PARA PENYINTAS
Widuri berjalan pelan menuju kursi ruang tunggu keberangkatan. Keramaian bandara tak mampu mengusiknya. Hatinya beku dan dingin.
Luka pengkhianatan Frans mantan suaminya masih sangat jelas membekas. Meski telah lewat tiga bulan sejak pengakuan Frans telah menjalin kasih dengan Thea sekretarisnya sendiri, hati Widuri masih saja berdarah. Terlebih lagi Frans memaksa segera bercerai agar bisa secepatnya menikahi Thea.
Kemarin pengadilan sudah menuntaskan urusan perceraian mereka. Sampai beberapa saat sebelumnya, Widuri masih merasa bermimpi dan tak ingin terbangun. Tapi sikap mesra tanpa malu Frans dan Thea di pengadilan kemarin, benar-benar membuka kesadarannya. Semuanya sudah berakhir!
*
*
Sambil menyesap capuccino, Widuri melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Masih jam tujuh malam. Masih ada waktu sekitar satu jam sebelum masuk pesawat.
Sambil duduk santai, Widuri mengeluarkan buku catatannya. Setelah menghela nafas panjang untuk mengurangi rasa nyeri di hatinya, dia mulai menggoreskan pena..
Rabu, 15 November 2021
Dear diary, kemarin aku lupa menyapamu karena terlalu sibuk menangis. Hari berlalu cepat seperti berlari saat kita tenggelam dalam lamunan. Baru malam kemarin aku memutuskan untuk mengistirahatkan otakku dengan berlibur sejenak. Melihat suasana baru, memanjakan diri dengan belanja dan menghabiskan uang tunjangan perceraian yang diberikannya padaku. Kurasa menghadiahi diri sendiri bukanlah dosa.
Frans sungguh tidak tau malu menuduhku tidak mampu memberinya anak sebagai alasannya berselingkuh. Andai saja dia tau bahwa aku sudah memeriksakan diri ke dokter kandungan dan dokter tidak menemukan apapun yang salah dengan kesuburan dan kandunganku. Andai saja dia tau kalau dokter berprasangka bahwa suamikulah yang mungkin jadi penyebab aku tidak bisa hamil.. Ahhhh...
Meski berulangkali dokter menyarankan aku untuk membawa Frans ikut memeriksakan diri, tapi bagaimana aku sanggup membuatnya terluka dan rendah diri jika dianggap tidak subur? Aku terlalu mencintainya dan tak ingin dia merasa lemah serta kehilangan harga diri di depan keluargaku. Tapi kasih sayang dan pengertianku dikhianatinya begitu rupa. Melupakan segala cinta yang dulu dia ucapkan sendiri.
Widuri memejamkan matanya yang berkabut, merapikan kacamata hitamnya dan mengalihkan pandangan pada dinding kaca ruang tunggu. Hujan petang tadi sudah berganti gerimis dan udara jadi semakin dingin.
Sambil mengancingkan sweater Widuri melihat ke sekitar. Kesibukan bandara tak berkurang. Sesekali terdengar panggilan operator dari pengeras suara untuk penumpang pesawat lainnya. Petugas dan calon penumpang lalu lalang silih berganti.
*
******
Di area Lounge.
Seorang pria masih sibuk dengan laptopnya. Sambil mengetik di keyboard dia terus mendengarkan suara sekretarisnya dari alat kecil yang menempel di telinganya. Sesekali dia membalas dan memberi instruksi.
"Astrid, saya baru saja mengirimkan file. Kamu urus itu sesuai yang saya katakan tadi lalu serahkan pada Luke. Katakan padanya untuk segera mengaturnya. Saya mau itu sudah beres saat saya kembali dari Manila minggu depan. Tekankan padanya bahwa saya sudah tidak mau menerima alasan apapun lagi. Ini kesempatan terakhirnya!"
"Baik, Pak," sahut suara di seberang sana.
Pria itu menyimpan laptop dalam tas kerjanya. Dia masih memeriksa gadgetnya saat seorang staf wanita lounge menghampiri.
"Mr. Dean Whittman?" tanyanya memastikan.
"Ya," jawab sang pria.
"Sekarang sudah waktunya masuk pesawat. Mari saya antar," ujar staf wanita tersebut.
"Baik, terima kasih," balas Dean, lalu menyimpan gadgetnya di saku jas.
Dia mengambil coat yang tadi disampirkan di lengan sofa dan melangkah mengikuti arahan staf tersebut menuju pintu masuk kelas eksekutif.
*
*******
Di kelas eksekutif ada enam kursi dan itu terisi semua. "Mungkin karena sudah dekat musim liburan di bulan Desember," pikir Dean Whittman.
Dia menuju kursi yang ditunjukkan pramugari padanya. Kursi terdepan bagian kanan di sisi jendela. Perfect!
Dean sangat sering melakukan perjalanan dan tidak pernah kecewa dengan pilihan sekretarisnya. Pesawat ini nyaman jadi dia bisa istirahat sejenak.
"Aku harus membelikan oleh-oleh untuknya saat kembali nanti," janji Dean dalam hati.
Dean tak mempedulikan sekitarnya dan mencoba memejamkan mata saat seorang pramugari membagikan snack box dan jus buah yang di kemas dalam gelas plastik kecil.
"Ahh, ini mungkin bentuk ucapan selamat datang," asumsi Dean.
Dia lalu mulai menikmati snack yang disajikan sambil menunggu pesawat lepas landas. Dia tidak sempat makan apapun di Lounge karena sibuk membuat beberapa tugas untuk Astrid.
*
*******
Setelah pesawat mengudara, Widuri kembali mengeluarkan buku catatannya dan berniat kembali menulis. Tapi gadis muda yang duduk di sebelahnya menyapa.
"Ke SG mau liburan atau kerja, Mbak?" tanyanya mencoba bersikap ramah dan berbasa-basi.
"Liburan!" Jawab Widuri pendek, berharap tidak ditanya lagi.
Saat ini Widuri tak ingin diganggu siapapun. Dia ingin sendiri. Dia hanya ingin mencurahkan segala isi hati pada buku catatannya. Dia dan buku catatannya memiliki dunia sendiri yang terasing dari sekitar. Dia menyukai keterasingan itu saat ini.
Tapi gadis muda itu ternyata type orang yang sangat, sangat ramah.
"Kalau saya ke SG mau ketemu suami," ucapnya dengan mata berbinar-binar serta senyum terkembang manis.
Binar mata dan senyum itu, khas orang jatuh cinta dan mabuk rindu. Tanpa disadari, senyum Widuri menghilang dan berubah sedih. Gadis itu terkejut dan dengan cepat memegang tangannya dengan ekspresi penyesalan di matanya.
"Apakah kata-kataku tidak berkenan untukmu? Maafkan aku, aku tidak akan banyak bicara lagi. Maafkan yaa. Aku sungguh tidak tau bagian mana kata-kataku yang tidak kau sukai," ucapnya tanpa henti, sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya tanda permohonan maaf.
Widuri menghela nafas sejenak. Katanya tak mau bicara lagi. Tapi ada berapa banyak kata yang terucap sebelum akhirnya dia berhenti bicara?
"Ah, tidak ada. Aku hanya sedang ada masalah, jadi ingin sendiri dulu dan mengambil liburan seminggu di SG. Jadi ini bukan salahmu," balas Widuri. Dia lalu mengalihkan perhatian pada buku catatannya dan mulai menulis.
*Dear diary, saat ini aku sudah di pesawat. Aku ingin melupakan hal-hal buruk itu dan menyongsong hari baru, dunia baru, harapan baru. Semoga hidupku bisa lebih baik lagi.
Ah iya, setelah kembali dari liburan ini, aku akan mengajukan pengunduran diri. Kalau tetap di perusahaan itu, aku akan lebih mungkin ketemu Frans karena dia adalah direktur perusahaan cabang. Aku benar-benar tak ingin melihatnya lagi di kehidupanku. Aku muak!
"Ya, itu adalah keputusan yang tepat," pikir Widuri sambil memandangi catatannya.
Saat itu pramugari mengantarkan makan malam. Widuri menyimpan buku lalu meletakkan kotak makannya di meja. Dia lapar dan ingin makan sekarang.
Nasi goreng seafood yang disajikan dimakannya dengan lahap dan cepat. Yahh, itu hanya sedikit, hanya untuk pengganjal lapar saja. Tak heran jika segera habis. Di hotel nanti dia harus memesan makan malam yang sebenarnya, atau dia tak akan bisa tidur karena kelaparan.
Saat pramugari kembali berjalan ke pantry, Widuri memanggil sembari menyodorkan kotak nasinya yang sudah kosong.
"Sudah habis, Mbak, terima kasih," ucap Widuri tersenyum canggung melihat pramugari cantik itu terkejut.
"Baiklah. Apakah masih mau yang lainnya lagi?" tanya pramugari itu dengan ramah.
"Oh tidak, terima kasih. Itu cukup untuk saat ini," balas Widuri sambil menggoyangkan tangannya tanda menolak.
Widuri melipat meja. Dia ingin ke toilet sekarang, sebelum beristirahat. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum pesawat mendarat. Dia berjalan ke arah toilet melewati barisan kursi di depan.
Melewati seorang wanita paruh baya berambut pirang keabuan yang asik merajut untuk membunuh waktu. Mengagumkan melihat ketelatenan para perajut, mengubah benang menjadi kain dan segala macamnya. "Aku bisa mati bosan mengerjakannya," pikirnya dalam hati.
Kembali ke kursinya, Widuri memilih tetap memasang sabuk pengaman. Dia mulai memejamkan matanya yang lelah dan perih karena kurang tidur dan banyak menangis.
"Mataku pasti bengkak sekarang. Nanti di hotel mau tidur sampai siaaanggg. Tak perlu bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk suami. Tak perlu buru-buru untuk berangkat kerja!" batinnya.
"Ini hari baru, hari kebebasanku" gumamnya sambil tersenyum lemah.
Tiba-tiba pesawat berguncang keras dan keluar instruksi lewat pengeras suara untuk duduk dan mengencangkan sabuk pengaman.
Informasi pilot, pesawat menghadapi badai. Widuri mengucapkan doa dari bibirnya, lalu hal yang terakhir di dengarnya adalah teriakan histeris penuh ketakutan para penumpang.
******
Jangan lupa tinggalkan like dan komen yaa.. 🥰💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
PHSNR👾
aku balik lagi baca novel ini, belum bisa move on ❤❤❤😍😍
2024-08-27
1
"Sang Petapa"
Mulai
2024-06-05
2
Bakulgeblek
biasalah...
alasan....
2024-04-28
1