Robert, Indra, Sunil dan dokter Chandra keluar pagi sekali. Mereka harus memeriksa jebakan lebih cepat.
Alan pergi bersama Toni, Leon, Liam dan Alex untuk menebang beberapa pohon untuk stok kayu bakar beberapa hari. Itu harus dilakukan karena gergaji akan dibawa tim pertama untuk menyiapkan shelter.
Saat Laras, Niken dan Angel menyiapkan sarapan, Widuri terlihat asik dengan dunianya sendiri. Dia duduk di dipan salju dengan buku catatan di pangkuannya. Tak ada yang mengusik keasikannya karena mereka punya kesibukan sendiri.
Dear diary,
Sudah lama aku tidak menyapamu. Ini sudah hari ke empat sejak terakhir aku menulis. Berarti sekarang tanggal 19 November 2021.
Kau tau, malam itu pesawat memasuki badai dan kami terlempar ke tempat liar dan asing, hutan pinus penuh salju. Entah ada di negara dan benua mana.
Aku tak tau jumlah keseluruhan penumpang dan kru pesawat yang ikut serta. Tapi sekarang yang tersisa hanya 21 orang. Beberapa mengalami luka dan cedera. Tapi kami mengabaikannya dan tetap berjuang bersama mengatasi masalah ini. Korban tewas yang ditemukan sudah dikuburkan dengan layak.
Di hutan antah berantah ini, para pria harus memasang jebakan untuk mendapatkan bahan makanan. Dean bahkan mengorbankan tangannya untuk menangkap ikan di sungai beku. Dan kami bahkan makan daging serigala yang menggigit Indra. Yang tak terduga, Marianne bilang kami harus membuat sepatu yang sesuai. Aku bahkan baru belajar membuat kaus kaki dan sarung tangan, bagaimana bisa membuat sepatu kulit binatang? Hahahh
Tapi aku tetap bersyukur karena kami tetap memiliki rasa optimis dan harapan besar untuk bisa pulang. Jadi meski harus kedinginan dan tidur dengan ketidaknyamanan di atas tumpukan koper atau daun pinus, aku akan menganggap ini seperti sedang kemping saja. Para pria sudah berusaha keras membuat tempat perlindungan dan mencari bahan makanan. Jadi tidak ada yang protes soal menu dan rasa. Semua tetap makan dengan lahap.
Sudah 4 hari di sini dan tidak ada tanda-tanda penyelamat datang. Jadi kami putuskan untuk mencari jalan keluar dari hutan ini. Meski tempat ini nyaman ditinggali, tapi jauh dari peradaban. Tidak ada listrik dan sinyal hp. Jadi kami putuskan untuk memulai perjalanan hari ini.
Aku sangat ingin turun dan keluar dari hutan ini. Aku rindu mama dan papa. Semoga perjalanan ini dimudahkan dan aku bisa segera pulang.
Widuri menyimpan buku dan pulpen dalam tas. Lalu mengecek ransel. Semua miliknya ada disitu, termasuk benih tanaman dan alat berkebun. Widuri juga sudah mengemas bibit asparagus yang diberikan Gilang kemarin.
Dia juga menyimpan beberapa pasang sarung tangan dan kaus kaki yang belum dijahit. Dia meminta pada Marianne jarum dan benang. Mereka ada di tim yang berbeda, jadi Widuri bisa menyiapkan hal-hal itu untuk timnya. Sekarang Widuri siap berangkat.
"Adakah yang bisa saya bantu Marianne?"
Widuri mendekati Marianne yang sibuk memindahkan isi kopernya ke dalam ransel kosong yang mereka kumpulkan. Membawa ransel jauh lebih praktis ketimbang menyeret koper di atas salju.
"Ini, masukkan kain yang sudah kita sortir ke dalam ransel hijau. Masukkan juga semua gulungan perban ke dalamnya. Ah ya,, ambil beberapa gulungan untuk persediaanmu. Lalu serahkan tas itu pada Silvia."
Marianne memberi instruksi sambil terus membereskan peralatannya.
Widuri melakukan perintah Marianne lalu menyerahkan tas pada Silvia.
"Ini tas berisi kain dan perban pembalut luka. Kau yang bawa saja."
"Baiklah. Ranselku juga tidak terlalu besar. Jadi masih bisa membawa satu tas lagi. Jangan khawatir," balas Silvia ramah.
Yang lain juga sedang berkemas. Dean mengingatkan untuk membawa barang yang penting saja agar tidak menyulitkan diri sendiri. Para wanita yang hanya pakai high heels harus mematahkan tumit sepatunya agar mudah menembus salju nanti.
Lena yang ternyata hanya punya sepatu bertali, akhirnya dibuatkan kaus kaki oleh Marianne agar kakinya tidak terlalu terbuka dan kedinginan.
Semua orang melupakan sarapan pagi hingga Robert kembali dengan kelinci di tangannya.
Dean memotong-motong dan mengemasnya. Dia akan membawa itu untuk bekal tim pertama yang berangkat pagi ini.
Alan juga sudah kembali. Mereka kemudian sarapan bersama. Sarapan itu tidak berlarut-larut, karena masih ada kayu yang harus segera digergaji.
Dean mempersiapkan tim pertama yang akan dibawanya. Di tim itu ada Widuri, Dewi, Nastiti, Gilang, Alan dan Sunil.
Mereka sudah menyiapkan tas masing-masing. Juga membawa sedikit alat masak dan makan untuk tim. Membawa korek api juga kelinci yang dikemas Dean. Mereka menunggu sampai pekerjaan memotong kayu selesai baru berangkat.
Dean memimpin jalan diikuti tim kecilnya yang melambaikan tangan meninggalkan tempat perlindungan. Widuri memandang tempat itu sejenak sebelum berjalan mengikuti teman-temannya. Dean membawa mereka ke jalan menurun. Beberapa tanda yang ditinggalkan Dean mulai tenggelam karena ditimbun salju. Dean membuat tanda baru untuk tim kedua besok.
Lewat tengah hari mereka tiba di shelter pertama. Dean masuk untuk memeriksa sementara yang lain masih berdiri di luar. Widuri takjub dengan shelter itu. Dindingnya dibuat dari salju yang dipotong menyerupai balok hebel ukuran besar dan tebal. Itu mirip dinding iglo, tapi konstruksi ini hampir seperti atap pelana, bukan setengah bola.
"Sebentar saya bersihkan dulu tumpukan salju di atap itu. Atau kita akan kebasahan saat menyalakan api di dalam." Dean keluar ruangan dan mengamati atap yang memutih dengan salju tebal.
"Sunil, ambil persediaan kayu di dalam untuk membuat api sementara di sini." Dean menunjuk ke dalam shelter.
Sunil masuk dan mengambil setumpuk kayu untuk dibawa keluar. Lalu membuat api di tempat yang diinginkan Widuri. Mereka menghangatkan diri sejenak. Lalu Dean bangkit dan menyerahkan gergaji pada Alan.
"Kalian bertiga bisa mencari kayu bakar di sekitar. Saya akan bersihkan dulu tumpukan salju itu agar kita bisa istirahat dengan nyaman malam ini," kata Dean.
Dean menumpuk salju cukup tebal untuk dijadikan pijakan naik menjangkau atap daun pinus. Dia mengangkat, menepuk dan mengibaskan salju-salju di atasnya. Tak lama pekerjaannya itu selesai dan beralih membereskan ruang dalam yang dipenuhi butiran salju yang jatuh. Tas-tas bawaan dikumpulkan di dalam shelter. Api juga sudah dibuat di dalam untuk menghangatkan ruangan.
Nastiti dan Dewi masuk ruangan dan mulai menyiapkan makanan untuk makan malam. Sementara Widuri masih tetap menjahit di luar dekat api. Cahaya matahari sore masih cukup terang untuk bisa menyelesaikan kaus kaki yang sedang dikerjakannya. Widuri terus menjahit sambil sesekali memperhatikan para pria yang sibuk memotong kayu bakar.
Langit yang memerah jadi pertanda mereka untuk masuk ke dalam shelter. Harum makanan sudah tercium. Mereka menghangatkan diri dekat api.
"Dimana Dean?" tanya Widuri.
"Dia tidak bersama kami," jawab Gilang.
Semua saling berpandangan.
"Hmmm.. Mungkin dia sedang melakukan hal lain. Kita tunggu saja dulu. Lagipula langit belum gelap."
Widuri menenangkan semua orang, meski dia sendiri sangat khawatir. Jika terjadi sesuatu pada Dean, mereka tidak akan punya keberanian melewati malam dengan tenang.
Langit makin gelap, tapi Dean masih belum kembali. Lolongan serigala mulai memberi rasa takut. Sunil lalu menutup pintu shelter dengan tiang-tiang kayu.
"Bila dia sampai, dia akan memanggil kita nanti," putus Sunil. "Menurutku dia akan baik-baik saja. Dia tau apa yang dia lakukan dan sudah biasa dengan keadaan seperti ini. Jangan cemas."
Semua orang makan dengan khawatir. Mereka menyisihkan jatah makan malam Dean. Saat ini mereka menyadari bahwa rasa nyaman dan aman setelah kecelakaan itu bukan dari diri mereka sendiri, tapi dari sikap bertanggungjawab Dean dan Robert yang cepat tanggap dan memahami situasi. Mengatur tugas semua orang agar tetap aman.
"Alan?"
Terdengar panggilan di pintu saat tiang-tiang kayu diangkat dan Dean muncul.
"Dean. Kenapa malam baru kembali? Ada apa?"
Semua berebut bertanya. Dean menghangatkan diri. Jari-jarinya didekatkan ke api. Widuri menyodorkan secangkir air hangat pada Dean. Hatinya lega sekarang.
Nastiti menyerahkan piring berisi makanan pada Dean. Dean menerimanya dan mengangguk.
"Saya memasang jebakan. Tapi sepertinya terlalu jauh hingga tersesat saat gelap. Akhirnya saya melihat cahaya di pintu masuk. Itu yang menuntunku kembali. Bagus kalian tidak langsung menutupinya dengan daun pinus. Atau saya tak kan menemukan tempat ini sampai pagi." Dean terkekeh.
Semua tersenyum lega karena anggota tim tidak berkurang.
******
Ilustrasi jebakan kelinci sederhana.
Buat lubang di salju tebal, tutupi permukaannya dengan dedaunan, taburi salju tipis dan beri umpan jika ada. Jika kelinci melintasinya, dia akan terjebak di lubang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
Junita Lhk
46 like untuk kamu thor
2022-08-07
3
Kenzi
good luck, team ...
semangat ... 🙋
2022-01-23
4
Kenzi
poor rabbit ... 😥😥😥
2022-01-23
2