Robert dan Sunil berjalan menembus butiran salju yang jatuh satu-satu. Hujan salju mulai reda, tapi rasa dingin benar-benar menusuk tulang.
Robert menutup kepala dan lehernya dengan kain. Mereka berjalan beriringan sambil melihat sekeliling mencari batang pohon yang mati untuk dijadikan kayu bakar. Mereka melewati patahan badan pesawat yang terguling. Tempat itu nyaris tak terlihat karena tertimbun salju hampir setengahnya.
Karena tidak menemukan lagi pohon mati di area sekitar, akhirnya mereka putuskan untuk menebang sebatang pohon saja. Pohon itu diseret ke tempat perlindungan dan akan dipotong di sana.
Tiba di tempat perlindungan, beberapa orang sudah bangun dan duduk dekat api. Dean baru saja mendapatkan pemeriksaan dari dokter Chandra.
Silvia membantu mengecek luka orang-orang lainnya. Indra dan Michael segera mengambil alih untuk memotong kayu serta mengumpulkan ranting penuh daun. Kini mereka punya stok kayu bakar yang cukup pagi ini.
Sementara itu para wanita berkumpul mengobrol dan mencoba menyiapkan sarapan hangat. Ada mie instan yang mereka temukan kemarin malam.
Widuri mendekati Dean..
"Kita sudah kehabisan air botolan. Apa kau tau dimana sumber air?" tanyanya dengan suara rendah.
Dean mengangguk..
"Mana wadahnya? Akan saya tunjukkan sumber airnya," jawab Dean dengan senyum tertahan.
Widuri pergi ke rak pantry dan mengambil 2 panci stainles lalu mengikuti Dean.
Mereka berjalan agak jauh dari pesawat. Dean berhenti di dekat gundukan salju yang benar-benar baru tanpa jejak apapun tertinggal di permukaannya. Itu adalah tumpukan salju yang turun saat hujan tadi malam, masih sangat lembut dan halus.
Dean memasukkan salju dalam panci dan memadatkannya hingga penuh. Dia menyerahkan pancil itu pada Widuri yang wajahnya mulai memerah.
"Panaskan ini, maka itu akan jadi air," senyum Dean terkembang lebar.
"Ahh, ya... ya... kenapa saya bisa lupa bahwa salju adalah sumber air?" Widuri tertunduk malu.
"Baik, saya akan mengumpulkannya. Terimakasih," ucap Widuri dengan cepat.
Dean menunggunya sambil tersenyum. Lalu mereka segera kembali.
Di dekat tungku api, Laras, Niken dan Angelina menyiapkan 13 bungkus mie instan berbagai jenis. Ada sekaleng kornet, beberapa sosis dan sebungkus abon. Pekerjaan mereka gesit, jadi sarapan bisa disajikan dengan cepat.
Semua bersyukur dengan makanan hangat yang disajikan pagi ini. Setidaknya perut bisa diisi, jadi akan ada tenaga untuk aktifitas seharian nanti.
Mereka mungkin harus bekerja keras hari ini. Persediaan makanan sudah habis, jadi mereka harus mulai mencari. Semua makan dalam diam, sampai suara Niken memecah keheningan.
"Hai, jumpa kembali dengan Niken di sini. Kali ini saya merekam aktifitas kami para penumpang pesawat yang selamat. Hari ini adalah hari kedua. Tapi kemarin saya terlalu shock jadi tak terfikir untuk merekam hal-hal hebat yang dilakukan para pria untuk membuat tempat perlindungan."
Niken bicara sendiri ke arah kamera yang menyala. Dia terus merekam orang-orang yang sedang makan.
"Kami sedang menikmati sarapan mewah di sini. Coba tebak, di udara dingin bersalju begini paling enak makan apa? Yaa...! Mie instan hangat!" ujarnya pada kamera sambil menunjukkan piring sarapannya lalu mulai menyuap.
"Hmmmm.. ini enak sekali."
"Terimakasih untuk Laras, Widuri dan Angel yang sudah menyiapkan sarapan hangat untuk kita semua," kicaunya sambil mengarahkan kamera pada Laras dan Widuri yang duduk bersebelahan.
Laras melambaikan tangan pada kamera dengan senyum manisnya. Widuri hanya melihat sekilas lalu mengangguk dan melanjutkan makan.
Dean melihat tingkah Niken dari jauh. Sepertinya dia seorang vlogger atau youtuber? Dean tersenyum. Itu bagus jika keceriaannya bisa mengurangi tingkat stress para korban.
Di sisi lain, Robert sedang berbincang santai dengan dokter Chandra sambil menikmati sarapan mereka.
Selesai sarapan, dokter Chandra meminta perhatian semua orang untuk berkumpul. Mereka harus membahas keadaan yang mereka hadapi dan langkah selanjutnya.
Mereka berjalan ke arah Dean dan Robert yang membuat api di area kosong di depan kabin.
Beberapa pria membantu dokter Chandra mengeluarkan koper-koper untuk digunakan sebagai alas duduk. Yang tidak kebagian, memilih duduk di batang-batang kayu bakar yang sudah dipotong. Mereka duduk melingkar mengelilingi api.
Dean mempersilahkan Robert untuk bicara, tapi Robert menolak dan membiarkan Dean mengambil alih. Dean mengangguk.
"Saya Dean Whittman. Kita langsung saja mendiskusikan langkah yang kita ambil dalam situasi ini. Saya lihat ada 21 orang yang selamat. 12 pria dan 9 wanita. Anda semua bisa mengutarakan pendapat. Silahkan bergiliran, dimulai dari kanan. Yang tidak mengeluarkan pendapat saya anggap menyetujui keputusan akhir."
Dean mengarahkan tangannya ke kanan untuk mempersilahkan.
"Saya dokter Chandra. Setelah melewati satu hari, saya menilai kita tak mungkin untuk terus menunggu tim rescue di sini. Kita harus berinisiatif mencari pertolongan.
Alasan pertama, sebagian besar kita sebenarnya terluka tapi mencoba mengabaikannya untuk tetap membantu yang lain hingga kita bisa melewati malam tadi dengan aman."
"Alasan kedua adalah, tim rescue tidak mungkin menduga kita terdampar di tempat bersalju seperti ini karena tidak ada area dengan musim dingin antara Indonesia dengan Singapura. Jadi mereka tak akan sampai ke mari."
"Alasan ketiga, kebanyakan kita tidak siap dan tidak berpengalaman hidup di cuaca begini. Apalagi harus bertahan hidup di alam liar dalam musim dingin seperti sekarang. Kita tidak punya supply makanan, tidak punya pakaian dan perlindungan yang memadai. Orang-orang yang terluka dalam harus segera mendapat pengobatan yang layak. Pendapat saya seperti itu." ujar dokter Chandra.
Dean mengangguk lalu mengalihkan pandangan pada wanita paruh baya di sebelah dokter Chandra. Wanita itu menganggukkan kepalanya.
"Saya Marianne. Saya sependapat dengan dokter Chandra. Menurut saya area ini tidak berada di Asia Tenggara. Kita terlempar jauh dari jalur terbang. Kemungkinan Asia Tengah, Eropa atau Amerika bagian Utara. Jadi lebih baik kita berjalan keluar hutan dan mencari rumah penduduk atau desa terdekat untuk mengabarkan situasi kita."
Begitu terus bergantian mereka mengemukakan pendapat. Ada yang setuju ada yang tidak. Lebih banyak yang bimbang karena kebingungan. Lalu giliran Robert bicara.
"Saya Robert. Saya tau situasi ini sulit dan mengejutkan. Tapi kita tidak bisa berlarut-larut dalam trauma dan kesedihan sebab kita harus memahami situasi dengan pikiran jernih."
"Karena ada perbedaan pendapat maka menurut saya kita bisa membagi kelompok. Kelompok yang ingin mencari pertolongan serta kelompok yang ingin tinggal dan menunggu tim rescue datang."
"Jadi coba angkat tangan yang ingin tetap tinggal di sini," tanya Robert. Hanya ada 2 orang yang angkat tangan dan mereka terkejut sendiri.
Robert kembali menyambung perkataannya...
"Jangan khawatir, bagi yang ingin tinggal, kami akan memperkuat tempat perlindungan anda. Tapi supply makanan, anda harus upayakan sendiri."
Robert mempersilahkan Dean bicara.
"Jadi sudah diputuskan, hari ini kita bertahan disini sambil mempersiapkan keperluan untuk besok. Sebelum berkegiatan, baiknya ganti pakaian yang lebih nyaman dan hangat. Sekarang kita bagi tugas. Yang mencari supply makanan untuk malam nanti adalah nona Laras, Widuri, Niken, Marianne, Sunil dan Alan."
Selesai Dean berkata, mereka berenam berdiri meninggalkan api unggun. Dean mendekati Widuri dan bicara sebentar. Widuri mengangguk.
"Ya ambil saja 2 buah. Dan ini, persediaan untukmu," ujar Widuri sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan menyodorkan pada Dean. Dean mengangguk lalu kembali duduk ke tempatnya.
"Yang mencari kayu bakar adalah nona Angelina, Silvia, Dewi, Lena, Nastiti. Cari pohon dan ranting yang sudah mati, itu lebih mudah dibakar." ujar Dean menjelaskan.
Saat keempat wanita lain sudah berdiri, Lena masih duduk tenang di tempatnya. Dean mengernyitkan dahi.
"Yang tidak mengerjakan tugasnya, tidak dapat jatah makan malam ini. Hutan bukan tempat bermalas-malasan!" lanjut Dean tanpa ampun.
Lena bangkit dengan bersungut-sungut. Hahh! Seumur hidupnya dia selalu dimanjakan. Dia putri terkasih orang tuanya. Jangankan mencari kayu bakar, untuk merapikan tempat tidurnya saja ada pelayan yang mengerjakan. Mengupas buah untuk dimakan juga ada yang melakukan. Alex ikut berdiri untuk membantu Lena, tapi ditahan Dean.
"Tunggu Alex, tugasmu berbeda."
"Alex, Michael, Gilang dan Toni pergi mencari batang pohon untuk memperkuat perlindungan kita. Ini gergaji, gunakan hati-hati. Karena ini satu-satunya peralatan kita."
Dean menyerahkan gergaji lipat yang dipegangnya.
******
Jangan lupa like, vote, rate, dan komennya yaa🥰💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
PHSNR👾
novel sebagus ini kok jarang yang minat siih, padahal bagus banget novelnya
2024-08-27
1
🍁mahes❣️💋🄻🄴🄱🄰🅁🄰🄽👻ᴸᴷ
dean keren bingit euy
2024-02-03
1
Le min hoo
Diskusi, biar gak dianggap otoriter
2022-11-21
4