Loli masih merasa kehilangan arah, ia sempat tertegun ketika bangun di pagi hari. Ia yang biasanya begitu bersemangat untuk pergi ke sekolah kini kehilangan minat nya. Ia tak lagi percaya diri, seolah setiap mata akan jijik memandang ke arah nya.
Ia merasa noda ditubuhnya mampu dilihat oleh siapapun. Loli merasa benar-benar lelah menghadapi ketakutan nya.
"Aku harus bagaimana? ayo Loli bertindaklah. Jangan terus seperti ini" Loli berusaha melecut semangat nya agar kembali berkobar. Namun ia kembali lemah tak berarah.
Dengan langkah gontai Loli menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Akal sehat yang masih tersisah sedikit menuntun nya untuk perlahan melanjutkan hidup. Tak apa meski tak seceria biasanya namun setidaknya ia tak larut dalam kehancuran yang akan semakin membuatnya menderita di masa depan. Loli harus menyelesaikan pendidikan SMA yang tinggal beberapa minggu lagi akan segera usai.
Harusnya sekarang ia sedang fokus untuk menghadapi ujian nya yang akan dilaksanakan 2 minggu lagi namun kini fikiran nya harus terpecah akibat tragedi malam itu.
"Sayang, mama kangen banget" Ketika turun untuk sarapan Loli disambut oleh sang mama yang baru pulang tadi malam.
"Semalam mama ke kamar kamu, tapi kamarnya dikunci adek juga uda tidur jadinya nggak bisa langsung ciumin bungsunya mama" Melihat wajah mama nya membuat Loli ingin menjerit dan menangis sejadi-jadinya. Loli ingin sekali mengadu tentang apa yang menimpa dirinya, ia lelah menyimpan luka sendirian. Tapi otaknya melarang Loli melakukan hal itu. Ia tak bisa karena pasti semuanya akan hancur berantakan.
"Loh kok nangis?" mama Dita menatap penuh khawatir pada Loli yang meneteskan air matanya.
"Loli kangen" rengek nya manja, mama dan papa Loli terkekeh mendengarnya. bukan hal yang mengherankan bagi mereka mengingat Loli memang begitu manja.
"Duh cuma ditinggal beberapa hari doang" mama Dita kembali menciumi putri bungsunya itu.
"Papa juga dong dipeluk" Kehangatan pagi ini membuat Loli sedikit terhibur. Setidaknya ia memiliki alasan untuk bertahan dan melanjutkan hidupnya. Meski dirinya hancur setidaknya mama, papa, dan Nala tetap dapat merasakan kebahagiaan.
🍁🍁🍁
Marcell beberapa kali melamun dan tak fokus pada pekerjaan nya, tatapan penuh luka pada mata Loli terbayang di benaknya. Kilasan kejadian malam itu selalu menghantuinya, tangisan Loli yang terngiang begitu menusuk jiwanya.
Ia harus bicara pada Loli, Marcell merasa tak bisa lepas tanggung jawab begitu saja. Ia bukan pria brengsek yang bisa meniduri seorang gadis hanya untuk bersenang-senang.
Selama 5 tahun menjalin kasih, Marcell selalu bisa menahan diri agar tak kebablasan dengan Nala. Baginya hubungan itu harus ia lakukan ketika mereka telah berada pada sebuah ikatan yang sah.
Andai Marcell terbiasa bermain wanita mungkin baginya kejadian malam itu bisa ia lupakan laksana angin lalu.
Marcell melirik jam di tangan nya, sebentar lagi jam pulang nya Loli. Otak dan hati memerintahkan diri nya untuk menemui Loli dan mengajaknya bicara. Ia tak akan pernah menemui ketenangan jika terus bersembunyi dalam ketidak jelasan ini.
Marcell meraih kunci mobil di atas meja, ia beranjak meninggalkan pekerjaan yang masih tersisah. Percuma ia berada di sini sementara otaknya terus memikirkan calon adik iparnya.
Marcell membawa mobilnya menuju sekolah Loli, ia berharap gadis itu mau bertemu dan bicara dengan nya.
Marcell mengedarkan pandangan nya mencari sosok Loli pada gerombolan pelajar yang keluar dari pintu gerbang, Marcell berharap semoga sopir Loli belum datang.
Marcell begitu terenyuh saat matanya menangkap sosok adik iparnya yang terlihat menunduk, sama sekali bukan Loli yang ia kenal selama ini. Sosok gadis ceria dan energik itu kini terlihat kuyu tanpa semangat.
Tanpa membuang-buangbwaktu lagi Marvell segera keluar dari mobil dan berlari ke arah Loli.
"Adek, kakak mau bicara sebentar boleh?" Marcell dapat melihat keterkejutan Loli saat mendengar suaranya, gadis itu dengan cepat menatap ke arahnya. Lagi-lagi ekspresi yang Loli tunjukkan membuat hati Marcell terkoyak, getaran tubuh dan wajah pucat Loli membuat Marcell kembali mengutuki kebejatan nya.
"Kakak cuma mau bicara sebentar, kakak nggak akan nyakitin Loli" bisik Marcell lembut, berharap bisa meredakan ketakutan Loli padanya.
Loli baru akan menginjak usia 18 tahun dan ia harus menerima perlakuan binatang dari nya, sungguh wajar jika Loli bersikap seperti ini.
"Loli dijemput sopir?" tanya Marcell penuh kesabaran. Tatapan tulus Marcell membuat Loli sedikit lebih tenang.
Gadis itu menggelengkan kepalanya, sepertinya ia masih belum berminat membuka mulutnya. Loli sengaja mengatakan pada sopir agar tak usah menjemputnya karena ia akan langsung belajar kelompok dengan teman nya. Ia sengaja mengulur waktu agar tak cepat pulang ke rumah, karena saat bertemu orang tuanya terlebih Nala membuat dadanya terasa sesak.
"Ayo pulang bareng kakak ya, tapi kita bicara sebentar sambil makan. adek mau makan apa?"
"Nggak usah, aku nggak lapar" Suara Loli nyaris tak terdengar. Marcell membuang nafasnya yang juga terasa sesak.
"Tapi Loli mau kan bicara sama kakak?"
Loli tampak berfikir sebelum akhirnya mengangguk.
Ia mengikuti langkah Marcell menuju mobilnya, ia percaya pria itu tak akan menyakitinya. Ia tau kejadian malam itu bukan kesalahan Marcell sepenuh nya ah bahkan bisa dikatakan Marcell sama sekali tidak bersalah. Tapi benar kah?
Meski Loli menolak untuk makan tapi Marcell tetap membawa gadis itu ke sebuah tempat makan yang nyaman dan tenang untuk bicara. Marcell mengajak Loli ke sebuah tempat makan bernuansa alam serba kayu yang menyediakan area dengan kursi dan lesehan yang menghadap ke halaman hijau. Marcell bisa melihat tatapan terkesima Loli pada pemandangan itu. Ia bisa menyimpulkan Loli menyukai tempat yang ia pilih
"Dek, untuk ke sekian kalinya kakak mohon maaf atas apa yang terjadi malam itu. Meski jutaan kali kakak meminta maaf tetap saja tak bisa mengembalikan semuanya untuk kembali seperti semula. Kakak dihantui rasa sesal yang terasa mencekik setiap detiknya" Marcell menatap dalam pada Loli yang tak melihat ke arah nya, namun Marcell tau Loli mendengarkan nya.
"Dek, kakak nggak tau apa yang harus kakak lakukan untuk menebus kesalahan fatal yang uda kakak lakuin ke kamu, please hukum kakak dek agar bisa mengurangi rasa bersalah ini" Loli menatap Marcell saat mendengar nada putus asa pada suara pria itu. Penyesalan begitu nyata tergambar pada sorot mata pria itu.
"Aku juga nggak tahu harus gimana, aku juga masih terus berusaha membangun kembali dunia ku yang hancur dan kini hanya berupa butiran-butiran kecil. Aku juga nggak tahu harus gimana" lirih Loli, ia kembali mengeluarkan air mata nya.
🍁🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Sandisalbiah
kita gak bisa berandai² atas sesuatu yg sudah terjadi.. krn itu semua bukan sebuah kebetulan tp nyatanya emang sebuah takdir...
2023-12-30
1
Miamia
sabar loli akan indah pada waktunya,
2022-11-28
0
ErnaCila
sedih banget baca part ini,,kesedihan yg gak bisa diungkapkan dgn kata2 hanya airmata yg bisa sedikit mengurangi rasa sakit😭😭
2022-07-04
0