Di malam yang sunyi ini, mereka berdua yang hubungannya sudah terikat tapi masih terlihat asing terdiam lama dalam pikiran masing-masing. Sania malam ini teringat akan mendiang orang tuanya. Gadis itu sangat merindukan sosok dari kedua orang tuanya. Sedangkan Son, teringat akan Vennie. Kehilangan seseorang yang teramat dicintai, memang sangat menyakitkan. Lebih menyakitkan dari apa pun karna tidak pernah ada obatnya.
"Kau melamun?" Sania memberanikan diri memandang wajahnya. Suaminya memang buta, tapi dia tidak terlihat menyedihkan.
"Kau kenapa ada di sini!" Suaranya yang serak, menggetarkan hatinya. Terkadang Sania merasa takut dengan suaminya sendiri, tapi terkadang Sania merasa tertantang. Menaklukkan hati dari seorang pria yang tidak bisa melihat seharusnya lebih mudah karna dirinya tidak bisa menilai dari fisik terlebih dahulu.
"Aku istrimu, aku berhak di sini," jawabnya penuh berani.
Son tersenyum sinis. Sosok wanita yang ada di hadapannya memang begitu berani. "Apa pernah aku menganggapmu sebagai istri?" sindirnya.
"Tidak. Tapi aku akan berusaha dan—"
"Omong kosong! Berhenti membela dirimu sendiri!." Son tidak habis pikir, sebenarnya apa yang sedang dicari oleh wanita di hadapannya. "Kau butuh uang berapa?" Sudah berhari-hari hidup bersama Sania, tapi tak pernah menghapuskan pikiran negatif tentangnya. Son masih menganggap bahwa Sania ada maksud tertentu.
"Aku tidak membela diriku sendiri. Aku memang tidak pernah mengenalmu sebelumnya. Tapi aku tidak pernah menganggap pernikahan ini sebuah lelucon. Aku tetap menganggapmu sebagai suamiku. Dan aku akan patuh terhadapmu." Sania memang gadis muda yang secara umur belum matang untuk membangun rumah tangga. Tapi statusnya yang yatim piatu dan keadaannya selama ini sudah cukup membuatnya paham akan kehidupan dan belajar mandiri.
"Patuh? Kau berarti akan menuruti semua perintahku?"
Sania mengangguk tanda iya.
"Hey! Jawab!"
"Eh iya iya." Sania terkekeh dalam hati karna lupa kalau Son tidak bisa melihatnya yang mengangguk.
"Kau istriku? Apa benar? Berarti aku boleh melakukan apa pun terhadapmu?" Mendengar kata-kata dari Son membuat Sania merinding. Apa maksud dari perkataannya?
Son seolah mendapat satu celah untuk menghancurkan wanita di hadapannya. Tangan Son meraba-raba, ingin menjangkau sesuatu.
"Tanganmu!" Sania menyodorkan tangannya, dengan sigap Son meraihnya.
"Awwwwww!!!!!!" Sania spontan menjerit kesakitan. Son yang gila tiba-tiba mencengkeram erat lengannya. "Lepaskan, tolong lepaskan!" Tangannya yang kokoh berhasil membuat lengannya memerah. Cukup lama tangan kokoh itu melukai tangannya yang suci.
"Cepat pergi dari kehidupanku sebelum aku melakukan yang lebih terhadapmu!"
DEG.
Untuk kali ini jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Melihat Son yang berbicara dengan matanya yang buta, itu menakutkan. Walaupun matanya buta tapi sorot matanya begitu tajam. Sania merasa takut, tapi sebisa mungkin dia harus tenang. Tidak mungkin Son akan berbuat yang lebih dari ini. Tuan Math adalah ayah yang baik, pasti putranya juga demikian. Son hanya saja belum mengenal dirinya, juga karna masih mencintai tunangannya dulu. Ini hanya soal waktu. Sania yakin suatu saat Son akan menganggapnya ada.
***
"Raul! Apa-apaan ini!" Lotus melemparkan sejumlah uang ke atas meja. Wajahnya merah padam, ditambah alisnya yang bertaut. Maria yang mendengar teriakan dari ibunya langsung keluar kamar.
Yang dilihatnya sekarang adalah Ayahnya yang sedang duduk di kursi sambil bersender. Matanya menatap ke atas sambil mengerjab. Ibunya bertolak pinggang sambil melotot pada suaminya.
"Ibu, ada apa ini?" Maria sebisa mungkin bertanya lembut, melihat keadaan Ibunya yang sedang tidak baik-baik saja.
"Maria, lihatlah. Ayahmu hanya memberikan uang kepada Ibu segini. Dan dia berkata bahwa ini harus cukup sebulan. Apa dia sudah gila!" Lotus menjatuhkan selembaran uang itu ke lantai. Raul yang sedari tadi diam, akhirnya berdiri.
"Hey kau wanita tidak tahu diri! Sudah bersyukur aku masih memberikanmu uang! Kau memang wanita—" Suaranya tercekat di tenggorokan saat melirik pada Maria yang ketakutan. Dia tidak ingin Maria mendengar kata-kata yang kasar. "Maria, masuk lah ke dalam kamar," perintahnya lembut. Dia sebisa mungkin meredam emosinya.
"Ayo Maria kita ke kamar saja. Ibu juga sudah tidak betah di sini."
Baru saja melangkahkan kakinya selangkah, tangannya ditarik kasar oleh Raul. Suaminya membawanya ke halaman belakang. Lotus berteriak kesakitan dan tak sengaja berpapasan dengan Pak Mail.
"Tuan—"
"Diam! Kembali ke dapur!" Belum selesai bicara, Pak Mail langsung diusir oleh Raul.
"Lepaskan! Kau lelaki tidak punya hati!" Lotus merintih kesakitan. Cengkraman tangan Raul begitu melukai tangannya. Bekas marah begitu nyata.
"Kau yang tidak punya hati dan pikiran! Kau selalu menilai apa-apa dengan uang, dengan materi! Aku memintamu bersabar sedikit saja! Usahaku sedang surut, apakah bisa sedikit saja memberiku dukungan?"
"Hey! Hidup ini mahal! Kau memberiku uang yang tidak seberapa itu apa cukup untuk satu bulan! Aku tidak memintamu untuk terus mengurusi usahamu yang hampir bangkrut itu. Aku—"
PLAKK!!!
Raul benar-benar marah. Dia tidak menyangka istrinya akan mengatakan hal yang sangat menyakitkan untuk dirinya. Dia mengatakan dengan santainya bahwa usahanya hampir bangkrut. Sungguh, dia tidak punya hati.
"Sekarang kau menamparku? Kau tadi juga menyeretku layaknya binatang. Kau benar-benar!" Lotus mendorong Raul hingga jatuh tersungkur ke tanah. Dia juga begitu marah dengan suaminya. "Hey dengar ya Raul! Kau jangan pura-pura bodoh! Kau memiliki seorang keponakan yang sudah hidup enak tinggal di rumah mewah, harusnya saat kau susah, kau meminta padanya. Apa otakmu tidak berpikir jauh kesana? Dasar bo—"
"Stop! Kau bilang apa? Uang? Uang dari Sania? Dan kau dengan mudahnya menghabiskannya begitu saja?"
"Tidak perlu munafik, Raul! Kau hanya—"
"Diam! Pergi! Pergi! Pergi kau dari hadapanku sekarang!" Raul mengusap wajahnya kasar. Bertengkar dengan istrinya sungguh menguras tenaganya sekarang.
"Tuan, minum lah." Satu gelas berisi air putih ia sodorkan pada Raul yang kala itu masih menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dia begitu rapuh sekarang.
Dengan wajah yang kusut dan tangan yang gemetar, dia meraih gelas itu. Pak Mail tak berkedip melihat Raul saat ini. Begitu menyedihkan, entah apa yang sebenarnya terjadi, Pak Mail tak mau membahasnya.
"Tuan, saya sudah menyiapkan makan siang. Sebaiknya Tuan makan dulu." Walaupun terkadang Raul sering memarahinya, tapi Pak Mail tetap peduli pada anggota keluarga ini. Pak Mail malah berterima kasih masih dipekerjakan di sini.
"Pergi lah. Aku ingin sendiri," katanya dengan suara lirih.
***
Air matanya telah menggenang di bola matanya, dia berbalik sambil mengusapnya perlahan. Melihat kedua pria beda usia itu berpelukan dengan eratnya, membuat dia sedikit sensitif.
"Selamat atas pernikahan Anda, Tuan. Saya ikut bahagia." Paman Leo tersenyum lebar. Tidak menyangka bahwa sekarang Son telah menikah.
"Paman, aku haus." Son tidak menjawab ucapan selamat dari Paman Leo. Dan dengan sigap Paman Leo mengambilkan segelas air di meja nakas. Terlihat Sania juga ikut bergerak, tapi pergerakan Paman Leo lebih cepat.
Sania masih setia berdiri di tempat itu, melihat begitu akrabnya Son dengan Paman Leo. Dia tidak banyak tahu tentang siapa Paman Leo sebelumnya. Tapi dari cerita yang dia dengar sekarang, dulunya Paman Leo bekerja pada keluarga suaminya dan pada akhirnya mengundurkan diri karna suatu hal.
"Permisi. Nona Sania dipanggil tuan Math di ruangannya." Bi Mar tiba-tiba datang menghentikan perbincangan mereka berdua. Sania lantas mengangguk dan berjalan bersama dengan Bi Mar. Hatinya ketar ketir saat ayah mertuanya memanggil dirinya. Sudah lama mereka tidak berbincang bersama. Math yang jarang di rumah juga membuat mereka berdua jarang bertemu.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Hasnah Siti
masih terus menyimak nih...dan terus menunggu kapannya detik2 terbuka hatinya sang pangeran bungsu😏
2022-08-15
1
Delvia Sari
terlalu byk konflik, jd lupa siapa pemeran utama nya... fokus otor
2022-08-07
3
princess butterfly
𝚜𝚊𝚋𝚊𝚛 𝚢𝚊 sania😢
2022-07-27
2