adakah ikan lainnya di sini."
Gilang ikut berjongkok dan menyingkirkan salju dengan tangannya untuk mencari ikan lainnya. Dia menemukan beberapa ikan yang sudah membeku.
Dean membersihkan permukaan salju di satu tempat. Dia menemukan permukaan es yang seperti kaca. Dia memukul beberapa kali dengan tangan, tapi es itu tidak retak sedikitpun. Mata Dean lalu melihat sekitar, untuk mencari sesuatu yang bisa dipakai memukul permukaan es.
Dean berjalan ke arah lain dan menyibakkan tumpukan salju. Dan dia menemukan batu cukup besar, lalu mengambil satu yang ukurannya sedikit lebih besar dari genggamannya. Berjalan kembali ke tempat semula dan berjongkok.
Brakk... brakk...!
Permukaan es itu retak setelah pukulan batu kedua. Gilang melihat ke arah Dean sambil menunjukkan hasil pencariannya. Senyumnya terkembang. Makan malam mereka cukup banyak. Dean mengangguk.
"Coba ke tepi dulu. Aku akan memecahkan lubang es ini, takut retakan ini merembet sampai sana." kata Dean.
Gilang segera menyingkir membawa ikan-ikannya.
Dean dapat memecah permukaan es di pukulan berikutnya. Lubang yang tercipta tidak cukup besar, jadi Dean mengetuk beberapa kali lagi sampai permukaan air terlihat cukup luas. Dean kembali ke arah Gilang dan memeriksa ikan. Tapi itu terlalu keras seperti batu untuk dibelah membersihkan isi perutnya. Jadi biarkan saja. Mereka segera kembali ke shelter. Setumpuk ranting kering sudah ada di depan shelter.
"Ini untuk makan malam kita." Gilang menyerahkan ikan-ikan yang dibawanya lalu mengikuti Dean ke arah samping shelter.
"Kita akan buat shelter tambahan di sini. Nanti kita buat lubang agar tersambung ke sebelah."
Dean menunjuk tumpukan tebal salju di lereng gunung itu. Gilang mengangguk. Mereka mengeruk salju dengan nampan yang sebelumnya digunakan Dean dan Indra membuat shelter.
"Apa kau perlu bantuan atau kami tetap mencari kayu?" Tanya Sunil saat kembali membawa kayu.
Dean menoleh ke arah suara.
"Cari kayu lebih banyak dan daun pinus juga."
Sunil mengangguk lalu kembali ke tempat Alan menebang pohon. Mereka memang butuh kayu lebih banyak untuk atap shelter dan stok kayu bakar.
Matahari sudah condong ke barat saat lubang di tumpukan salju dianggap selesai. 4 pria itu bersama-sama menyusun kayu untuk jadi penyangga atap lalu menutupnya dengan daun pinus serta menimbunnya lagi dengan salju.
Bentuk shelter tambahan ini tak jauh beda dengan sebelahnya. Keduanya dihubungkan dengan lubang yang seperti jendela tapi cukup besar untuk bisa dilalui sambil merangkak.
Contoh shelter di lereng gunung bersalju tebal.
Langit sudah gelap saat semua pekerjaan selesai. Para pria itu kelelahan dan lapar. Beruntung makan malam sudah siap, jadi mereka segera makan agar bisa cepat beristirahat. Mereka harus berangkat lebih pagi besok, karena di tempat perhentian berikutnya mereka masih harus membangun tempat perlindungan.
*
******
Pagi itu setelah sarapan, tim 2 bergerak. Indra memimpin jalan karena dia yang tau letak shelter. Diikuti Marianne, Silvia, Angelina, Toni, Leon dan Liam.
Sebenarnya pekerjaan mereka tidak sesulit tim pertama. Mereka hanya harus mulai mencari bahan makanan sendiri.
Untuk makan malam, mereka sudah dibekali Robert pagi itu. Sisanya mereka harus cari sendiri.
Sampai di shelter baru lewat tengah hari. Indra tersenyum dan mengangguk. Ada pesan terukir di batang kayu depan pintu.
Aku membuat jebakan di kiri shelter, ikuti petunjuk.
Dia masuk ke dalam dan meletakkan tas, melihat bara api masih berasap. Indra menambahkan kayu pada bara dan meniupnya. Api segera menyala.
"Masuklah. Di luar dingin," seru Indra pada yang lain.
Semua mulai masuk satu persatu dan ikut menghangatkan diri. Ruangan itu sangat hangat dan nyaman, karena Dean sengaja membiarkan api tetap menyala untuk tim 2.
Sejurus kemudian Indra mengajak Leon, Liam dan Toni memeriksa ke hutan mencari bahan makanan. Angel dan Silvia mulai menyiapkan bekal mereka. Marianne keluar mengambil salju untuk masak air.
Indra akhirnya menemukan jebakan yang dibuat Dean, setelah melihat 2 kelinci terjerat. Mereka mengambil kelinci dan memasang kembali jebakannya untuk besok. Persediaan makanan cukup hingga waktu sarapan. Mereka segera kembali sambil mengambil beberapa ranting tua dan mati yang ditemukan di perjalanan.
*
******
Tim 3.
Kali ini Robert di temani Michael berjaga dekat api. Selepas makan malam, yang lainnya segera masuk kabin untuk beristirahat.
Malam ini terasa sangat sepi setelah 2 tim pergi. Biasanya di kabin penuh sesak, bahkan mereka hanya bisa duduk di lantai. Sekarang semua kursi kabin bisa dipakai untuk tidur. Laras, Niken, Lena, Alex dan Dokter Chandra bisa tidur dengan cukup nyaman.
Tim akan berangkat setelah sarapan. Semua keperluan sudah disiapkan sejak 2 hari sebelumnya.
Robert kembali dengan 3 ekor kelinci yang belum dibersihkan di tangannya. Dia akan membersihkannya di shelter kedua saja. Jadi Robert segera kembali setelah mendapatkan hasil dan langsung menghangatkan diri. Yang lain sudah siap untuk sarapan agar bisa segera berangkat.
Mereka sudah siap. Pintu shelter di runtuhan itu sudah ditutup kembali agar bisa digunakan dengan aman oleh siapapun pendaki gunung yang menemukannya.
Mereka berjalan ke arah hutan. Sebelum benar-benar hilang dari pandangan, Robert berhenti dan berbalik sejenak untuk melihat tempat itu terakhir kalinya.
Ada tumpukan duka yang menyayat hatinya. Setegar apapun dia di permukaan, pengalaman ini tetap berdampak besar bagi hidupnya.
Robert melihat ke langit yang cerah lalu tiba-tiba tertegun sambil mengerutkan alisnya. Apa itu tadi Seperti kilasan cahaya biru kehijauan jauh tinggi dekat puncak pohon terjauh.
Apa itu? Itu tidak mirip aurora. Tidak juga pelangi dan bukan bias matahari. Itu mirip tirai transparan. Robert berpikir keras.
"Robert, ada apa?"
Suara dokter Chandra mengejutkan Robert.
"Coba lihat ke atas. Apa kau lihat cahaya biru kehijauan di atas sana?" tunjuk Robert ke arah langit.
Dokter Chandra ikut memperhatikan dengan seksama. Tapi dia tak melihat cahaya apapun di langit.
"Tak ada apapun di sana," kata dokter Chandra memastikan.
"Aneh, tadi ada. Sekarang tidak ada." gumam Robert.
Dia memastikan lagi, mengamati cukup lama sebelum menggelengkan kepalanya.
"Hei, kenapa kalian berhenti? Apakah melihat sesuatu di langit? Apakah ada pesawat tim rescue yang sedang mencari?"
Laras berteriak dari kejauhan. Robert menggeleng.
"Ayo kita kita susul mereka dok."
Robert mengajak dokter Chandra. Dan dibalas anggukan persetujuan. Mereka melangkah mendekati tim yang sudah berjalan di depan.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
uch
wow maze runner? wkwkwk
2023-06-19
1
Kenzi
woi ... siapa yg main laser pointer warna hijau ... bikin ge er aja ... 😒
2022-01-23
4